JAKARTA, Arrahmahnews.com – Pada akhir kunjungan di Jepang, Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin berceramah di Markas Sasakawa Peace Foundation, Tokyo. Ceramah dihadiri seratus tokoh dari berbagai kalangan baik tokoh agama, akademisi, mahasiswa, profesional, pengusaha, dan umum. (Baca juga: Blogger dan Hacker Anak Negri Sepakat Perangi Radikalisme di Dumay)
Dalam siaran persnya pada hari Selasa (4/11/2015), Ceramah yang bertajuk “Masalah, Tantangan dan Masa Depan Islam di Indonesia” itu menjelaskan bahwa Islam di Indonesia memiliki watak berbeda dengan Islam di negeri-negeri lain termasuk Timur Tengah, disebabkan oleh modus masuknya Islam secara damai dan latar sosial-budaya masyarakat Indonesia yang cinta damai. (Baca juga: Peran Dakwah Damai Habaib Di Nusantara)
Sebagai akibatnya, Islam di Indonesia berwatak damai, moderat, inklusif, toleran, dan anti-kekerasan. Watak ini dianut oleh mayoritas mutlak umat Islam dan telah berlangsung berabad lamanya. Maka hampir dapat dikatakan, sejak dulu tidak ada ketegangan dan pertentangan serius antara Muslim dan non-Muslim dan juga antara sesama Muslim. Indonesia sejak dikenal sebagai model kerukunan hidup, baik antar umat beragama maupun intra umat satu agama.
Namun akhir-akhir ini, suasana demikian sedikit berubah dengan adanya ketegangan bahkan konflik antar kelompok umat beragama, khsususnya antara kelompok Muslim dan Kristiani, seperti terjadi terakhir di Tolikara, Singkil, dan Manokwari. Hal ini, menurut Din, disebabkan oleh bergesernya tata nilai yang dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia sejalan dengan modernisasi, globalisasi, dan liberalisasi yang melanda Indonesia sejak satu dua dasawarsa terakhir. (Baca juga: As’ad Ali: Radikalisme Jauh Lebih Berbahaya dari Terorisme)
Dalam kaitan ini, menurut Din, radikalisme keagamaan yang muncul di Indonesia didorong oleh faktor keagamaan dan faktor-faktor non agama. Yang pertama mengambil bentuk pemahaman yang salah akibat penafsiran sempit teks-teks Kitab Suci dengan mengabaikan misi utama Islam untuk kerahamatan dan kesemestaan, dan yang kedua berupa ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik yang sering menjadi faktor picu kekerasan dan sikap radikal dan agama menjadi faktor pembenar sikap tersebut.
Ceramah Din mendapat sambutan antusias audiens dengan banyaknya pertanyaan. terhadap pertanyaan tentang ISIS, Din tegaskan bahwa ideologi dan perilaku ISIS tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menekankan kasih sayang dan perdamaian. ISIS bukan gerakan Islam tapi gerakan politik yang menyalahgunakan Islam untuk tujuan politik.
Ikut hadir Prof. Nakamura dan isteri, Prof. Hisae Nakanishi dari Doshisa University, Prof. Khalid Higuchi, mantan Presiden Japanese Muslim Association, sejumlah peminat dan pengamat tentang Indonesia, dan para pejabat Sasakawa Peace Foundation seperti Dr. Chano dan Dr. Akiko Horiba. (Baca juga: Radikalisme, Terorisme dan Wahabisme Musuh “BARU” Umat Manusia)
Din Syamsuddin yang adalah Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini berkunjung ke Jepang selama delapan hari atas undangan Sasakawa Peace Foundation, sebuah yayasan Jepang yang terkenal di mancanegara dan aktif mendorong perdamaian di dunia. SPF mulai tahun laku mengundang tokoh-tokoh dari luar Jepang dalam program kunjungan Asia’s Opinion Leaders. Tahun lalu diundang mantan Sekjen Asean Dr. Surin Pitsuwan dari Thailand, dan tahun ini tokoh Muslim Indonesia Din Syamsuddin.
Dalam kunjungannya ke Jepang kali ini, Din Syamsuddin yang juga Presiden Asian Conference of Religions for Peace (ACRP) yang berpusat di Tokyo, mengunjungi Horoshima, Miyajima, Kurainiki, Kyoto, Kobe, dan Tokyo.
Di Hiroshima Din berkesempatan meletakkan karangan bunga di Peace Memorial Park, di Kyoto mengunjungi beberapa pusat Agama Shinto dan Agama Budha, Di Kobe dan Tokyo berkunjung ke Jami Mosque (masjid), dan juga berdialog dengan para tokoh agama maupun politik Jepang.
Dari kunjungannya tersebut, Din mengagumi masyarakat Jepang yang dinilainya mengamalkan nilai-nilai Islam seperti kebersihan, kejujuran, kedisiplinan, penghargaan akan waktu, dan kerja keras. Nilai-nilai tersebut justeru sering tidak nyata dalam perilaku sebagian umat Islam di negara-nilai Muslim. Pada sisi lain, ceramah dan dialog Din Syamsuddin dengan pihak Jepang sedikit banyak dapat mengisi kekosongan pemahaman masyarakat Jepang tentang Islam di Indonesia. (ARN/MM)
Sumber: Detik.com
