arrahmahnews

Denny Siregar: Politisi Potong Bebek Angsa dan Negeri Sejuta Konyol

SUARA RAKYAT, ARRAHMAHNEWS.COM – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR berencana melapor ke Bareskrim Polri atas kasus bocornya foto surat laporan Menteri ESDM Sudirman Said. Rencana pelaporan disampaikan setelah foto tersebut muncul dalam wawancara eksklusif pada program Mata Najwa di Metro TV, Senin (16/11/15). “Hari ini saya akan laporkan ke Bareskrim,” kata Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad saat dihubungi oleh republika, Selasa (17/11/15).

Karikatur

Menurut Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Margiono, menyarankan, Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR tidak melapor ke Bareskrim Polri terkait adanya dugaan bocornya surat laporan Menteri ESDM, Sudirman Said. Sebelumnya, surat laporan Sudirman Said dan dokumen pelengkap, berupa transkrip pertemuan antara oknum Anggota DPR dengan perwakilan PT Freeport Indonesia, tersebar di berbagai media.

Tidak hanya itu, Margiono menilai, yang ditampilkan Najwa Shihab sudah sesuai dengan prosedur jurnalistik dan dari sisi kode etik. Lebih lanjut, Margiono mengungkapkan, bagi wartawan ataupun jurnalis bisa mendapatkan data atau bukti yang terkait dengan informasi publik adalah sebuah prestasi tersendiri. Dikutip dari media IslamToleran (18/11).  Seperti dilansir media IslamToleran.com.

Yang cukup menarik juga adalah salah satu pawang kritik dunia maya, Denny Siregar ikut berbagi kritikannya tentang masalah yang sama.

Hormat atau kehormatan itu sebenarnya kata yang mulia.

Wujudnya jauh lebih tinggi dari pengungkapannya. Dalam beberapa momen, penghormatan bukan diberikan dalam bentuk salut tetapi bahkan membungkukkan badan serendah-rendahnyanya kepada mereka yang dihormati.

Sayangnya, di Indonesia konsep hormat itu hanya dalam bentuk kata atau tulisan tanpa ada artinya. Seperti anggota Dewan yang terhormat atau Majelis Kehormatan Dewan.

Apa sebenarnya yang ingin dihormati dari para anggota dewan?

Dewan itu jelas wakil rakyat. Mereka dipercaya untuk menjadi corong aspirasi rakyat dalam memperjuangkan hak-hak para pemilihnya. Mereka dibayar oleh rakyat yang memilihnya. Jadi siapa disini yang sebenarnya harus dihormati? Anggota dewannya atau rakyat yang memilihnya?

Salah kaprah seperti inilah yang terus dipelihara sekian puluh tahun lamanya. Salah kaprah yang kemudian membentuk pribadi yang membingungkan, karena amanat tiba-tiba berubah menjadi peluang.

Untuk menjadi anggota dewan yang terhormat, mereka mengeluarkan sejumlah besar uang, uang untuk membeli kehormatan. Karena mereka membeli, maka mereka merasa tidak perlu lagi menghargai rakyat yang memilihnya, wong sudah dibeli. Jadi jangan salahkan sepenuhnya mereka yang duduk disana karena membeli kehormatan yang mereka butuhkan dengan membayar 50 ribu – 100 ribu rupiah per pemilih. Dan masyarakat yang memilih juga jangan menuntut apa-apa, toh mereka sudah terima uangnya.

Seperti telur dan ayam, siapa yang salah disini karena tidak ada akibat tanpa sebab. Yang memilih karena terbeli tidak mendapat apa-apa, yang terpilih karena membeli semakin tamak. Yang memilih karena terbeli bahkan tidak mendapat sedikitpun rasa hormat, dan yang terpilih karena membeli menjadi gila hormat.

Lalu untuk apa majelis kehormatan yang dibentuk di dalam tubuh dewan yang terhormat, ketika ia malah melindungi ketidak-hormatan yang dilakukan oleh si gila hormat ?

Sama sekali tidak ada artinya, kecuali hanya menambah tunjangan jabatan. Si gila hormat-pun bisa membeli keputusan majelis kehormatan, karena memang dia bisa membeli apa saja. Dia berhasil membeli rakyat, dia berhasil membeli suara anggota-anggota “yang terhormat” untuk mendapatkan posisi ketua, lalu kenapa dia tidak bisa membeli sebuah keputusan ?

Inilah negeri dengan wajah aneh, dimana pelaku kriminal yang terhormat berbaju oranye bisa melambai-lambai di depan kamera sambil tersenyum riang menunjukkan bahwa ia sadar dan senang dengan perbuatannya.

Inilah negeri dengan sejuta alasan konyol dan tidak masuk akal untuk membela dirinya yang jelas-jelas sudah telanjang di depan massa. Ia berdalih telanjang itu untuk kesejahteraan rakyat, sedangkan rakyat yang melihat ia telanjang membuang muka karena merasa risih dan malu melihat ketelanjangannya yang transparan.

Ketika kehormatan hilang, maka rasa malu pun menguap tak berbekas. Mundur dari jabatan karena malu? Kamus darimana itu? Seperti di Jepang? Ini Indonesia bukan Jepang, camkan itu. Disana bisa harakiri karena malu, kalau disini bisa serong ke kiri serong ke kanan tralala lala lala.. Gaya politisi potong bebek angsa.

Peristiwa yang memalukan yang terjadi pada petinggi negeri ini sebenarnya adalah cermin rusak dari mental sebagian besar rakyat kita, yang cenderung suka di beli meski dengan harga sangat murah, lalu berteriak marah karena merasa pilihannya salah.

Jadi jangan salahkan ketika masyarakat sinetron memilih, maka sinetron juga yang akan ditampilkan. Ada yang “ganteng-ganteng minta saham”, ada yang “tujuh manusia yes highly”, ada yang “makelar pensiun”, bahkan ada yang “tukang kabur naik haji”.

Mari kita salahkan semua ini pada Raam Punjabi. Karena dia, Bollywood pindah ke senayan.

Minum kopi pun jadi kurang nyaman, karena setiap kali ada pohon dan lemari, kita secara naluri sembunyi dibelakangnya sambil joget dan menyanyi. (ARN/MM)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca