arrahmahnews

Koalisi Anti-ISIS Gunakan ISIS Untuk Lawan Bashar Assad

SURIAH, Arrahmahnews.com – Negara Islam Irak dan Sham (ISIS) telah membuat malapetaka di Suriah dan Irak dengan serangan teror tanpa ampun mereka, pembantaian terhadap kelompok minoritas (etnis dan agama), pencabutan kebebasan sosial, dan penyebaran wabah ideologi ekstrim. (Baca juga: Kupas Tuntas Kejahatan ISIS (1))

Rakyat Suriah di Latakia Dukung Presiden Bashar Assad

Sebelumnya kelompok teroris ini relatif tidak dikenal sampai mereka menyita perhatian dunia dengan badai di musim panas 2013, menguasai ibukota provinsi Ninawa, tanpa perlawanan dari 10.000 prajurit Angkatan Darat Irak yang ditugaskan untuk melindungi kota Mosul.

Tiba-tiba, kelompok militan ini berubah menjadi Islamic State in Iraq And Suriah (ISIS) yang identik dengan terorisme dan radikalisme; tapi, ini bukan masalah bagi dunia, itu adalah masalah bagi rakyat Irak dan Suriah. (Baca juga: Dua Wajah ISIS)

Setelah sejumlah kemenangan di medan perang pada tahun 2014, ISIS akhirnya dinyatakan sebagai ancaman bagi dunia oleh pemerintah Amerika Serikat (AS), yang memulai serangkaian serangan udaranya di akhir 2014.

Dengan meningkatnya paranoid ISIS yang menyebar ke seluruh dunia, AS melanjutkan ofensif publik; ini berarti pembentukan “Koalisi Anti-ISIS” dari negara-negara yang Obama bisa berparade kekuatan bersama untuk memerangi kelompok teroris di Suriah dan Irak.

Satu masalah: Koalisi Anti-ISIS tidak mencegah kemajuan kelompok teroris; sebaliknya, mereka memaksa kelompok teroris untuk berkonsentrasi dalam pejuangan mereka ke tempat-tempat lain di wilayah Suriah.

Karikatur Isis Irak

AS dan sekutunya mengklaim telah membom posisi ISIS selama pertempuran di Kobane, Aleppo, Raqqa, Ramadi, Tikrit, Anbar dan lainya. Namun, anehnya kelompok teroris itu tidak habis-habis bahkan semakin bertambah daerah kekuasaannya. (Baca juga: Turki Tempatkan Milisi Turkmen di Aleppo)

Militan ISIS bebas melakukan mobilisasi dari Al-Raqqa ke Deir Ezzor tanpa takut apapun dari serangan udara AS dan sekutu mereka. Mereka pun bebas keluar masuk Turki-Suriah tanpa takut ditangkap tentara penjaga perbatasan Turki.

Yang lebih menyedihkan hingga kini tidak ada laporan keberhasilan dari operasi AS dan koalisi, dan tidak pernah pemerintah Turki mengklaim telah menangkap militan yang mencoba menyebrang ke perbatasan. Bukankah AS terdepan dalam kemajuan di bidang teknologi, kemana satelit-satelit canggih mereka? Kenapa satelit-satelit itu tidak mampu mendeteksi keberadaan ISIS? Kalau NASA saja mampu mendeteksi adanya air di Mars, lalu kenapa tidak mampu mendeteksi ISIS yang keberadaannya masih di bumi bukan planet lain?

Menurut sumber Militer Pertahanan Udara Suriah, ada banyak kesempatan bagi koalisi Anti-ISIS untuk membombardir ISIS, terutama saat mereka mengirim pasukan darat ke daerah-daerah. Namun, konvoi kendaraan mereka selalu lolos tanpa ada serangan dari koalisi.

Negara-negara seperti Yordania – yang masih mempertahankan beberapa hubungan diplomatik dengan Pemerintah Suriah – tetap diam tentang laporan intelijen yang mereka terima mengenai pergerakan ISIS di sekitar perbatasan Yordania-Suriah.

Semua ini jelas bahwa koalisi Anti-ISIS tidak peduli dengan ancaman ISIS di Suriah, tidak peduli dengan pembantaian, pembunuhan masal, eksekusi, dan pengahancuran situs-situs sejarah kuno, yang terpenting bagi mereka adalah ISIS bisa menjadi pionir dan boneka mereka dalam menumbangkan Bashar Assad dan pemerintahannya. (Baca juga: )

Pada bulan April 2015, sebuah koalisi milisi Al-Qaeda yang dijuluki “Jaysh Al-Fateh” (Tentara Penakluk) meluncurkan operasi besar-besaran di ibukota provinsi Idlib – dalam waktu seminggu, para pemberontak ISIS menangkap salah satu anggota Angkatan Bersenjata Suriah di Idlib City. Kemana sekutu pimpinan AS pada saat itu? (Baca juga: Operasi Udara di Idlib Tewaskan 63 Teroris)

Angkatan Bersenjata Suriah sering sekali berhasil merebut kembali beberapa wilayah di Idlib, Aleppo, Homs, Zabadani, Raqqa, Dara’a, Hasaka, Tal Abyad dan lainnya. Namun, keberhasilan ini selalu diikuti dengan gangguan dari koalisi dari Turki atau Zionis Israel yang melancarkan serangan ke posisi pasukan Suriah.

Rusia Buka Kedok Koalisi AS

Setelah koalisi Anti-ISIS pimpinan AS gagal menghancurkan kelompok teroris di Suriah dan Irak, Rusia memutuskan untuk campur tangan dalam perang ini, dan membongkar ketidakjujuran Amerika dan sekutunya dalam memerangi teroris.

Sekarang, koalisi Anti-ISIS tidak lagi dipercaya. Rusia berkuasa di langit Suriah dan jika koalisi ingin menyerang ISIS, mereka harus berkonsultasi dengan Angkatan Udara Rusia.

Setelah serangan Rusia dimulai dengan menarget basis komando ISIS, depot senjata, pusat pelatihan dan kamp-kamp teroris di beberapa daerah, kini peta peperangan berubah. Kini kelompok-kelompok teroris tidak lagi bisa bersantai, tidak lagi bisa konvoi sana-sini, dan tidak bisa lagi unjuk gigi karena Angkatan Udara Rusia akan menarget mereka dengan akurat. Bahkan 600 militan pun telah dikabarkan melarikan diri menuju Eropa, dan lebih dari 450 teroris menyerahkan diri ke tentara Suriah. (Baca juga: Rusia Serang Teroris ISIS, 600 Jihadis Lari Tunggang-Langgang dari Suriah)

Oleh karena itulah, akhir-akhir ini kita melihat kecaman beberapa negara terhadap serangan Rusia, seperti Recep Tayyip Erdogan yang mengkhawatirkan serangan Rusia, Menlu Arab Saudi Abdel Jubair, PM Inggris, Perancis dan AS semua menyuarakan kecaman yang sama terhadap serangan Rusia.

Kenapa mereka begitu khawatir terhadap serangan Rusia? Bukankah Rusia menarget sarang-sarang teroris? Tidakkah semua sikap ini menunjukkan bahwa AS dan koalisi hanya menjadikan Anti-ISIS sebagai alat untuk menggulingkan Bashar Assad. (ARN/AlMasdar)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca