arrahmahnews

Eko Kuntadhi: JANGAN AJAK TUHAN KAMPANYE

SUARA RAKYAT, Arrahmahnews.com – Teman saya lagi asyik diskusi soal Pilkada yang bakal serentak digelar. Ini salah satu ajang ujian bangsa. Jika Pilkada di lebih 200 kota/kabupaten ini bisa jalan lancar tanpa ada ribut-ribut, akan menjadi modal Indonesia untuk bergerak lebih maju. (Baca juga: Negara Khilafah Bukan Sistem Islam Tapi Sistem Negara Teroris)

Indonesia Tolak khilafah

Bayangkan. Rakyat Indonesia di berbagai pelosok dengan segala kematangan sosial dan tingkat pendidikan, bisa lulus dari ujian demokrasi yang seringkali rumit dan makan energi. Dalam demokrasi, rakyat diajarkan bagaimana berbeda pendapat secara sehat. Dalam demokrasi, perbedaan adalah soal biasa. Demokrasi sejatinya adalah azas toleransi dalam politik.

Demokrasi mengajarkan pada rakyat untuk mempercayai satu sama lain. Tingkat kepercayaan sosial, kata Francis Fukuyama adalah modal kemajuan ekonomi. Semakin tinggi tingkat kepercayaan dalam masyarakat, akan semakin maju juga ekonomi masyarakat tersebut. Demikian juga sebaliknya. (Baca juga: Negara Khilafah Bukan Ide dari Qur’an dan Nabi Muhammad Saw)

Yang dikhawatirkan teman saya itu adalah, mereka-mereka yang sebetulnya anti toleransi malah menunggangi demokrasi. Mereka yang teriak-teriak penegakan khilafah, mereka yang mengharamkan upacara bendera, bahkan mereka yang mengatakan cinta tanah air tidak ada dalilnya dalam Quran, malah memanfaatkan Pilkada ini untuk memecah belah masyarakat. (Baca juga: Wahabi, HTI, PERSIS Lecehkan Sang Saka Merah Putih dan Pahlawan)

Inilah kaum yang sekarang suka melempar isu yang membuat publik penuh sikap curiga. Di Islam misalnya, dibangun isu perpecahan Sunni-Syiah. Hobi membidahkan yang sasarannya tentu saja umat NU. Aksinya, selain kampanye anti Syiah, juga kampanye anti Kristen, anti Ahmadiyah, anti Tahlilan, anti perbedaan pemikiran. Mereka semestinya juga minum Antimo, obat anti mabuk. (Baca juga: NU Target Utama Takfiri)

Pada umat kristen juga ada yang suka perpecahan. Mereka membakar masjid di Tolikara. Menolak pembangunan mesjid di Manokmawri dan Sulawesi Utara. Ini semua ditargetkan agar Indonesia pecah berkeping-keping.

Sesungguhnya mereka sedang mengerek Indonesia ke ambang kehancuran. Teman saya menenggarai, orang-orang seperti ini juga akan menunggangi proses Pilkada serentak. “ini adalah ujian bagi Indonesia,” katanya antusias.

Coba saja lihat, jika dalam Pilkada nanti keluar anjuran-anjuran agama untuk pilih pemimpin ini-itu. Apalagi sampai keluar fatwa haram memiih pemimpin A atau B, tandanya orang-orang tersebut sedang mencoba memanfaatkan Pilkada untuk kepentingannya. Apa kepentingannya? Ya, Indonesia yang tidak lagi mengusung Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia yang tercerabut keindonesiaanya. (Baca juga: Denny Siregar: Bongkar Kebusukan Kelompok “ANNAS” Zombie Berwajah Islam)

Jika di masyarakat yang sebagian besar penganut Kristen terdengar kebencian pada calon pemimpin yang muslim. Atau pada masyarakat muslim, tersebar hasutan jangan pilih si A, karena dianggap tidak mewakili muslim, itu perlu segera diwaspadai. (Baca juga: Abu Janda Al-Boliwudi: Ustad Maulana Diserang Kelompok Radikal dan Intoleran)

Bukan apa-apa. Pilkada toh cuma pesta lima tahunan. Tapi jika isunya di masyarakat sudah menyangkut agama, maka akan terpendam lama di ingatan. Kebencian berdasarkan agama akan menjadi bahan bakar konflik yang susah diredam. (Baca juga: Ideologi Khilafah Akar dari Terorisme di Dunia)

Kata teman saya, kalau mau selamatkan Indonesia saat ini, jangan memilih pemimpin yang kampanyenya bawa-bawa agama. Itu calon pemimpin yang gak pede pada kemampuannya. Kalau dia saja tidak yakin dengan kemampuannya, bagaimana mungkin bisa membuat rakyat sejahtera. Makanya dia hobi bawa-bawa Tuhan dalam kampanye. (ARN/MM)

Sumber: Akun Facebook Eko Kuntadhi

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca