arrahmahnews

Mengapa Umat Islam Diam Saat Monarki Wahabi Saudi Hancurkan Haramain

Kamis, 14 Juli 2016,

MEKKAH, ARRAHMAHNEWS.COM – Umat Islam sering dikritik karena tidak berbicara lebih vokal dan kerasa tentang isu-isu kunci yang mempengaruhi komunitas mereka namun cenderung sangat responsif terhadap isu yang lain. Dalam sebuah artikel yang ditulis beberapa tahun lalu, Jerome Taylor mempertanyakan sikap beberapa tokoh negara Islam yang tidak lebih vokal dalam mengutuk topik seperti terorisme atau kekerasan terhadap perempuan maupun penghancuran terhadap situs-situs suci Islam. (Baca juga: Arab Saudi bukan “Negara Islam”, Tapi “Penjual Islam”)

Memang hal ini terkesan tidak seimbang dan tidak adil. Di satu sisi umat Islam tentu saja tidak bisa disalahkan atas beberapa hal mengerikan yang dilakukan atas nama mereka. Tetapi pada saat sama, diamnya mereka hanya akan membuat segelintir orang yang memegang kekuasaan di kerajaan yang mengatasnamakan Islam, menyebarkan pengaruh yang tidak proporsional mengenai bagaimana Islam dilihat oleh seluruh dunia.

Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi di kota tersuci umat Islam, Mekkah. Mungkin secara logika seharusnya kita melihat mayoritas umat Islam akan berbicara dalam satu suara mengenai dihancurkannya berbagai situs sejarah, arkeologi, dan situs-situs suci di tempat kelahiran Islam itu. Tapi kenyataan berbicara bukan hal itu yang kita lihat. Selama dua puluh tahun terakhir, didorong oleh petro-dollar dan pendukung Wahabi intoleran, pemerintah Saudi telah memulai budaya vandalisme gila-gilaan dengan melakukan berbagai penghancuran disana. (Baca juga: Sekjen NU: Racikan Wahabisme dan Kepitalisme Merubah Wajah Suci Makkah)

Mekkah dan Madinah, dua kota paling suci dalam Islam, secara sistematis dibuldoser untuk membuat jalan bagi berbagai gedung pencakar langit, hotel mewah dan pusat perbelanjaan yang berkilauan. Saudi bersikeras bahwa ekspansi kedua kota ini sangat penting untuk membuat jalan bagi meningkatnya jumlah peziarah di dunia yang terus berkembang pesat dan saling terhubung.

Tapi apakah itu benar-benar harus dilakukan dengan cara membangun apartemen mewah dimana harga kamarnya ada yang sampai 500 dolar permalam, mengabaikan nilai spiritual Ka’bah di Mekkah, suatu tempat di bumi dimana semua Muslim seharusnya berada dalam kedudukan yang sama?

Dan yang paling menggetarkan lagi adalah dihapusnya puluhan situs awal Islam, termasuk situs-situs yang terkait langsung dengan Nabi Muhammad yang telah dihapus dari peta. Situasi ini begitu buruk sebagaimana dilaporkan sebuah Institute Washington yang memperkirakan bahwa 95 persen dari bangunan milenium tua di dua kota suci (Mekkah dan Madinah) telah dihancurkan dalam dua puluh tahun terakhir. (Baca juga: Zionis Duduki Masjidil Aqsa, Kerajaan Saudi Duduki Masjidil Haram)

Budaya vandalisme ini menurut Jerome terinspirasi oleh Wahabisme, interpretasi Islam garis keras yang merupakan agama resmi kerajaan Saudi. Wahabi yang terobsesi kekerasan menyebut bahwa mengunjungi makam atau berziarah, atau bahkan sekedar mengunjungi situs sejarah yang terkait dengan Nabi Muhammad SAW akan mendorong terhadap perbuatan syirik (menyekutukan Allah).

Sementara itu, komersialisme yang merajalela di Mekkah dan Madinah juga terinspirasi oleh sesuatu yang lebih sederhana yaitu keserakahan. Dengan beberapa pengecualian, pemerintah Wahabi Saudi telah berhasil melakukan sebagian besar penghancuran Mekkah dan Madinah di masa lalu tanpa mendapat tantangan berarti.

Tak dapat dipungkiri, meski agak kasar, Jerome menyebut bahwa keheningan sebagian umat Islam dalam masalah ini bukan hanya menunjukkan sifat pengecut, namun juga sangat munafik. Ketika sebuah kelompok tak jelas yang berusaha menebar Islamofobia di Amerika Serikat berkumpul untuk membuat sebuah film yang provokatif dan benar-benar sia-sia tentang Nabi Muhammad SAW, atau ketika sekelompok kartunis Denmark menggunakan ‘hak demokrasi’ mereka untuk mencerca Junjungan umat Islam ini, protes pecah di seluruh dunia. Namun jika para tokoh yang menyebut diri mereka perwakilan Islam saat itu menyampaikan kritikan atas film dan kartun-kartun tersebut, lantas dimana suara mereka menghadapi apa yang terjadi di Mekkah dan Madinah?

Berapa banyak yang marah saat rumah istri pertama Nabi Muhammad SAW, Khadijah, dirubuhkan dan diganti dengan blok toilet umum, atau dimana kemarahan mereka saat lima dari tujuh masjid yang menjadi simbol Perang Parit luar Madinah dihancurkan pemerintahan al-Saud? atau dimana kemarahan mereka saat polisi agama bergembira ketika masjid yang terkait dengan cucu Nabi diledakkan? (Baca juga: NU: Saudi Hancurkan Situs Nabi dan Bangun Berhala Modern)

Tapi itu bukan hanya dunia Islam, dunia juga telah bertindak tidak adil. Ketika Taliban didorong oleh fanatisme anti-berhala yang sama dalam ke-Wahabi –annya meledakkan Bamiyan Buddha, dunia marah. Berbagai pemerintahan berbicara, para akademisi marah dan kolomnis sibuk mengkritik. Namun mereka semua melakukan pengecualian terhadap penghancuran Mekkah dan Madinah hingga sebagian besar berlalu tanpa perlawanan bahkan kritik.

Semua ini gara-gara Arab Saudi. Sebagai “Penjaga” dari tempat lahir Islam (Sejak 1986 monarki Saudi menganugerahi dirinya sendiri penghargaan sebagai Khadimul Haramain atau penjaga dua tempat suci), Saudi mengendalikan siapa yang akan pergi untuk ziarah Haji dan Umrah tahunan sehingga negara-negara Muslim takut bahwa setiap pernyataan terlalu kritis tentang apa yang terjadi di Hijaz mungkin akan menyebabkan penurunan kuota haji negara mereka. (Baca juga: Kebencian Wahabi Terhadap Nabi Muhammad Dan Islam)

Sementara di Barat, arkeolog dan sejarawan – yang seharusnya berada di garis depan protes terhadap penghancuran dan perusakan situs-situs budaya Islam, memilih diam karena mereka tidak akan diizinkan memasuki Kerajaan lagi jika mereka berbicara. Sementara pemerintahannya lebih memilih untuk menjaga persahabatan dengan Saudi karena kekayaan minyak kerajaan itu yang sangat besar.

Meskipun selama ini media telah cukup memalukan dalam diamnya, kemajuan teknologi yang mendukung derasnya informasi mulai membuka mata publik mengenai berbagai perilaku barbar termasuk penghancuran arkeologi Mekkah yang telah dilakukan pemerintahan Bani Saud. (Baca juga: )

Jerome menulis bahwa sesungguhnya di dalam kerajaan Arab Saudi sendiri ada berbagai pendapat. Elit kaya berpikir sangat senang dengan dibangunnya pusat-pusat perbelanjaan berkilauan dan hotel-hotel yang akan terus mengalirkan kekayaan disertai keuntungan dan barang-barang mewah untuk mereka. (Baca juga: 10 Alasan Mengapa Kerajaan Saudi Wajib Ditentang)

Tapi ada kemarahan di kalangan banyak warga lokal di Mekkah dan Madinah yang memandang dengan ngeri apa yang terjadi terjadi pada kota-kota mereka, terutama di kalangan warga yang telah digusur paksa dari rumah mereka untuk membuat jalan bagi dunia baru yang konyol ini.

Kesulitannya , tentu saja, adalah bahwa dalam sebuah negara yang sangat otokratis di mana perempuan masih tidak memiliki hak dan hidup penuh tekanan dalam monarki Saud yang kejam ditekan, ada masalah besar lain yang musti diurus. Arkeologi dan sejarah menjadi pemikiran kedua setelah kebebasan HAM.

Tapi harapan tidak pernah hilang bagi orang yang perduli. Jerome mengatakan bahwa ketika ia pertama kali mulai menyelidiki hal ini, ia tidak yakin bagaimana umat Islam akan bereaksi. Pada bulan September 2011 saat ia menerbitkan sebuah artikel di mana ia menggambarkan bagaimana Mekkah telah berubah menjadi seperti Las Vegas, dalam beberapa jam saja artikelnya sudah menjadi viral. Seluruh dunia termasuk situs berita Islam, blogger dan para pembaca merepost artikelnya.

Masyarakat merasa ngeri dengan apa yang terjadi dan mereka ingin tahu apa yang bisa mereka lakukan. Jerome menyebut bahwa beberapa bulan kemudian ia diminta untuk memberikan kuliah tentang penelitiannya di City Circle, dimana sekelompok profesional Muslim muda bertemu setiap minggu. Ada berbagai orang disana, wanita tanpa jilbab hingga yang berjubah panjang, pria berjenggot hingga yang berpenampilan klimis, mereka semua menurut Jerome terlihat merasa marah(terhadap al-Saud) setelah mendengar penjelasan Jerome. (Baca juga: Kerajaan Saudi dan Amerikaisasi Kota Suci Umat Islam)

“Setelah pembicaraan, saya ingat seorang wanita muda Saudi dalam abaya hitam datang kepada saya dengan berlinang air mata dan berkata, Mereka benar-benar menghancurkan tempat kelahiran Islam, Ini adalah tempat di mana Nabi hidup dan berdoa. Kita harus melakukan sesuatu, ” tulis Jerome dalam artikelnya.

“Hanya Orang-orang Islam yang dapat menyelamatkan yang sedikit yang tersisa dari warisan Islam di Mekkah dan Madinah. Tapi saya berharap demi keuntungan mereka sendiri dan bagi dunia yang lebih luas, semoga mereka sukses,” pungkasnya. (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca