arrahmahnews

Mewujudkan Sumpah Pemuda Dalam Bela Negara

JAKARTA, Arrahmahnews.com – Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak pembentukan sampai dengan pembangunannya adalah hasil perjuangan dan kerja keras seluruh komponen bangsa. Masing-masing telah berkontribusi dan mengambil peran sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya. Sebelum merdeka kontribusi tersebut lebih fokus pada perjuangan untuk melawan penjajah dengan sukarela dan tanpa pamrih.

Setelah kemerdekaan, kontribusi warga negara dalam membela negara untuk mengisi pembangunan yang telah dituangkan dalam UUD 1945, dilakukan dalam berbagai bentuk pengabdian yang seyogyanya juga dilaksanakan atas kesadaran yang tinggi.

Dihadapkan kepada perkembangan dewasa ini, kita bersama-sama menyadari bahwa telah terjadi fenomena degradasi wawasan kebangsaan generasi bangsa yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Kita menyambut baik dampak positif dari kemajuan tersebut bagi pembangunan bangsa, namun kita tidak boleh menutup mata dan harus mewaspadai dampak negatif yang ditimbulkan. Oleh karena itu, upaya menangkal dampak negatif tersebut harus dilakukan agar pola sikap dan pola tindak setiap warga negara tetap berlangsung sesuai dengan kearifan bangsa Indonesia yang sangat majemuk ini.

Melalui upaya tersebut, diharapkan akan tercipta wawasan kebangsaan dan kesadaran setiap warga negara untuk melakukan yang terbaik bagi bangsa dan negaranya dalam bentuk kesadaran membela negara yang selalu tercermin dan teraktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai peran dan profesi masing-masing.  Hal ini akan menjadi modal sosial bangsa dalam membangun untuk menjadi negara yang maju, berkepribadian, berkebudayaan Indonesia dan sejajar dengan negara maju lainnya dalam peradaban dunia.

Untuk memahami arti penting pembentukan kader Bela Negara, kita perlu memperhatikan kompleksitas ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara agar kita dapat mempersiakan diri untuk memperkokoh ketahanan bangsa disegala bidang. Sesuai dengan analisa ancaman terhadap pertahanan, negara-negara di dunia menghadapi ancaman militer, non militer dan ancaman hibrida (hybrid warfare) atau gabungan ancaman militer dan non militer.

“Bagi bangsa Indonesia yang cinta damai dan lebih mencintai kemerdekaannya, ketiga persepsi ancaman tersebut dikategorikan sebagai ancaman “belum nyata” dan “ancaman nyata”,” ujar Menhan Ryamizard Ryacudu saat memberikan sambutan pada pembukaan pembentukan kader Bela Negara Tingkat Nasional di Badiklat Kemhan RI, di Jakarta, 22 Oktober.

Ancaman “belum nyata”, kata Menhan, adalah konflik terbuka atau perang konvensional di mana yang berhadapan adalah kekuatan alutsista antar Negara, yang pada saat ini dan dalam dekade kedepan kemungkinannya kecil terjadi di Indonesia. Karena Indonesia berada dalam kawasan ASEAN, kita sudah sepakat antar negara-negara anggota ASEAN apabila terjadi perselisihan maka penyelesaiannya tidak boleh dengan kekerasan bersenjata, namun harus dilakukan dengan cara dialog untuk mencari penyelesaian masalah secara persaudaraan, hal ini sudah teruji selama 48 tahun sejak pembentukan ASEAN.

Mungkin ada yang bertanya bagaimana dengan Australia? Menurut Menhan Ryamizard, sebagai negara terdekat setelah ASEAN, Australia bukan merupakan ancaman kita, hanya orang-orang saja yang menyimpulkan dan menilai bahwa Australia merupakan ancaman. Namun demikian, kita harus tetap waspada mengingat potensi konflik militer dapat saja terjadi khususnya ketika sangat mengganggu kepentingan nasional.

Sementara “ancaman nyata”, adalah ancaman yang saat ini sedang kita hadapi dan sewaktu-waktu dapat terjadi, serta berpengaruh terhadap ketahanan nasional seperti Terorisme dan Radikalisme; Separatis dan Pemberontakan; Bencana Alam; Pelanggaran Perbatasan; Perompakan dan Pencurian Sumber Daya Alam; Wabah Penyakit; Perang Siber dan Intelijen serta Peredaran dan Penyalahgunaan Narkoba.

Dari ancaman nyata tersebut ada beberapa hal yang harus disoroti karena berkaitan erat dengan perhatian kita saat ini yaitu: Terorisme dan Radikalisme, Perang Siber dan Intelijen serta Penyalahgunaan Narkoba. Ancaman inilah yang sangat berpotensi melemahkan nilai-nilai wawasan kebangsaan suatu negara. Sebagai contoh, penyebaran faham radikalisme yang dilakukan melalui dunia siber atau media sosial untuk mempengaruhi pola pikir yang lebih tepatnya proses pencucian otak. Penggunaan Narkoba dengan sasaran generasi muda yang telah merusak mental bahkan membinasakan setiap hari 50 orang meninggal. Untuk itulah, kita harus melakukan upaya pencegahan dan penangkalan agar bangsa ini memiliki ketahanan terhadap ancaman-ancaman tersebut.

Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup suatu negara. Dan sumber daya manusia harus dibina agar memiliki jiwa dan raga yang sehat sehingga tidak mudah di adu domba. Mengapa hal ini penting? Karena harus disadari bahwa sasaran perang kedepan lebih tertuju pada pikiran manusia (perang cuci otak), sehingga pembinaan kesadaran bela negara sangat penting bagi negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia ini.

Sasaran yang ingin dicapai melalui pembinaan kesadaran Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara, serta mempunyai kemampuan awal bela negara, dan memiliki karakter bangsa, optimisme,  disiplin,  kerja sama serta kepemimpinan. Jadi kesadaran inilah yang ingin saya tekankan untuk ditanamkan sebagai landasan sikap dan perilaku bangsa Indonesia sebagai bagian dari revolusi mental untuk membangun daya tangkal bangsa dan negara Indonesia.

“Saya juga meyakini jika setiap warga negara memiliki kesadaran Bela Negara dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari maka secara kolektif akan memberi efek penggentar (detterence effect) bagi bangsa dan negara lain yang ingin mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa Indonesia,” ujar Menhan Ryamizard.

Hak dan kewajiban warga negara dalam upaya bela negara telah diatur dalam konstitusi kita. Bela negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap warga negara, sehingga tidak seorangpun warga negara menghindar dari kewajiban ikut serta dalam pembelaan negara kecuali ditentukan dengan Undang-Undang. Bela Negara memiliki spektrum yang sangat luas, mulai wujud yang paling halus sampai yang paling keras, mulai hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata maupun musuh bersenjata.

Dihadapan peserta Bela Negara Tingkat Nasional, Menhan Ryamizard Ryacudu, memberikan beberapa penekanan sebagai pedoman kita semua dalam menyamakan persepsi agar makna hakiki Bela Negara tersebut dapat dipahami dengan sebenar-benarnya. Pertama, hakikatnya Bela Negara sudah ada sebelum negara ini berdiri, kemudian setelah kemerdekaan Bela Negara tersebut dicantumkan dalam UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dalam pelaksanaan bela negara bagi warga negara. Program PKBN dilaksanakan untuk menyadarkan akan hak dan kewajiban warga negara terhadap pembelaan negara.  Upaya yang dilakukan saat ini adalah dalam rangka memenuhi hak warga negara, yang dilakukan untuk menumbuh kembangkan kecintaan kepada negara dan bangsa, bukan pemaksaan kewajiban warga negara tetapi lebih kepada pembinaan kesadaran.

Kedua, Program Pembinaan Kesadaran Bela Negara merupakan program tahunan Kemhan, dituangkan dalam pelaksanaan Tugas dan Fungsi Direktur Bela Negara Ditjen Pothan. Sehingga kegiatan dilakukan menggunakan anggaran rutin untuk TA. 2015. Selanjutnya pada Tahun 2016 direncanakan pembentukan Kader Bela Negara dilakukan di Kab/Kota masing-masing dengan menggunakan potensi Pembina Kader Bela Negara yang telah dibentuk, sementara penganggarannya menggunakan dana APBN dan APBD masing-masing Kab/Kota, dan Kementerian/Lembaga terkait.

Ketiga, Kegiatan Kader Pembinaan Kesadaran Bela Negara bukan merupakan wajib militer, karena kegiatan Pembinaan Kesadaran Bela Negara dilakukan untuk membangun karakter bangsa dan kesadaran warga negara dalam mengamalkan nilai-nilai bela negara dalam segala aspek kehidupan. Program ini adalah upaya pemerintah dalam rangka memfasilitasi akan hak warga negara dalam pembelaan negara,  bukan dalam rangka memfasilitasi  kewajiban warga negara dalam pembelaan terhadap negara yang harus diatur oleh Undang-Undang.

Oleh karena itu, Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan telah mencanangkan terbentuknya 100 juta Kader Bela Negara di seluruh Indonesia. Merekalah yang diharapkan akan menjadi kader yang mampu mensosialisasikan dan mengaktualisasikan kepada lingkungannya sekaligus sebagai agen perubahan untuk mewujudkan gerakan nasional bela negara. Kesadaran dan aktualisasi sikap mental bela negara itulah yang secara langsung dan tidak langsung mendukung usaha terbangunnya sistem pertahanan negara yang bersifat semesta. [ARN/MM]

Comments
To Top
%d blogger menyukai ini: