arrahmahnews

Sektarian, Propaganda Wahabi Saudi dan AS yang Dimainkan di Suriah

JAKARTA, Arrahmahnews.com – Modal utama perpustakaan kepresidenan dan organisasi-organisasi non-profit Amerika Serikat lainnya, yaitu petrodolar murahan Arab Saudi, adalah bahan bakar utama perang sipil di Suriah, dimana keluarga kerajaan dengan merek Wahabinya, telah menjadi gerhana yang menggelapkan sekitarnya. (Baca juga: AS Kucurkan Dana $ 255 Milyar Pertahun Untuk Lindungi Arab Saudi)

Intervensi AS, Prancis dan Saudi di Suriah

Dan demi memperingatkan Rusia mengenai “konsekwensi berbahaya” atas intervensi negara itu untuk menyelamatkan Presiden Bashar Assad, Pemerintah Saudi menyebar pesan propagandanya dalam layar penuh. “Intervensi Rusia di Suriah akan membuat mereka terlibat perang sektarian,” ungkap seorang sumber pemerintahan Saudi dalam memberi peringatan akan intervensi Rusia. (Baca juga: Rezim Saudi Melayani Kepentingan AS dan Israel)

SektarianPemerintahan ekstrem Wahabi Saudilah sumber utama sebenarnya perang terhadap Bashar Assad dan Rakyat Suriah dengan menggunakan isu sektarian. Intervensi Rusia justru bertujuan sebaliknya dari perang sektarian. Intervensi itu adalah upaya untuk menghentikan pemberontakan yang di danai Saudi demi untuk menggulingkan pemerintahan Sah Bashar Assad.

Keterlibatan Rusia di Suriah menjengkelkan Arab Saudi karena kerajaan itu telah lama mendanai teror kelompok-kelompok wahabi dengan harapan agar bisa menggantikan pemerintahan Assad dengan sebuah pemerintahan radikal. (Baca juga: Dana Saudi Mengalir ke ISIS dan Jabha Nusra, Al-Qaidah Kalah Pamor)

“Saudi akan terus memperkuat dan mendukung oposisi moderat di Suriah,” ungkap Menteri Pertahanan dan Wakil Putra Mahkota Muhammed bin Salman dan Menlunya, Adel al-Jubeir, saat bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Menteri luar negerinya, Sergei Lavrov di pelabuhan laut hitam Rusia, Sochi. Pengawas HAM Suriah menyatakan bahwa sekitar 250.000 nyawa telah melayang semenjak pemberontakan dimulai pada 11 Maret 2011 kala kebangkitan Arab dan saat Arab Saudi berbicara soal mendukung “oposisi moderat”, yang mereka maksud adalah kelompok-kelompok Wahabi meliputi al-Qaeda, Front al-Nusra maupun ISIS (jihadis dan Mujahidin palsu) yang bertekad untuk menggulingkan Bashar Assad. (Baca juga: Diplomasi Dungu Saudi dan Amerika di Suriah)

Melalui komunike Jenewa 22 Januari 2014 yang tak layak diterapkan, Saudi menerima dukungan AS untuk menggulingkan Assad. Tanpa dukungan Damaskus dan Rusia, komunike Jenewa II memaksa Assad untuk meninggalkan pemerintahan Suriah. Dengan mengklaim bahwa Komunike Jenewa II menyediakan sebuah resep untuk mengakhiri perang sipil di Suriah, sesungguhnya yang akan terjadi adalah sebaliknya, hal itu akan menjamin meningkatnya jumlah korban kematian dan jumlah pengungsi yang terus menerus.

Amerika SerikatPara pejabat Saudi ingin menjatuhkan pemerintahan Bashar Assad sebagai bagian untuk melemahkan pengaruh Iran di Kawasan Timur-Tengah. Namun Assad berhasil menghadapi itu semua selama hampir lima tahun untuk mencegah serangan Wahabi (Jihadis dan Mujahidin Palsu) yang didukung Saudi di Damaskus.

Mengambil keputusan untuk membela Bashar Assad, pada 30 September, Putin telah melemparkan sebuah kunci inggris kepada rencana AS dan Saudi yang memaksa untuk menerapkan komunike Jenewa demi mengakhiri pemerintahan Assad.

SAUDI ARABIA! Bukan Suriah yang memulai perang sektarian untuk menggulingkan pemerintahan Assad. Dengan mendanai berbagai kelompok Wahabi, Riyadh berharap untuk bisa menyingkirkan pemerintahan Assad dan mendorong Iran agar terlibat.

Dan kini Keterlibatan Rusia mementahkan komunike Jenewa II, yang menuntut pelengseran Assad untuk sebuah rencana perdamaian yang “komprehensif” demi mengakhiri perang sipil. Keterlibatan Putin memaksa AS dan Arab Saudi menyadari bahwa mereka tidak bisa memaksa perubahan pemerintahan di Damaskus untuk bertekuklutut kepada AS dan Saudi.

Para pejabat Saudi memprotes bahwa Putin menargetkan kelompok-kelompok pemberontak dan bukan ISIS, dan menganggap hal itu adalah tanda bahwa Moskow berniat untuk menyelamatkan Assad. “Eskalasi baru baru ini akan menarik lebih banyak lagi ekstremis dan jihadis dalam perang Suriah,” ungkap sumber Saudi, membenarkan kebijakan kerajaan Wahabi itu soal perubahan rezim di Damaskus. Memperingatkan Rusia mengenai merebaknya “jihad” yang menunjukkan motif sebenarnya dari Riyadh.

Perang Suriah telah menyebabkan eksodus pengungsian terbesar sejak Perang Dunia II, memberikan beban ekonomi yang sangat besar kepada Turki, Eropa dan sejumlah negara Timur Tengah lainnya. Mengakhiri perang sipil di Suriah harus menjadi prioritas tertinggi PBB, dan bukannya bersikeras mengenai apakah Assad harus pergi atau tidak.

Sekarang Rusia berkomitmen untuk membela Bashar Assad, maka AS dan Arab Saudi harus segera berpikir ulang mengenai kebijakan perubahan rezim Damaskus yang selalu mereka suarakan.  (Baca juga: Kejahatan Arab Saudi, Sumber Segala Teror dalam Restu Barat)

Pendekatan Putin untuk melemahkan berbagai kelompok teror Wahabi dukungan Saudi yang akhirnya diambil setelah ISIS, adalah satu-satunya pilihan. Putin menyatakan kepada Majelis Umum PBB pada 28 September lalu bahwa Moskow tidak akan membiarkan Damaskus menyusul bencana seperti di Baghdad dan Tripoli (Libya), dengan alasan untuk menjatuhkan pemerintahan diktator pada akhirnya hanya akan membuka pintu air terorisme di wilayah tersebut, itulah siasat keji dari AS dan Saudi.

AS dan pejabat Saudi harus segera memikirkan kembali kebijakan mereka mengenai perubahan rezim di Damaskus. Kini setelah Rusia menjadi penjaga dalam pertempuran itu, langkah tercepat untuk mengakhiri perang sipil adalah dengan menggigit balik kelompok-kelompok pemberontak dan tentu saja, memberi pelajaran kepada ISIS.

Serangan udara Washington yang hanya berpengaruh sedikit untuk mengurangi ancaman ISIS. Mendorong upaya Putin untuk menopang Damaskus dan kemudian memberi pelajaran pada ISIS, dengan dukungan Internasional untuk mengakhiri perang sipil Suriah dan eksodus massal dari negeri itu.

Krisis pengungsi yang hingga kini masih berkelanjutan di Timur-Tengah atau Eropa, membuat rencana baru untuk mengakhiri perang menjadi prioritas tertinggi, dan tuntutan Saudi serta Amerika untuk menerapkankan komunike Jenewa II 2014 menjadi tidak lagi layak. Semua upaya Washington dan Riyadh harus dikoordinasikan dengan Rusia untuk mengakhiri perang sipil dan menghentikan krisis pengungsi yang saat ini mengancam ekonomi Eropa dan global. (ARN/MM/OnlineColumnist)

Comments
To Top
%d blogger menyukai ini: