arrahmahnews

Perang Suriah Bongkar Strategi Zionis-Amerika Hancurkan Islam dan Musuhnya

JAKARTA, Arrahmahnews.com – Ada kelucuan yang luar biasa menganggap Negara Federasi Rusia itu adalah Negara Komunis, karena Komunis disana sudah bubar sejak 1991, Sistem Ekonomi Komunis dan Sistem Pemerintahan Komunis gagal mengendalikan ekonomi yang saat itu dikuasai barang barang selundupan, Uni Soviet juga tidak mampu membiayai identitas dirinya sebagai Negara Adikuasa yang mensponsori revolusi dimana mana, tidak seperti Amerika Serikat yang masih banyak negara berkembang yang dikuasainya, Soviet gagal.

12065989_10153183436937444_2179771800116753769_n

Menipisnya Supply ekonomi ke Soviet dipandang oleh Gorbachev disebabkan tidak adanya keterbukaan politik, dan Gorby lantas memulihkan ekonomi Soviet dengan glasnost (keterbukaan politik), perestroika (restrukturisasi ekonomi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan ekonomi).

Namun akibatnya sistem komunis Soviet porak poranda. Setelah dibubarkan Boris Yeltsin, Soviet terpecah-pecah, hanya saja kini yang menguasai Rusia (Negara inti di Soviet) adalah kaum Nasionalis Tsarian. Nah, salah satu kaum Nasionalis itu adalah Vladimir Putin dengan organ politiknya : “Partai Rusia Bersatu”. Sekarang yang berkembang di Rusia adalah “Ideologi Nasionalis” yang dapat suara di Pemilu kemarin sekitar 50 % suara, sementara Partai Komunis Rusia dibawah Gennady Zyuganov malah cuman dapat 16 % suara. Tapi lucunya akibat propaganda Amerika yang liberal, Rusia masih dianggap sebagai Negara Komunis. (Baca juga: Rusia Diantara Dilema Barat dan Kelompok Takfiri di Suriah)

Ideologi Putin bukan ideologi Komintern (Komunis Internasional), tapi lebih mirip ideologi Nasionalis Sun Yat Sen, atau juga ideologi Nasionalis Sukarno. Putin beranggapan masa depan dunia adalah masa depan Nasionalis. Inilah kenapa Putin menganggap penjajahan terselubung Inggris dan Amerika Serikat harus dihancurkan.

Zionis-Amerika dibalik Perang Suriah

Kenapa dihancurkan? Putin memandang, salah satu penyebab gap kekayaan di dunia ini adalah Berlakunya “Komprador antara Amerika Serikat dan Inggris dengan penguasa negara-negara berkembang, sehingga negara berkembang sulit maju”. Dikuasainya blok-blok Perdagangan oleh Amerika dan Inggris juga menyulitkan negara besar lain untuk berdagang secara fair, padahal diluar Amerika dan Inggris mulai tumbuh negara negara besar seperti : Brasil, India, RRC, Rusia, Korea Selatan, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Argentina. Negara negara ini dipersulit dalam membangun perdagangan bebas, yang secara monopoli sudah dikuasai Amerika Serikat dan Inggris.

Di Timur Tengah, Inggris sudah menguasai sejak lama, saat itu Inggris mendepak Turki Ustmaniyyah dari pengaruhnya di Timur Tengah, Inggris mencaplok Irak, Palestina dan Nejed. Di Nejed Saudi, Inggris kerjasama dengan negara Arab Saudi. Sementara di Israel dengan taktis Inggris melakukan perjanjian Balfour, dimana kemudian muncul apa yang disebut deklarasi Balfour (1917) ialah surat tertanggal 2 November 1917 dari Menteri Luar Negeri Britania Raya/Inggris; Arthur James Balfour, kepada Lord Rothschild (Walter Rothschild, 2nd Baron Rothschild), pemimpin komunitas Yahudi Inggris, untuk dikirimkan kepada Federasi Zionis. Surat itu menyatakan posisi yang disetujui pada rapat Kabinet Inggris pada 31 Oktober 1917, bahwa pemerintah Inggris mendukung rencana-rencana Zionis buat ‘Tanah Air’ bagi Yahudi di Palestina, dengan syarat bahwa tak ada hal-hal yang boleh dilakukan yang mungkin merugikan hak-hak dari komunitas-komunitas yang ada di sana. (Baca juga: Kebencian Barat Terhadap Islam Semakin Tampak Jelas)

Palestina segera ditiadakan, padahal kemajuan Palestina yang paling pesat justru di jaman Umar Ibn Khattab, yang kemudian puncaknya di masa Sultah Shalahuddin al-Ayyubi. Disini Inggris secara sistematik tidak mengakui masa-masa dimana kekuasaan Islam berkuasa di Timur Tengah, dan juga mencegah agar Palestina tidak menjadi negara merdeka di kemudian hari. Inggris sengaja menempatkan Israel sebagai negara “Kantong” Pelabuhan ekonomi di Timur Tengah, sama dengan waktu Inggris menjadikan Singapura sebagai Negara kantong di Pelabuhan Singapura.

Rusia melihat bahwa apa yang dilakukan Amerika Serikat dan Inggris sudah sangat keterlaluan. Di Libya, Amerika Serikat mendorong kudeta terhadap Kolonel Khadaffi, tapi apa yang terjadi kemudian Negara Libya bangkrut total, kekacauan dimana-mana. Di Mesir juga terjadi hal yang sama, kini Suriah dimainkan. Bila permainan domino dengan selubung demokrasi liberal ini menang, bukan tak mungkin Amerika akan menghajar seluruh negara berkembang yang mencoba independen.

Kemudian secara mendadak muncullah negara ISIS, sebuah negara yang mengaku sebagai Negara Islam, tapi kelakuannya bikin ngeri, di Irak seorang anggota Parlemen menangis bicara soal pembantaian ISIS pada suku Yezidi, sementara seluruh dunia diam ketika ISIS melakukan pemenggalan-pemenggalan kepala.

Amerika Serikat selintas hanya main-main saja gempur ISIS, bahkan Hillary Clinton menyatakan ISIS adalah negara hasil buah tangan agen intelijen Amerika Serikat. Putin sendiri hanya butuh 2 minggu menghancurkan ISIS, sementara Obama sampai dua tahun, itupun ogah-ogahan. (Baca juga: Hillary Clinton Sebut Kegagalan AS di Suriah)

Amerika Serikat jelas menginginkan minyak timur tengah, setelah menyelesaikan “Angin Demokrasi” ke negara-negara Timur Tengah dan Maghribi, kini Amerika Serikat mengincar Minyak Iran dan jaringannya, lalu isu apa yang paling seksi bisa dimainkan, Amerika tidak lagi melihat isu “Palestina vs Israel” isu “Yahudi lawan Islam”, tapi isu sektarian yang dimainkan sekarang yaitu “Syiah vs Sunni”, pemecahan ini akan membuat negara negara arab gampang digiring ke lembah perpecahan, disinilah kemudian Amerika Serikat terus menjaga konflik di Timur Tengah.

Di sisi lain Putin mulai jengah dengan permainan Amerika Serikat yang ingin terus mendominasi dunia, yang akibatnya adalah melemahkan negara-negara lain untuk berkembang.

Kini Putin memberikan pelajaran bagi dunia, apa artinya pembebasan. Karena setelah Konflik Suriah selesai, Putin juga berkomitmen membebaskan Palestina, oleh sebab itu negara yang paling ngeri sama Putin sekarang ini adalah Israel. (ARN/MM/FB Anton-DH-Nugrahanto)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca