arrahmahnews

Putin, Al-Sisi Kecam Aksi Kekerasan di Myanmar

Selasa, 05 September 2017,

ARRAHMAHNEWS.COM, XIAMEN – Presiden Rusia dan Mesir, Vladimir Putin dan Abdel Fattah al-Sisi, yang mengadakan pertemuan pada hari Senin (04/09), mengecam aksi kekerasan di Myanmar dan meminta pihak berwenang negara tersebut untuk mengendalikan situasi. Sekretaris pers presiden Rusia Dmitry Peskov menyampaikan hal ini kepada wartawan.

Baca: Komentator Politik: PBB Lumpuh Tak Bisa Lindungi Muslim Rohingya

“Kedua presiden tersebut bertukar pandangan mengenai situasi saat ini di Myanmar. Presiden Putin dan Presiden al-Sisi mengungkapkan keprihatinan serius atas perkembangan di Myanmar dan mengecam setiap manifestasi kekerasan terlepas dari mana asalnya dan terhadap siapa yang mereka tuju, termasuk terhadap Muslim. Keduanya meminta pihak berwenang untuk mengendalikan situasi secepat mungkin, “katanya sebagaimana dikutip TASS.

Saat ditanya mengenai laporan mengenai pernyataan pemimpin Chechnya, Ramzan Kadyrov, yang tidak setuju dengan sikap Rusia mengenai konflik di Myanmar, Peskov menyatakan tidak akan berkomentar sampai ia memastikan bahwa Kadyrov memang mengeluarkan pernyataan tersebut.

Baca: Myanmar “ROHINGYA” Daerah Kaya Minyak yang Diperebutkan

“Kami berada di Xiamen, dan sulit bagi kami untuk mengatakan apapun tentang hal itu. Saya akan menahan diri dari komentar apapun mengenai itu,” kata Peskov. “Saya tidak akan berkomentar sampai saya melihat pernyataan Kadyrov sendiri,” tambahnya.

Peskov kemudian juga tidak berkomentar ketika ditanya tentang sikapnya terhadap dugaan adanya sumpah beberapa Muslim Moskow untuk meluncurkan “jihad” sebagai pembalasan atas kebijakan otoritas Myanmar.

“Pertanyaan ini harus ditujukan kepada aparat penegak hukum,” katanya.

Orang-orang Rohingya – minoritas etnis yang beragama Islam – tinggal di Negara Bagian Myanmar, Rakhine. Pihak berwenang menganggap mereka sebagai migran ilegal dari Bangladesh. Konflik agama di Rakhine dan bentrokan antara umat Islam dan umat Budha sering terjadi. Ribuan orang telah menderita kekerasan di sana selama beberapa tahun terakhir.

Baca: Kedubes Myanmar Didemo Ratusan Perempuan Kutuk Krisis Rohingya

Ketegangan terakhir meletus pada 25 Agustus, ketika militan Arakan Rohingya Salvation Army menyerang 30 pos polisi. Menurut laporan sebelumnya, satu minggu bentrokan antara umat Buddha dan Muslim di Myanmar barat itu telah mengklaim 402 nyawa. Lebih dari 18.000 pengungsi melarikan diri dari negara tersebut. Demonstrasi terjadi di Moskow dan Grozny untuk mendukung Muslim Rakhine. (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca