arrahmahnews

Tolak dan Lawan Kelompok Radikal yang Akan Jadikan Indonesia Seperti Suriah

27 November 2015,

SUARA RAKYAT, ARRAHMAHNEWS.COM – Kegaduhan sektarian yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia ini, tidak mungkin luput dari pandangan Badan Intelijen Negara.

Hanya model penanganannya yang harus ekstra hati-hati, karena salah bertindak bisa menjadi bumerang bagi pemerintah RI. Kita harus paham bagaimana pola-pola mereka dalam mengadu-domba rakyat di Indonesia dengan berkaca dari apa yang terjadi di Suriah. (Baca juga: Sekjen ISNU: Wahabi dan Barat Hancurkan Islam dengan Isu Sektarian dan Palsukan Hadis Aswaja)

Isu sektarian di Suriah awalnya dihembuskan di kalangan masyarakat di daerah. Isu itu semakin berkembang dengan munculnya kelompok-kelompok radikal disana yang mirip dengan ormas-ormas radikal disini. Organisasi masyarakat radikal di Suriah menghembuskan ketidak-percayaan kepada pemerintah, sama dengan ormas disini yang menghembuskan ketidak-percayaan kepada Pancasila sebagai lambang negara dan ingin menggantinya. (Baca juga: Para Pilot Pemberani Suriah Hancurkan Ibukota Khilafah ISIS)

Isu itu semakin membesar karena tidak mendapat penanganan khusus dan akhirnya membelah masyarakat menjadi pro dan kontra terhadap Bashar Assad. Gelontoran dana dari luar membeli ulama-ulama di Suriah untuk menghembuskan perpecahan. Ulama yang tidak berpihak kepada mereka kemudian dibunuh, seperti peristiwa bom bunuh diri yang menewaskan ulama terkenal Syaikh al Bouthi di Damaskus.

Karena isu pemberontakan meluas, maka tentara Suriah melakukan tekanan kepada kelompok yang kontra pemerintah dan berujung dengan dipenjaranya beberapa tokoh mereka. Perlawanan terhadap pemerintah semakin meluas di daerah, sehingga mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa dari kelompok militan. Berdasarkan situasi inilah, kelompok militan membangun kelompok perlawanan bernama Free Syrian Army dengan bantuan rekrutan jihadis-jihadis asing yang sudah dipersiapkan di Turki. (Baca juga: Inilah FAKTA Persamaan Teroris ISIS, Daulah Islamiyah dan Rezim Saudi Arabia)

Karena itu kita harus mengerti kenapa pemerintah seakan membiarkan ormas-ormas radikal itu bebas berorasi disini. Sebenarnya juga salah jika dibilang membiarkan, karena pemerintah sudah punya formulanya yang dijalankan secara bertahap. Mulai dari pembentukan konsep Islam nusantara, hari santri sampai bela negara adalah bentuk penanganan terhadap virus radikal yang ingin membesar di Indonesia.

Cara bermain pemerintah untuk menangani kelompok radikal, mirip dengan apa yang mereka ingin lakukan dengan KPK sekarang, yaitu lebih mengutamakan konsep pencegahan daripada penangkapan. Dan untuk menjalankan konsep pencegahan itu, masyarakat harus dilibatkan secara aktif.

Cara masyarakat supaya ikut aktif mencegah adalah dengan memainkan isu-isu yang sebenarnya menghantam ormas-ormas radikal itu sendiri. Inilah mainan intelijen. Mereka bukan eksekutor seperti Densus 88. Mereka lebih condong bermain otak daripada otot.

Dan tanpa kita sadari, kita sebenarnya sudah terikut permainan intelijen dari BIN, terlihat tapi tidak terasa.

Berdirinya ANAS aliansi nasional toleransi untuk menghadapi ANNAS aliansi nasional anti syiah. Bergeraknya warga Nahdliyin mengusir kelompok Wahabi di Aceh dan Madura, tampak seperti kekerasan tapi tidak terjadi bentrokan apa-apa. (Baca juga: Denny Siregar: Bongkar Kebusukan Kelompok “ANNAS” Zombie Berwajah Islam)

Bergeraknya masyarakat Banyumas mendatangi kantor HTI dan memaksa kelompok itu untuk memasang lambang garuda di kantor perwakilannya, adalah model-model yang melibatkan masyarakat aktif melakukan pencegahan supaya kelompok radikal itu tidak berkembang luas. (Baca juga: Lecehkan Pancasila! HTI Pro Khilafah Digeruduk Warga dan Ormas)

Bahkan kita harus curiga bahwa reaksi keras masyarakat Sunda membesarkan masalah plesetan sampurasun menjadi campur racun oleh Habib Rizieq, adalah bagian dari permainan intelijen. Masyarakat Sunda yang terkenal halus tiba-tiba berubah menjadi keras dan menolak FPI di wilayah Jawa barat.

Begitu juga di Bali yang tiba-tiba mencuat masalah wisata syariah dan mengobarkan semangat penolakan. Bisa jadi itu adalah sebuah cara supaya Bali ikut aktif dalam menangkal radikalisme yang berbau timur tengah. Penanda-tanganan piagam tantular yang baru saja dilakukan adalah cara efektif meredam gejolak yang terlihat sengaja dipanaskan dan dibiarkan liar. (Baca juga: Denny Siregar: BALI YANG SYARIAH)

Permainan-permainan kontra intelijen ini mirip dengan apa yang dilakukan Jokowi dalam menangani situasi tekanan terhadap pemerintahannya. Belah dua partai lawan, lalu pecahkan koalisi mereka, biarkan mereka merasa diatas angin dan buka kebusukan yang mereka lakukan, lalu biarkan masyarakat yang aktif menilai. Jadikan semua itu bola panas dan liar tapi lokalisir kegaduhannya. (Baca juga: “FATWA TERORIS” Jokowi dan Makar “SARA” Kelompok Radikal)

Kalau dibaratkan menyembuhkan kanker stadium 4, pemerintah Suriah melakukan amputasi terhadap organ yang terkena tetapi pemerintah Indonesia melakukan penyembuhan bertahap, meski terlihat mata seperti lamban.

Yang harus menjadi patokan, Jokowi sudah mencanangkan di Internasional bahwa Indonesia adalah model bagi Islam yang cerdas, berwawasan dan ramah bukan tanpa tujuan dan proses. Tujuan sudah ditetapkan dan proses sedang berjalan. Dan bagaimana model pencegahan radikalisme disini tanpa kekerasan atau campur tangan pemerintah adalah dengan melibatkan secara aktif rakyat Indonesia supaya terlibat penuh dan waspada. (Baca juga: Islam Nusantara di Mata Quraish Shihab)

“Buatlah jalan musuh memutar dan pancinglah mereka dengan keuntungan..” Tsun Zu. Ini permainan catur yang menarik dan disamping papan catur tentu ada secangkir kopi hitam yang hangat. (ARN)

Sumber: DennySiregar

Comments
To Top
%d blogger menyukai ini: