Sabtu, 19 Maret 2016
ANKARA, ARRAHMAHNEWS.COM – Pasukan keamanan Turki menahan lebih dari 1.700 pengungsi di pantai Aegean dalam operasi besar-besaran tak lama setelah kesepakatan kontroversial antara Ankara dan Uni Eropa untuk mencegah eksodus besar-besaran para pencari suaka ke benua Eropa.
Menurut pernyataan militer Turki, total ada 1.734 pengungsi dan 16 penyelundup yang diamankan dan dibawa ke pusat penampungan sementara di beberapa lokasi di dekat kota pesisir barat Turki, seperti Dikili, provinsi Izmir, pada Jumat (18/03). Operasi ini melibatkan penjaga pantai, angkatan laut, polisi dan didukung oleh helikopter.
pencari suaka yang tertangkap, sementara dibawa ke gedung olah raga sebelum dilakukan penyelidikan latar belakang dan kebangsaan mereka. Menurut pejabat setempat, mereka berusaha untuk mencapai pulau Yunani Lesbos, yang terletak di seberang Dikili.
Sebelumnya pada hari itu, Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu dan Uni Eropa sepakat untuk mencegah aliran besar para pencari suaka ke Eropa. Berdasarkan kesepakatan itu, Ankara diwajibkan untuk mengambil kembali semua pengungsi ilegal yang dideportasi dari Yunani sedangkan Uni Eropa akan menerima ribuan pencari suaka Suriah langsung dari Turki.
Menurut perjanjian, Turki akan mulai menerima para pengungsi ilegal yang menyeberang ke Yunani pada 20 Maret dan akan merelokasi pengungsi dari Turki ke Uni Eropa pada 4 April.
Meskipun Turki mengatakan kesepakatan itu dimaksudkan untuk tujuan “kemanusiaan”, Ankara menandatangani kesepakatan dengan imbalan keuangan atau memanfaat pengungsi untuk mendapatkan kompensasi. Menurut Davutoglu, Ankara akan menerima € 3000000000 dari Uni Eropa yang akan digunakan untuk pengungsi Suriah di Turki, dan dalam beberapa minggu mendatang € 3000000000 juga akan diberikan sampai akhir 2018, untuk membantu memperbaiki kondisi para pencari suaka dari negara yang dilanda perang.
Ankara menuai kritik dengan menggunakan krisis pengungsi Uni Eropa sebagai platform, tidak hanya untuk mendapatkan uang tetapi juga untuk dorongan pembicaraan atas keanggotaan Turki di Uni Eropa dan perjalanan bebas visa untuk warga negara Turki ke negara-negara Eropa.
Reaksi terhadap kesepakatan
Kesepakatan Uni Eropa-Turki, bagaimanapun telah memicu reaksi dari lembaga bantuan kemanusiaan tentang legalitas dan kepraktisannya.
Badan pengungsi PBB mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perjanjian itu menjelaskan beberapa masalah dan implementasi yang benar tetap menjadi titik penting.
“Bagaimana rencana ini akan dilaksanakan dan ini menjadi masalah penting. Pada akhirnya, respon untuk menangani kebutuhan mendesak pengungsi yang melarikan diri dari perang dan penganiayaan. Pengungsi membutuhkan perlindungan, bukan penolakan”.
Dana Anak-anak PBB juga menyatakan keprihatinan tentang nasib anak-anak pengungsi, dan mengatakan anak-anak di bawah umur tanpa masa depan yang pasti di Turki, bisa menjadi sangat menyedihkan dan merusak mereka.
“… Itu berarti menempatkan langkah-langkah minimal yang memprioritaskan kebutuhan dasar anak-anak, dan melindungi hak-hak dasar mereka”, tambah badan PBB.
LSM anak yang berbasis di Inggris juga mengatakan bahwa mereka “sangat kecewa” dengan kesepakatan itu, dan mengatakan mereka seharus tidak membatasi, dan melindungi. “Ribuan pengungsi terdampar di lumpur, dingin, dan basah, dan cemas menanti kabar dari Brussels, kesepakatan ini hanya akan menciptakan lebih banyak ketidakpastian”.
Sementara itu, badan amal Inggris Oxfam mengutuk pakta tersebut dan mengatakan mereka mengabaikan semangat hukum internasional dan Uni Eropa. Menurut badan amal itu, “Biaya kontrol perbatasan Eropa tidak dapat terus dibayar dengan nyawa manusia. Oxfam menyerukan kepada Uni Eropa untuk mengadopsi solusi yang lebih efektif untuk mengelola migrasi, termasuk rute yang aman dan legal bagi mereka yang mencari suaka untuk memasuki Eropa”.
Eropa sedang menghadapi arus besar pengungsi yang melarikan diri zona yang sarat dengan konflik di Afrika dan Timur Tengah, khususnya Suriah. [ARN]
