Analisa

Mekkah dan Madinah Bukan Milik Kerajaan Saudi

ARN0012004001580-Mekah-dan-Madinah-Bukan-Milik-Kerajaan-Saudi“Mekah dan Madinah adalah dua kota suci yang merupakan milik dunia Islam, milik semua umat Islam di dunia, meskipun secara teritorial berada dalam wilayah kerajaan Arab Saudi. Namun sangat disayangkan, Arab Saudi menganggap Haramain tersebut adalah milik mereka, dan secara sepihak menguasai penuh penggunaan dan pengelolaannya dengan hanya bercirikan satu mazhab tertentu, dengan mengabaikan realitas dunia Islam terdiri dari beragam mazhab.”

Arrahmahnews.com – Menurut Kantor Berita Presstv, mengenai sejumlah peristiwa terkini yang sedang berkembang di Arab Saudi, mulai dari pelecehan terhadap peziarah Baitullah al Haram asal Iran yang menyusul pelarangan sementara otoritas Iran terhadap warganya untuk melakukan umrah serta agresi militer Arab Saudi atas Yaman, rabu [15/4].

Jika menengok sejarah, Iran sebelum revolusi Islam adalah Negara yang paling memberi keuntungan bagi Barat. Mereka menganggap Iran akan selalu menjadi pendukung bagi kepentingan-kepentingan mereka dan tidak pernah timbul dalam prediksi mereka, Iran kelak akan menjadi musuh dan penghalang terbesar bagi kepentingan mereka di kawasan.”

Namun pasca revolusi Islam Iran dan keluarnya Iran dari koalisi Arab yang pro AS dan Barat, Iran kemudian menjadi duri bagi mereka. Israel yang sebelumnya mendapat banyak manfaat dengan kekuasaan rezim Syah akhirnya gigit jari dengan perubahan drastis yang terjadi di Iran.

Revolusi Islam di Iran menghidupkan syiar agama. Meskipun yang tampak adalah syiar-syiar Islam namun manfaat dari revolusi di Iran adalah untuk semua kaum musthadafien diseluruh dunia. Oleh karena itu musuh revolusi berusaha mengidentikkan bahwa revolusi yang dikobarkan di Iran adalah revolusi Syiah yang hanya akan memberi keuntungan bagi Syiah saja.

Yang ditunjukkan dalam revolusi Islam Iran adalah pembelaan terhadap musthadafien. Dan Iran telah menunjukkannya dengan memberikan pembelaan, dukungan dan bantuan kepada Negara-negara yang tertindas meskipun itu ideologinya berbeda dengan Iran. Sementara di dalam negeri Iran sendiri, selama 3 dasawarsa, aturan dan hukum Iran menunjukkan mampu mengayomi semua kelompok dan golongan yang ada, baik diantara agama maupun mazhab yang berbeda-beda. Iran mampu membuat firqah-firqah yang ada bersatu dan bekerjasama membangun negeri.

Revolusi Islam Iran menjadi sampel perjuangan. Kita lihat pengaruhnya yang sedemikian besar pada tahun-tahun terakhir. Dengan terjadi kebangkitan rakyat disejumlah Negara muslim yang menentang kediktatoran dan keotoriteran rezim, dan menuntut adanya perubahan nasib.”

Pengaruh Revolusi Islam Iran di Dunia Islam

Revolusi Islam Iran bagi Negara muslim lainnya memberi pengaruh perubahan di Tunisia. Sebagaimana diketahui Tunisia dibawah kekuasaan Zainal Abidin bin Ali lebih banyak memberi manfaat bagi kepentingan negara Perancis dibanding kesejahteraan rakyatnya sendiri. Dengan kekuasaan ala militer Rezim Ben Ali menjadikan Tunisia yang mayoritas muslim tidak bercirikan negara Islam sama sekali dengan adanya aturan-aturan yang mengucilkan dan mengerdilkan aturan Islam seperti pelarangan penggunaan jilbab bagi perempuan dan pembatasan dakwah dan pengajaran Islam, termasuk melarang penyelenggaraan shalat Jum’at di tempat terbuka.

Ketika dimasa rezim Ben Ali, islam asing dan seolah-olah berada di negeri Barat yang tidak mengenal Islam, namun  Tunisia saat ini pasca terjadinya revolusi, subhanallah, ada perbedaan yang sangat kontras yang dapat ditemui. Akan terlihat rakyat Tunisia yang begitu bangga menampakkan keislamannya dan kecenderungannya dalam mempelajari Islam yang merupakan agamanya.

Pasca revolusi Tunisia kecenderungan besar rakyat Tunisia untuk mengamalkan ajaran Islam di semua sisinya, baik dalam politik, ekonomi maupun sistem keamanan, namun tentu itu tidak mudah. Musuh-musuh Islam dan gerakan Barat berupaya mencegah hal tersebut dan gigih berupaya agar perjalanan revolusi menyimpang dari arahnya.

Gerakan Takfiri dan Upaya Menyimpangkan Arah Revolusi

Dengan pasokan dana dari raja-raja Arab, konspirasi dari negara-negara Barat dan kepentingan Israel menjadi sumber kekuatan dari gerakan-gerakan takfiri yang sengaja diciptakan untuk menimbulkan kekacauan dalam dunia Islam. Kelompok militan takfiri yang terlatih dan bersenjata disusupkan ke negara-negara Islam untuk kemudian membuat rusuh. Mereka dikirim diantaranya ke Tunisia dan Suriah. Modus pelecehan seksual yang berkedok jihad nikahpun dimulai dari Tunisia. Seorang ulama Tunisialah yang pertama kali memprotes hal ini dan menyebutnya sebagai amalan bid’ah dan ia mengutuk perbuatan tersebut.

Demikian pula halnya di Suriah. Bahkan ujian yang menimpa rakyat Suriah lebih dasyhat lagi. Dari Suriah lahir ISIS. Kelompok teroris yang paling beringas dan kejam. ISIS adalah kelompok teroris yang paling tidak berprikemanusiaan, paling tidak rasional dan paling berbahaya dari semua kelompok teroris yang ada. Dengan kekuatan militer yang memadai dan dukungan dari Barat dan raja-raja Arab, ISIS berhasil menguasai sejumlah wilayah penting dari Suriah dan Irak kemudian mendeklarasikan sebuah negara baru, yang mereka klaim sebagai Daulah Islamiyah.

Namun dengan memperhatikan kebijakan politik luar negeri Iran dan dukungan moril yang diberikan pemerintah dan rakyat Iran, para musuh dan kelompok teroris sampai saat ini belum berhasil meraih apa yang diinginkannya di Suriah dan Irak. Suriah dengan kekuatan sendiri dan dukungan sepenuhnya dari rakyatnya berhasil mempertahankan diri meski bertahun-tahun mendapat gempuran baik secara militer maupun tekanan politik dari luar. Di Irak pun demikian.

Menyoal Gerakan Ansarullah di Yaman

Houthi adalah suku terbesar dari kabilah Syiah Zaidiyah di Yaman. Suku ini berkali-kali melakukan pemberontakan atas kekuasaan Ali Abdullah Saleh yang mereka nilai gagal mensejahterahkan rakyat Yaman. Namun dalam perkembangan selanjutnya, tuntutan perubahan dan perbaikan nasib bukan lagi dipelopori oleh suku Houthi namun telah menjadi gerakan rakyat dari semua lapisan dan kelompok yang ada di Yaman. Ketika gerakan Ansharullah yang digagas Houthi mendapat dukungan rakyat sepenuhnya, gerakan inipun berhasil menggulingkan rezim dan memberi harapan baru bagi rakyat Yaman.

Berkenaan dengan agresi Arab Saudi dan koalisinya atas Yaman. Arab Saudi menganggap Yaman adalah bagian dari kerajaannya menangkap sinyal yang berbahaya bahwa berkuasanya Syiah Houthi di Yaman dapat mengancam eksistensi mereka yang satu waktu tertentu bisa saja melakukan penyerangan ke wilayah Arab Saudi.

Dimasa Malik Abdullah, meski kelompok Takfiri lahir dan besar di tangan Arab Saudi namun Malik Abdullah masih membatasi gerak mereka dan oknum-oknum tertentu yang justru dinilai berbahaya dijebloskan ke penjara, namun dengan terjadinya peralihan kekuasaan di Arab Saudi menyusul kematian Malik Abdullah, maka kelompok takfiri sekarang mendapat angin segar dan ruang geraknya diperluas. Namun dari kebijakan baru Arab Saudi ini bisa diprediksi, kelak Arab Saudi akan mendapat sendiri getahnya sebab kelompok takfiri ibarat bola liar yang sulit dikontrol.

Mekah dan Madinah bukan Milik Kerajaan Saudi

Mekah dan Madinah adalah dua kota suci yang merupakan milik dunia Islam, milik semua umat Islam di dunia, meskipun secara teritorial berada dalam wilayah kerajaan Arab Saudi. Namun sangat disayangkan, Arab Saudi menganggap Haramain tersebut adalah milik mereka, dan secara sepihak menguasai penuh penggunaan dan pengelolaannya dengan hanya bercirikan satu mazhab tertentu, dengan mengabaikan realitas dunia Islam terdiri dari beragam mazhab.

Bukan hanya memaksakan satu paham tertentu, peziarah di Mekah dan Madinah pun tidak mendapat jaminan keamanan, termasuk dalam beberapa kasus kriminal yang terjadi belakangan ini, yang dilakukan justru oleh petugas keamanan Arab Saudi sendiri. Ketidak amanan ini menunjukkan, Arab Saudi tidak memiliki kelayakan untuk mengelola Haramain.

Jika otoritas Arab Saudi tidak mampu memberikan kenyamanan kepada para jamaah umrah dan haji baik dari sisi pelaksanaan ibadah berdasarkan aturan mazhab yang mereka yakini maupun keamanan peziarah secara umum, maka sudah semestinya Arab Saudi membentuk suatu lembaga khusus yang mengelola Haramain yang beranggotakan ulama-ulama yang merupakan delegasi dari negara-negara muslim dan mewakili mazhab-mazhab yang ada. Sehingga dengan adanya kerjasama ini diharap pengelolaan Haramain bisa jadi lebih baik dan memberi pelayanan yang lebih maksimal kepada para peziarah.

Ini pula yang pernah ditegaskan oleh Imam Khomeini rahimahullah bahwa Arab Saudi tidak memiliki kelayakan untuk mengelola dua kota suci milik ummat Islam. (ARN/MM)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca