arrahmahnews

Aylan dan Galip Kurdi, Bongkar Krisis Pengungsi Yang Tak Sanggup Ditutupi Media Barat

JAKARTA, Arrahmahnews.com  Tiba-tiba media dunia seperti baru menyadari bahwa ada krisis pengungsi yang sangat serius terjadi. Meski sesungguhnya krisis pengungsi sudah ada sejak lama, termasuk pengungsi Afrika yang tak terhitung jumlahnya. Para pengungsi ini melarikan diri dari negara mereka,  tak terhitung pula  yang telah meregang nyawa dalam perjalanan mereka ke Eropa. Fakta bahwa tidak satupun dari para pengungsi itu adalah orang-orang “kulit putih” tampaknya adalah masalah utama dibalik kurangnya respons global terhadap bencana mengerikan yang sangat luas ini. (Baca Kronologi Tenggelamnya Dua Bocah Lucu Suriah ‘Aylan dan Galip’)

index 2

Congolese-RefugeesFoto seorang bocah kecil dari Suriah berusia 3 tahun, Aylan Kurdi, yang dilaporkan terdampar, dengan posisi tertelungkup di atas pasir karena perahu karet yang dinaikinya tenggelam, saat hendak menyeberang dari Turki menuju Yunani, telah mengetuk hati sanubari pembaca di Barat. (Baca “Malaikat” Kecil Suriah, Sentil Para Pemimpin Arab)

The Guardian melaporkan bahwa kematian anak laki-laki kecil dari Suriah tersebut telah membangkitkan opini publik dan menekan Eropa untuk segera mengambil aksi nyata mengenai krisis pengungsi ini. Komisi tinggi PBB juga akhirnya menyeru kepada Uni Eropa untuk segera menangani 200.000 lebih pengungsi dalam sebuah program relokasi massal. Inggris dilaporkan telah menyetujui untuk mengambil 4.000 pengungsi, dan Jerman berencana menerima sekitar 800.000 pencari suaka tahun ini.

The Independent, lebih memfokuskan mengenai krisis pengungsi Suriah yang dianggap sebagai efek dari perang sipil yang tak berkesudahan disana. Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun yang kini berada di Hongaria bersama dengan saudarinya mengatakan, “Kami mohon, tolonglah warga Suriah. Warga Suriah butuh pertolongan sekarang. Tolong hentikan perang. Kami tak ingin tinggal di Eropa, hentikan saja perang,” ungkap anak tersebut. “Polisi tak menyukai warga Suriah di Serbia, Hongaria, Macedonia, bahkan Yunani,” tambahnya.

Sebuah petisi kepada parlemen Inggris juga dibuat dan diharapkan akan memaksa negara untuk mengatasi masalah dengan menawarkan suaka yang lebih proporsional dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya.

Sebenarnya krisis pengungsi Suriah bukannya baru saja dimulai. Sebagaimana dilaporkan Washington Post, sekitar 11 juta orang, atau hampir setengah dari seluruh populasi di Suriah telah meninggalkan negara itu atau tewas semenjak tahun 2011, dan dalam hal ini, 4 juta orang telah dipaksa keluar dari negerinya. Parahnya,  PBB telah melaporkan kekurangan dana besar dalam menangani jutaan pengungsi Suriah.

Kasus Aylan yang terdampar berhasil membuat beberapa outlet media kini beramai ramai memfokuskan diri pada krisis pengungsi Suriah di Mediterania. Contohnya, Quartz menyatakan bahwa foto tersebut, telah menggugah kesadaran di Eropa dengan caranya yang baru yaitu “sebagai sebuah simbol mengenai apa yang terjadi saat kemanusiaan  gagal”. Quartz juga melaporkan bahwa 638 migarn telah tewas saat berusaha menyeberangi lautan Mediterania, hanya pada bulan Agustus ini saja. Sedang 3.600 an pengungsi diperkirakan tewas di seluruh dunia pada tahun ini, menggaris bawahi hal ini terkait juga dengan adanya krisis global.

Media-media tersebut juga menguak kenyataan antara upaya negara-negara Eropa yang ingin melakukan sesuatu yang lebih terhadap krisis dan menolong lebih banyak lagi pengungsi, dan adanya rasisme di Eropa sendiri dalam pelaksanaan pertolongan itu. sebagai contoh, Hongaria kini telah menutup pintu bagi semua pengungsi, sedang sebagian negara-negara Eropa seperti Polandia, Bulgaria, Slovakia dan Republik Chechnya menunjukkan keburukan mereka sendiri dengan keputusan untuk lebih memilih pengungsi kristen atau non muslim untuk bisa diterima di negara mereka.

Sebuah pernyataan dari presiden Rusia, Vladimir Putin sebagaimana dilaporkan RT, menyebut bahwa AS yang diikuti secara buta oleh Eropa, telah melakukan kebijakan politik luar negeri yang ‘menyesatkan’ di Timur Tengah dan Afrika Utara tanpa mempertimbangkan karakteristik sejarah, agama, nasional dan budaya lokal.

 “Amerika,” kata Putin,” tidak harus menanggung akibat dari krisis pengungsi yang disebabkan olehnya, tapi Eropa yang harus menanggungnya.”

BBC, melaporkan berita mengenai artis pemenang Oscar, Emma Thompson, yang menyalahkan Inggris dan menyebut bahwa latar belakang rasisme adalah penyebab Inggris menolak untuk menerima lebih banyak lagi pengungsi.

“Jika orang-orang ini adalah kulit putih, warga Eropa, yang datang akibat dari pemerintahan diktator seperti yang terjadi di Bosnia, jika saja mereka yang datang, aku rasa kita akan merasakan perbedaan terhadap cara penanganannya,” ungkap Thompson pada BBC.

Berbeda dengan banyak fokus media, Deutsche Welle mengulas masuknya pengungsi Afrika ke Eropa. Ribuan orang Afrika telah menyeberangi Mediterania dalam sebuah perjalanan berbahaya, demi melarikan diri dari kesulitan ekonomi, pelanggaran hak asasi manusia, perang, dan konflik etnis serta agama yang tak kunjung usai di negara-negara mereka. Misalnya, lebih dari 300.000 orang mengungsi dari Eritrea tahun lalu. Menurut PBB, banyak dari para pemuda itu melarikan diri dari wajib militer. Laporan ini juga menunjukkan bahwa Nigeria, Somalia, Gambia, Sudan Selatan dan Senegal, serta negara-negara Afrika lainnya adalah negara dengan paling banyak pengungsi berasal sebelum krisis Suriah merebak. (ARN/AB/RM)

Comments
To Top
%d blogger menyukai ini: