Sabtu, 15 Oktober 2016,
ARRAHMAHNEWS.COM, WASHINGTON – Pada hari Rabu, 12 Oktober, militer Amerika Serikat “secara langsung” menyerang posisi Ansarullah di Yaman dengan menembakkan rudal jelajah Tomahawk di tiga stasiun radar di pantai Laut Merah. Jelas sekali bahwa AS adalah aktor utama dalam perang Yaman. (Baca juga: Analis; Keputusan Pentagon Menyerang Yaman Akan Menyeret AS ke Dalam “Rawa”)
Para pejabat Amerika mengklaim serangan itu, adalah pembalasan atas serangan rudal ke kapal perusak Angkatan Laut AS tiga hari sebelumnya yang oleh salah satu wartawan Saudi dilaporkan bahwa itu adalah akibat salah sasaran oleh angkatan laut Saudi, namun kemudian yang lain menuduhkan serangan itu dilakukan oleh Houthi Ansarullah Yaman.
Amerika Serikat adalah salah satu dari sedikitnya selusin negara yang berpartisipasi di dalam, atau mendukung koalisi Arab Saudi yang meliputi , Mesir, Maroko, Yordania, Pakistan, Sudan, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Bahrain dan Inggris. Mereka semua telah terlibat langsung dalam agresi selama 18-bulan di Yaman.
Pada bulan Maret 2015, koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi memulai kampanye pengeboman terhadap negara termiskin di Timur Tengah, Yaman, dengan dalih membendung gerakan perlawanan Ansarullah, yang empat bulan sebelumnya telah menguasai ibukota Yaman dan menggulingkan pemerintahan diktator, boneka AS-Saudi. Sejak itu, AS secara langsung terlibat misi pengisian bahan bakar untuk jet-jet tempur Saudi, menyediakan data intelijen, dan terus memasok agresi militer dengan persenjataan senilai puluhan miliar dolar. (Baca juga: Houthi: Pembantaian Sana’a Tunjukkan Frustasi AS dan Saudi dalam Perang Yaman)
Sebenarnya, jauh sebelum agresi militer, AS sudah sibuk melakukan serangan langsung yang mereka klaim sebagai serangan terhadap Al-Qaeda – yang menguasai wilayah sangat luas di Yaman tengah dan timur. AS kemudian secara langsung terlibat memerangi seluruh bangsa Yaman saat agresi Arab Saudi ini dimulai, dengan membantu pesawat koalisinya yang menargetkan objek sipil, mengisi bahan bakar pesawat mereka, memasok mesin militer mereka, dan mempertahankan blokade laut dan udara negara yang ketat.
Tambahan lagi, pengerahan kapal perang AS ke Selat Bab al-Mandab yang menghubungkan Laut Merah ke Teluk Aden,tengah berlangsungnya sebuah proyek pembangunan sebuah pangkalan angkatan laut Amerika di sebuah pulau yang diduduki di Yaman, serta sanksi ekonomi dan pembatasan AS terhadap negara Yaman, serta banyak hal lainnya, menjadikan ide atau anggapan bahwa Washington terlibat langsung dalam perang kotor ini hanya beberapa hari yang lalu adalah anggapan konyol.
Sebenarnya, apa yang Amerika Serikat lakukan kepada sistem radar Yaman yang menguasai pelayaran kapal asing di Bab al-Mandab adalah tanggapan terhadap serangan Houthi ke sebuah kapal angkatan laut UEA yang telah disewa dari Amerika Serikat beberapa hari sebelumnya. Kapal perang Emirat itu adalah kapal perang jenis Swift HSV-2 yang telah digunakan oleh Angkatan Laut AS di beberapa operasi militer sejak tahun 2003 ketika AS menyerang Irak. Kapal perang UEA tersebut ditargetkan dengan rudal Yaman di perairan pesisir Al-Mokha, provinsi Ta’iz dekat Bab al-Mandab.
Cukup tragis, tapi itu belum semua. Serangan Rabu itu adalah serangan yang pertama kalinya dilakukan dengan otorisasi dari pemerintahan Obama yang mungkin tengah mengalihkan perhatian dunia dari pembantaian yang dilakukan oleh Saudi dimana pembantaian itu dilaksanakan dengan menggunakan senjata AS. Beberapa hari sebelumnya, koalisi Saudi membom pemakaman di Sana’a, menewaskan dan melukai hampir 1000 warga sipil dalam salah satu pembantaian terburuk dari agresi mereka. Fragmen bom buatan Inggris dan AS difoto di lokasi kejadian. (Baca juga: Perang Yaman Melemahkan Dunia Arab dan Memperkuat Rezim Zionis Israel)
Sesudah serangan, Gedung Putih menanggapi dengan menjanjikan untuk meninjau ulang bantuan kepada Arab Saudi, dan mengeluarkan ancaman publik pertama untuk berhenti mendukung koalisi. Namun, dengan menyerang posisi Ansarullah sekarang ini sangat jelas bahwa kerja sama keamanan Washington dengan Riyadh adalah cek kosong. AS tidak siap untuk menyesuaikan dukungannya agar lebih selaras dengan hukum internasional, dan tindakan terburu-buru ini menunjukkan bahwa tampaknya tidak ada yang berubah dari dukungan AS untuk Saudi.
Khususnya, berbagai dokumen internal pemerintah yang diekspos oleh media AS sendiri, serta dukungan diplomatik Washington untuk kejahatan perang Arab di Dewan Keamanan PBB, jelas mencuatkan keraguan pada klaim AS tersebut, bahkan mengungkap bahwa Washington adalah salah satu yang memberi lampu hijau kepada Saudi untuk menyerang Yaman sejak awal. Washington dengan jelas mengetahui bahwa kampanye militer Arab Saudi membunuh ribuan warga sipil dan hal ini berarti AS terlibat dalam kejahatan perang.
Tidak heran jika kini pengacara Departemen Luar Negeri AS kebakaran jenggot. Kelompok-kelompok hak asasi manusia terkemuka dan beberapa pejabat AS yang tak mau disebut namanya mengatakan bahwa Washington terlibat mungkin dalam kejahatan perang yang dilakukan Saudi. Mereka mengatakan ada sebuah kasus yang menarik untuk tuduhan kejahatan perang yang akan diajukan terhadap Amerika Serikat.
Singkat cerita, sejak Maret 2015, pemerintahan Obama telah mengerahkan tentaranya untuk membantu koalisi Saudi dalam mengidentifikasi sasaran bom dan menyediakan intelijen. AS telah mengirimkan kapal perang untuk menegakkan blokade laut yang mengakibatkan meledaknya bencana kelaparan, memberikan kontribusi untuk krisis yang telah menewaskan sedikitnya 21 juta orang yang membutuhkan makanan di Yaman. (Baca juga: Misteri Perang Yaman Terungkap)
Jika semua ini tidak cukup untuk membuktikan bahwa pemerintah AS telah terlibat langsung dalam bencana kemanusiaan di Yaman sejak dari hari pertama, maka kita tidak tahu bukti apa lagi yang bisa disuguhkan untuk menyeret penjahat kemanusiaan ini ke Pengadilan Internasional. (ARN)
