JAKARTA, Arrahmahnews.com – Ada yang mengharukan dalam acara pelantikan pengurus Partai Bulan Bintang PBB kemarin, setidaknya bagi Ketua umumnya Yusril Ihza Mahendra. (Baca Perang Cerdas Ala Jokowi)
Yusril tidak percaya bahwa Presiden Jokowi menyempatkan diri datang ke acaranya. Padahal jika di kalkulasi secara strategi politik, PBB adalah partai gurem yang tidak mempunyai wakil seorangpun di DPR RI.
Yusril juga dikenal sebagai peng-kritik keras hampir setiap kebijakan Presiden, mulai dari pemberhentian mantan Kapolri Jendral Sutarman hingga masalah kartu sakti. Menariknya, kritikan Yusril menempati ruang-ruang media mainstream dalam skala besar tapi berbanding terbalik dengan acara partai PBB-nya yang miskin liputan. Ini menunjukkan media mainstream menyukai apapun yang berbentuk kritikan kepada Presiden dari siapapun.
Datangnya Presiden Jokowi ke acara partai gurem PBB, jelas meninggalkan sisi emosional mendalam bagi mereka. Itu seperti ditabok pake kain sutra, mengingatkan PBB bahwa biar bagaimana-pun kerasnya mereka terhadap Presiden, Presiden tetap memperhatikan mereka.
Politik moral yang ditunjukkan Jokowi layak di-apresiasi. Ia tidak saja mengunjungi acara yang diadakan partai-partai besar, juga organisasi massa besar seperti NU dan Muhammadiyah, tapi juga partai kecil yang selalu bersebrangan dengannya. Ia tidak berhitung secara politik bahwa PBB hanyalah partai kecil, tapi ia menghitung bahwa ketika ia mendatangi PBB maka masyarakat akan melihatnya sebagai seseorang yang berjiwa besar.
Pencitraan? Mungkin saja. Dalam posisi se-strategis Presiden, pencitraan itu hal yang wajb dilakukan. Pencitraan yang sama yang dilakukan PBB karena dengan mengkritik Presiden, maka nama partainya secara umum akan terangkat media dan nama ketua umumnya Yusril Ihza Mahendra juga akan terangkat ke atas sehingga mereka yang butuh lawyer-pun akan mengingat namanya.
Saya jadi teringat kata seorang teman, seorang politikus senior, waktu kami ngopi bersama. “Anda sulit mendapatkan perhatian dari orang besar bahkan ketika nama anda sebesar nama mereka. Karena ketika kebesaran itu disatukan, yang ada hanyalah penyatuan kepentingan. Tetapi ketika anda seorang yang besar dan memperhatikan mereka yang kecil, maka yang anda dapatkan adalah penghormatan dan loyalitas. Dalam politik, kehormatan dan loyalitas itu adalah senjata ampuh untuk memenangkan pertarungan dibandingkan kepertingan yang ikatannya sangat rentan”.
Beginilah cara Jokowi membalik hitungan saat ia menjadi walikota Solo. Ketika pilkada Solo tahun 2005 ia hanya mendapat suara 36 persen saja, tapi 5 tahun kemudian pada tahun 2010 ia mutlak mendapat suara 90 persen dari warga Solo.
Apa senjatanya sampai bisa menang mutlak begitu ? Karena ia selalu memperhatikan mereka-mereka yang kecil dan merangkul mereka yang berseberangan dengannya.
Jadi anda bisa maklum, kenapa banyak yang takut dengan langkah-langkah Presiden Jokowi sehingga mereka selalu ingin membunuh karakternya melalui media mereka. (ARN/MM/DS)
