arrahmahnews

Tolikara Papua, Bisikan Asing dan Kelompok Pro Kemerdekaan

JAKARTA, Arrahmahnews.com – Berbagai langkah ditempuh oleh pemerintah untuk mencegah meluasnya insiden Tolikara Papua menjadi sebuah konflik sentimen keagamaan. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya bersama Panglima Kodam Jaya, Pemda DKI dan tokoh-tokoh agama serta Ormas Keagamaan membahas keamanan di Jakarta, terutama setelah munculnya insiden Tolikara Papua.

papuaa

Kekerasan Bukan Alat Penyelesaian

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian di Polda Metro Jaya Selasa (21/7) menjelaskan, dalam pertemuan itu disepakati untuk lebih berhati-hati dalam menanggapi insiden itu. Tito yang juga mantan Kapolda Papua berpendapat ada dugaan keterlibatan kelompok pro kemerdekaan dalam peristiwa itu.

“Karena kalau tidak paham setting-nya, ini ada beberapa kelompok, saya tahu, yang menginginkan kemerdekaan. Dan itu salah satu settingnya adalah mengungkap permasalahan konflik, isu hak asasi manusia, lain-lain. Selalu itu yang dikumandangkan terus menerus,” ungkap Tito.

Mengenai kelompok mana yang mengambil keuntungan dari insiden Tolikara tersebut, Tito Karnavian tidak mau menyebutkan orang atau kelompok tersebut. Tito berharap, semua kalangan dapat memberi kesempatan kepada pihak kepolisian melakukan penyelidikan kasus insiden Tolikara.

Senada dengan Kapolda Metro Tito Karnavian, Staf Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan Purwanto dalam kesempatan terpisah mengungkap selain ada dugaan kelompok pro kemerdekaan, juga ada peran kekuatan asing, yang bermain dalam peristiwa itu.

“Di sana multikompleks ya. Termasuk juga masalah gerakan pro kemerdekaan memang ada. Nah, ini memang ada dugaan-dugaan tertentu yang sedang didalami. Apakah itu ada unsur pro kemerdekaan tadi. Lalu, sinyalemen ada keterlibatan asing yang notabene melakukan kerjasama secara tertutup dengan sejumlah elemen yang ada di Tolikara,” paparnya.

Wawan menambahkan, ada unsur perencanaan yang diatur sedemikian rupa sebelum insiden Tolikara itu terjadi. Apalagi menurutnya dari sejumlah saksi menyebut para penyerang pelaksanaan shalat Idul Fitri itu mayoritas berasal dari luar wilayah Tolikara.

“Ada banyak pihak yang ikut terlibat didalam penyerangan. Tentu ini sudah ada unsur perencanaan karena ada pergerakan massa yang jumlahnya signifikan. Dari 150 menjadi sekitar 2.000 an orang. Bahwa mereka yang hadir bukan masyarakat sekitar Tolikara. Karena banyak yang tidak dikenal atau tidak familiar, sehingga menimbulkan dugaan bahwa ada yang merencanakan untuk itu jauh-jauh hari. Sehingga harus diusut tuntas siapa provokasi di balik ini semua,” tegas Wawan.

Insiden pembubaran pelaksanaan shalat Idul Fitri Jum’at (17/7) di Tolikara Papua dipicu oleh adanya surat himbauan yang diduga dikeluarkan oleh kelompok Gereja Injil di Indonesia (GIDI). Dalam surat itu GIDI meminta agar umat muslim di Tolikara tidak melakukan shalat Idul Fitri karena pada saat yang bersamaan kelompok ini menyelenggarakan Seminar Kebaktian Kebangunan Rohani yang dihadiri para pemuka agama Kristen dari dalam dan luar negeri.

Aparat keamanan berupaya menghalau massa dengan melepaskan tembakan peringatan, namun massa malah melakukan aksi pembakaran belasan kios warga sekitar yang merembet pada bangunan mushola tempat berlangsungnya pelaksanaan shalat Idul Fitri. Momen idul fitri adalah momen paling pas untuk mengobarkan kerusuhan ini, karena pada momen semua umat Islam berkonsentrasi di hari raya Umat Islam Sedunia, khususnya di Indonesia.

Dan hal ini lebih dimantapkan lagi oleh pernyataan Azzam Mujahid Izzulhaq di akun FB nya, dia mengutip surat Pernyataan yang baru-baru ini dibuat oleh Benny Wenda (Pemimpin Kemerdekaan Papua Barat, sekarang tinggal di Oxford, Inggris dan mendapatkan perlindungan oleh Kerajaan Inggris) tentang kekerasan baru-baru ini di Tolikara, Papua.

“Di Papua Barat polisi dan militer Indonesia tidak dikirim untuk melindungi kita tapi untuk membunuh kami.”

Kepada Yang Terkasih semua orang,

Baru-baru ini kami di Papua Barat telah menyaksikan kejutan baru dan horor yaitu penembakan lebih dari 12 lebih dari orang-orang kami oleh militer dan polisi Indonesia, pada hari Jumat 17 Juli setelah kekerasan pecah di kota Tolikara.

Setelah sengketa agama di Tolikara, militer dan polisi Indonesia tiba dengan kekuatan penuh, tapi tidak berusaha untuk membantu meredakan situasi sama sekali. Tidak untuk melindungi rakyat dan menghentikan kekerasan, mereka malah melepaskan tembakan ke kerumunan orang Papua, melukai 11 orang dan menewaskan seorang anak berusia 15 tahun, Endi Wanimbo.

Stand Papua Di Perth Australia 14 Juni 2015

Kami orang Papua Barat memiliki perjuangan politik bersatu sepenuhnya damai untuk kemerdekaan. Masalah kita adalah dengan pendudukan ilegal Indonesia di negara kita, bukan antara orang-orang Kristen atau Muslim. Orang dipapua selalu hidup damai berdampingan dengan semua orang Papua yang berbeda agama tetapi polisi dan militer Indonesia selalu ingin dan selalu berusaha untuk membangkitkan konflik agama untuk menarik perhatian dunia dari perjuangan kemerdekaan kita.

Saya akan menunjukkan kepada dunia bahwa kita tidak akan terprovokasi dan kami akan terus bersatu dan damai dalam perjuangan kami demi kebebasan. Kami ingin Papua Barat sebagai bangsa merdeka dan menjadikan semua orang Papua, apapun agama, tetapi tentara Indonesia tidak demikian, Papua bukan yang menyebabkan kekerasan untuk mencoba dan membagi dan mengatur negara.

Saya berharap bahwa dunia akan terus melihat bagaimana militer dan polisi Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk melakukan genosida ini di Papua Barat dan terus menduduki negara saya secara ilegal. Indonesia harus menghentikan pendudukan ilegal ini dan memberikan Papua Barat kembali ke Papua sehingga semua orang Papua akhirnya bisa hidup dalam damai, harmoni dan kemerdekaan sebagai hak yang layak bagi semua orang di dunia. Dunia kini mencari tahu kebenaran tentang Papua Barat dan mendukung perjuangan kemerdekaan rakyat Papua. Indonesia adalah masalah, kemerdekaan untuk Papua Barat adalah solusinya.

Tertanda, Benny Wenda

Pemimpin Kemerdekaan Papua Barat

Spokesperson of the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)

Beberapa minggu yang lalu diadakan festival multikultural dan support pengungsi di Perth Australia, disitu ada sebuah stand dari Papua, mereka menyuarakan kampanye anti Indonesia oleh kelompok-kelompok pro kemerdekaan Papua. Segelintir orang Papua aja yang tidak Pro ke Indonesia tapi karena disuarakan begitu dahsyatnya oleh pemangsa kedaulatan NKRI.

Acara Papua

Festival multikultural dan support pengungsi di Perth Australia, 14 Juni 2015

Dan perhatikan sekarang, bukankah dengan pernyataan ini semakin terbuka bahwa tragedi pembakaran masjid, toko dan rumah warga Muslim di Tolikara BUKAN hanya karena intoleransi agama. Melainkan ADA SKENARIO BESAR di sebaliknya. (ARN/MM/VoaIndonesia/Fb Azzam MI)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca