arrahmahnews

Andrew Korybko: Kampanye Gulingkan Assad Bentuk Keangkuhan Amerika (Bag 2, Tamat)

RUSIA, Arrahmahnews.com – Pada artikel bagian pertama disebutkan bahwa keangkuhan Amerika yang menyebabkan kehancuran di Suriah dan upaya penggulingan Bashar Assad, pada artikel bagian kedua ini mengulas bahwa rakyat sangat mendukung pemerintahan Bashar Assad mari kita sama-sama membaca ulasan ini. (Baca Andrew Korybko: Kampanye Gulingkan Assad Bentuk Keangkuhan Amerika (Bag 1))

Kehendak Rakyat

Tapi terjadi sesuatu yang “salah” seperti biasanya dengan rencana AS itu. Dan kesalahan itu adalah, bahwa rakyat Suriah sepenuhnya menolak taktik Ikhwanul Muslimin terhadap perubahan rezim di negaranya. Mereka lebih memilih untuk melestarikan kesekuleran dan ke-multikultural-an masyarakat yang dalam peradaban Suriah hal itu telah terkenal secara historis.

Rakyat Suriah Mendukung Bashar Assad

Untuk alasan sederhana ini, upaya melakukan revolusi warna di Suriah telah gagal total sejak dari awal. Dan itulah mengapa AS dan sekutunya (yaitu Turki, Qatar, dan Arab Saudi) kemudian berusaha mengubahnya menjadi perang tak lazim dengan mempersenjatai proksi-proksi mereka dan memerintahkannya untuk meningkatkan kudeta lunak  menjadi kudeta kasar, keras dan ngawur.

Dan hasil dari perang Hybrid yang telah dikobarkan selama empat setengah tahun ini hanyalah terbukanya obsesi geopolitikal AS untuk mewujudkan terjadinya perubahan rezim. Jauh dari menyadari bahwa rakyat sudah dengan tegas menolak pendekatan ini semenjak dari awal, AS dan sekutunya justru berusaha memperkuat elemen-elemen proksi mereka di dalam negeri Suriah dengan memperbolehkan prajurit-prajurit asing membanjiri negara itu melalui perbatasan dengan Turki. (Baca Wikileaks File; AS Berencana Jatuhkan Assad Semenjak 2006)

Ditengah gempuran eksternal yang diluncurkan terhadap mereka ini, rakyat Suriah terus berani membela dan secara demokratis menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa mereka mendukung pemerintahannya. Hal ini terbuktu melalui sebuah referendum konstitusional di tahun 2012 yang disahkan dengan margin 89% dan dengan partisipasi 57% dari seluruh penduduk, serta dengan terpilihnya kembali Presiden Assad sebagai presiden, pada tahun 2014 dengan 88,7% suara di mana 73% dari pemilih ikut mengambil bagian dalam pemilu.

Dua rangkaian kartu truf itu menunjukkan partisipasi dan legitimasi politik yang biasa diberlakukan di negara-negara barat dan para pemimpinnya. Dan seperti apa yang pernah dikatakan presiden Assad, bahwa tidak mungkin ia masih bisa tinggal di kantornya selama perang ini jika ia tidak benar-benar mendapat dukungan dari sebagian besar rakyatnya.

Hal ini juga menjelaskan bahwa mereka yang sekarang menjadi pengungsi dari negara itu, waktu itu belum mengungsi. Mereka memutuskan untuk tetap tinggal di tanah airnya dan mencari keselamatan di bawah perlindungan Pasukan Suriah yang melindungi sekitar 80% masyarakat Suriah.

Walaupun begitu, AS dan sekutunya yang keras kepala dengan seenaknya telah mengabaikan kehendak rakyat Suriah dan justru dengan sengaja terus memasok persenjataan dan prajurit-prajurit asing ke dalam negeri Suriah dan tetap melakukan kebodohan yang sama lagi dan lagi. Hal ini seperti apa yang disebut dalam peribahasa, “melakukan hal yang sama namun berharap akan hasil yang berbeda”.

AS dan sekutunya berharap, “Jika situasi terurai, maka akan ada kemungkinan untuk mendirikan sebuah kerajaan Wahabi yang bisa di deklarasikan di Suriah bagian Timur (Hasaka dan Der Zor), dan inilah yang sesungguhnya yang diinginkan pihak oposisi dukungan asing. Yaitu untuk mengisolasi pemerintahan Suriah, yang dianggap sebagai bagian ekspansi Syiah (Irak dan Iran). (Baca Bashar Assad: Ideologi Ekstrim Ancaman bagi Eksistensi Bangsa Arab)

Inilah penjelasan yang disebutkan oleh Duta Besar Suriah untuk Rusia, Riyadh Haddad dalam sebuah wawancaranya baru baru ini. Ia menuding AS telah menggunakan terorisme dalam usahanya melakukan perubahan pemerintahan di dalam negerinya. Presiden Putin pun menindak lanjuti hal itu dalam pertemuan CSTO, dengan memperingatkan negara-negara lain akan resiko berbahaya yang harus mereka hadapi jika bermain double standard terhadap para teroris dan menggunakan para teroris itu untuk secara langsung maupun tak langsung sebagai taktik untuk meraih tujuan-tujuan tertentu.

Untuk membendung gelombang teror yang telah dikeluarkan AS di Timur Tengah, Rusia kemudian melakukan langkah-langkah dengan menyusun koalisi anti-ISIS yang inklusif. Presiden Putin diperkirakan akan menggunakan keynote speech-nya ini di Majelis Umum PBB pada akhir bulan ini untuk menunjukkan kasus yang sesungguhnya, bahwa situasnya sama sekali bukanlah mengenai perubahan rezim, dan bahwa seluruh dunia harus bersatu dalam mendukung Suriah dan berjuang bersama negara itu  di garis depan melawan teror.

Keangkuhan Amerikalah yang telah membawa dunia ke dalam kekacauan dahsyat ini, tapi jika anda bertanya kepada Rusia, Kerendah-hatian Suriahlah yang akan mengeluarkan kita dari semua itu. (ARN/RM/MM/MN/Sputnik)

  • Penulis; Andrew Korybko
  • Andrew Korybko adalah seorang analis politik, wartawan dan kontributor untuk beberapa jurnal online, serta anggota dewan ahli Lembaga Kajian Strategi dan Prediksi di Universitas People’s Friendship di Rusia. Ia mengkhususkan diri dalam urusan dan geopolitik Rusia, khususnya strategi AS di Eurasia. Hal-hal lain yang menjadi perhatiannya meliputi  taktik perubahan rezim, revolusi warna dan perang konvensional yang digunakan di seluruh dunia. Bukunya yang berjudul “Hybrid Wars:The Indirect Adaptive Approach To Regime Change” secara rinci mengnalisa situasi di Suriah dan Ukraina dan membuktiakan bahwa semua yang terjadi di dua negara tersebut menunjukkan strategi perang model baru yang dilancarkan oleh Amerika Serikat.
Comments
To Top
%d blogger menyukai ini: