arrahmahnews

The Independent: Muhammad bin Salman, Manusia Paling Berbahaya di Dunia

Rabu, 11 Januari 2017,

ARRAHMAHNEWS.COM, RIYADH – Ketika Mohammed bin Salman baru berusia 12th, ia mulai duduk dalam pertemuan-pertemuan yang dipimpin oleh ayahnya Salman, Saat masih menjadi gubernur Arab Saudi di Provinsi Riyadh. 17 tahun kemudian, di usia 29th ia menjadi menteri pertahanan termuda di dunia, dan menerjunkan negaranya ke dalam perang brutal tanpa akhir di Yaman. (Baca juga: Geger Besar di Kerajaan Saudi, Mohammed Bin Salman Tangkap Para Pangeran)

Sekarang, Kerajaan Arab Saudi dipimpin oleh seorang pria yang tampaknya arogan untuk menjadi pemimpin paling kuat di Timur Tengah dengan melakukan manuver berbahaya menentang nusuh regionalnya, Iran.

Pangeran Mohammed bin Salman telah melakukan perdagangan saham dan propertidi pada masa remaja. Dan ketika sekali-kali ditimpa kerugian, ayahnya turun membereskannya. Tidak seperti saudara-saudara tirinya, Mohammed bin Salman tidak pergi ke luar negeri untuk kuliah, ia memilih untuk tetap tinggal di Riyadh, dan menghabisi masa kuliahnya di Universitas King Saud, jurusan fakultas hukum. Para kolega menganggapnya seorang pemuda yang tekun, tidak merokok, atau minum dan tidak tertarik berpesta.

Pada tahun 2011, ayahnya menjadi wakil Putra Mahkota dan mengamankan kursi Kementerian Pertahanan, dengan anggaran besar dan kontrak senjata yang menguntungkan. Mohammed bin Salman didaulat sebagai penasihat pribadi, menjalankan istana dengan tangan besi setelah ayahnya menjadi Putra Mahkota pada tahun 2012.

Di setiap langkahnya, Pangeran Mohammed selalu bersama dengan ayahnya, yang membawa serta putra kesayangannya itu setelah naik tahta dalam hirarki House of Saud. Dalam elit agama dan bisnis Saudi, sudah umum bahwa jika Anda ingin bertemu ayahnya, maka harus melalui anaknya. (Baca juga: Mohammad bin Salman Dalangi Pemboman di Saudi Untuk Singkirkan Putra Mahkota)

Kritikus mengklaim Mohammed telah mengumpulkan keuntungan yang luas, tapi keuntungan itu berupa kekuatan, bukan uang yang diburu sang pangeran. Ketika Salman naik tahta Saudi pada bulan Januari 2015, dia sudah sakit dan sangat bergantung pada anaknya. Dalam usia 79, Raja Salman dilaporkan menderita demensia dan hanya mampu berkonsentrasi untuk hanya beberapa jam dalam sehari. Sebagai penjaga ayahnya, Mohammed adalah kekuatan nyata dalam kerajaan.

Kekuasaannya meningkat secara dramatis dalam beberapa bulan pertama pemerintahan Salman. Pangeran Mohammed diangkat sebagai Menteri Pertahanan, menguasai Aramco, perusahaan energi nasional. Menjadi kepala bagi badan baru yang kuat, Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan dengan pengawasan atas setiap kementerian, dan menguasai investasi publik kerajaan. Dia diberi gelar wakil putra Mahkota tapi dipastikan kekuasaannya melebihi saingannya Mohammed bin Nayef, Putra Mahkota dan Menteri Dalam Negeri, dengan kuasa penuh dari Raja.

Langkah agresif Pangeran bin Salman menarik simpati para pemuda Saudi, “Dia sangat populer di kalangan pemuda. Dia pekerja keras, ia memiliki rencana untuk reformasi ekonomi dan dia terbuka untuk mereka. Dia mengerti mereka,” puji salah satu pengusaha.

Tentu saja, hal ini terjadi karena 70 persen dari populasi Saudi berada di bawah usia 30 tahun, dan pengangguran di kalangan pemuda cukup tinggi, dengan perkiraan di antara 20 dan 25 persen.

Tapi semangat yang sama yang ia tunjukkan dalam mengejar reformasi ekonomi juga membawa Arab Saudi mengobarkan perang berantakan di negara tetangga mereka, Yaman. Maret 2015, ia meluncurkan kampanye udara terhadap pasukan Houthi. Saudi seperti dilemparkan ke angin saat Mohammed memimpin Operasi Badai Tegas.

Awalnya hal itu tampak seperti ide yang sangat baik: putra ambisius raja berusia muda, memimpin perang melawan gerakan revolusi Houthi Ansarullah di negara tetangga selatannya yang bermasalah. Militer Saudi dillengkapi dengan persenjataan baru – senilai miliaran dolar. Rencananya adalah untuk memenangkan dengan cepat, kemenangan yang menentukan untuk memantapkan kekuasaannya sebagai pemimpin militer, dan menempatkannya di liga yang sama seperti kakeknya Ibnu Saud, prajurit raja besar dan pendiri Arab Saudi modern.

Mohammed bin Salman mengabaikan fakta bahwa Houthi adalah penyangga yang berguna untuk melawan ancaman nyata bagi House of Saud, yaitu Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP). Ia juga telah mengabaikan bahwa Houthi yang gigih telah mempermalukan Saudi dalam perang perbatasan hanya beberapa tahun sebelumnya. Pada tahun 2009, ketika mereka merebut pelabuhan Laut Merah Saudi di Jizan.

Sejauh ini Operasi Badai Tegas itu tidak membuktikan apa pun. Perang telah berlangsung lebih dari satu tahun, menyebabkan penderitaan yang tak terbatas kepada orang-orang Yaman. Dalam pemboman udara intens, banyak infrastruktur negara itu telah hancur sedangkan Houthi tetap mengendalikan ibukota Sanaa, dan sebagian utara Yaman. Di selatan, AQAP memiliki lahan lebih luas. Tidak terpengaruh, Mohammed telah bersumpah untuk melanjutkan perang, dan bertekad untuk mengebom Houthi hingga ke meja perundingan.

“Dia cukup agresif,” kata Jason Tuvey, seorang ekonom Timur Tengah di Capital Economics.

Dalam surat yang beredar luas musim panas lalu, musuh-musuh dalam keluarga yang berkuasa itu mengecam arogansi sang pangeran muda, bahkan melangkah jauh hingga menyeru untuk mengusirnya bersama dengan ayahnya dan Mohammed bin Nayef. (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca