Arab Saudi

Saudi Ngotot Gunakan Hariri Lemahkan Hizbullah Meski Selalu Gagal

Minggu, 19 November 2017

ARRAHMAHNEWS.COM – Usaha Riyadh untuk mengendalikan Lebanon dan membuka sebuah front baru melawan Hizbullah dan Iran mungkin membawa sedikit dampak bagi negara itu, namun justru menyebabkan kerusakan reputasi yang substansial bagi kerajaan tersebut. Tapi apakah Arab Saudi peduli dengan permainan catur geopolitiknya itu, ataukah kerajaan itu hanya akan terus ngotot?

Thriller Film perjalanan- pengunduran diri-konspirasi, yang dimulai dengan pengumuman mengejutkan Perdana Menteri Libanon Saad Hariri dari Arab Saudi pada 4 November itu sama sekali belum berakhir. Mungkin Emmanuel Macron akan membantu Hariri tetap mempertahankan posisinya dengan menengahi krisis tersebut di Paris akhir pekan ini, atau mungkin perjalanan ke Prancis hanyalah awal dari pengasingannya, tapi bahkan jika Hariri kembali ke Beirut untuk berusaha mengumpulkan simpati rakyat disana, bermain sebagai korban tidak selalu merupakan jalan termudah untuk mempertahankan kekuasaan.

Hariri terlalu ‘lemah’ untuk digunakan menekan Hizbullah

Sudah jelas bahwa apapun yang direncanakan Arab Saudi saat kerajaan itu dilaporkan merampas telepon genggam Hariri, menempatkannya di bawah tahanan rumah, dan memberinya sebuah pernyataan pengunduran diri untuk dibacakan, ternyata tidak berjalan sesuai rencana.

“Riyadh ingin membuat Hariri mengundurkan diri, dan membuat seolah ia adalah korban Hizbullah, lalu nantinya akan membuat seolah dia adalah sosok korban martir Sunni atas intrik Syiah, dimana hal ini akan memicu banjirnya belas kasihan baginya, dan kemarahan terhadap Hizbullah, yang kemudian akan dikenai hukuman sanksi internasional,” kata Marianna Belenkaya, seorang analis Timur Tengah yang berbasis di Moskow.

Baca: Nasib Saad Hariri Semakin Tak Jelas

“Saudi mungkin ingin mengganti Hariri dengan adik laki-lakinya, Bahaa, yang lebih mudah dikontrol,” kata Ali Al-Ahmed Direktur Institute for Gulf Affairs di Washington DC. “Tapi mereka melakukannya dengan cara yang sok dan sombong, dan itu menjadi bumerang.”

Dalam jangka panjang, meskipun Hariri sebagian besar dilihat sebagai anak didik mereka, “Saudi tidak menyukai kelemahan Hariri di arena domestik,” kata Alexei Sarabyev, dari Moscow RAS Oriental Studies Institute. Berbagai tindakan Hariri menurut Sarabyev dianggap tidak bisa menguntungkan Arab Saudi. Ia percaya bahwa hal terakhir yang ditunjukkan Hariri sehingga membuat geram Arab Saudi adalah saat ia melakukan pembicaraan dengan seorang utusan Iran di Beirut pada 2 November lalu.

Meskipun demikian, keseluruhan skema Riyadh itu terlihat sangat dipaksakan, hingga nampaknya hampir tidak dapat dipercaya bahwa bisa ada orang yang berpikir rencana semacam itu dapat berjalan dengan lancar di era televisi sekalipun, apalagi di era lusinan jaringan berita berbahasa Arab yang saling bersaing, dan jutaan tweet.

Mengejutkan Hariri, yang mungkin dilakukan dengan memerasnya atas keluarganya, atau bisnisnya yang berbasis di Saudi, untuk kemudian memaksanya mengumumkan retorika anti-Iran yang terdengar seperti berasal dari mulut seorang raja Saudi, dan kemudian mendorongnya keluar lagi untuk wawancara yang terputus-putus dan kaku beberapa hari kemudian sama sekali bukanlah masterstroke diplomatik yang jelas.

Ironisnya, dampak terburuk dari taktik berantakan Saudi itu adalah, munculnya kontra-produktif di Lebanon. Apa cara yang lebih baik untuk mengubah sebuah negara multi-agama untuk bersama-sama melawan anda daripada menunjukkan bahwa pemimpinnya adalah benar-benar sekedar boneka yang dapat anda paksa untuk mengatakan sesuatu?

Baca: Otoritas Lebanon Tuding Arab Saudi Menahan Hariri

Pengunduran Hariri belum diterima oleh presiden Lebanon, sementara menteri luar negerinya membuat pernyataa yang menegaskan bahwa politik Lebanon “tidaklah seperti perdagangan domba.”

Perlu dicatat, bahwa karena hal ini, politisi-politisi Lebanon baik yang sebelumnya pro- Saudi maupun mereka yang pro-Iran, menuntut agar Hariri kembali, dan tidak ada apapun bahkan pernyataan Riyadh yang menyebut bahwa dia secara sukarela memutuskan untuk menjauh dari negaranya sendiri di tengah krisis politik besar, dapat meyakinkan mereka.

Baca: Presiden Libanon Serukan Persatuan Nasional Pasca Pengunduran Diri Hariri


Sementara itu sebelum koalisi politik Hariri berantakan, pada minggu-minggu terakhir demonstrasi massal berlangsung di Lebanon untuk menuntut kepulangannya.

Kegagalan demi kegagalan

Gagal dengan skema pertama, Saudi melanjutkan dengan rencana kedua dengan memaksa sekutu-sekutu dekatnya, Kuwait, UEA dan Bahrain , untuk meminta warga negara mereka meninggalkan Lebanon, yang berpotensi mempengaruhi industri pariwisata. Pejabat Lebanon juga menyiratkan bahwa hal itu dimaksudkan untuk memberi tekanan ekonomi secara tidak langsung terhadap negara tersebut, termasuk untuk mencegah potensi proyek gas bersama dengan Rusia.

Baca: Arab Saudi Perintahkan Warganya untuk Segera Tinggalkan Lebanon

Tak juga meraih hasil memuaskan, langkah berikutnya diambil meski berrisiko meningkatkan krisis besar-besaran dengan menyeru agar keanggotaan Lebanon di Liga Arab ditarik, atau melakukan skenario blokade sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Qatar.

Langkah lainnya yang mungkin juga akan dilakukan adalah melarang orang Lebanon bekerja di Arab Saudi, yang memungkinkan terhentinya pengiriman uang hingga 8 miliar dolar pertahun ke negara Mediterania itu.

Atau di sisi lain, seperti yang dibacakan oleh Hariri dalam penampilan publik terakhirnya, jika Hizbullah melepaskan senjatanya, dan setuju untuk tidak berpartisipasi dalam urusan di luar perbatasan Lebanon, konflik akan selesai. Pejabat Arab mengatakan bahwa Hariri sendiri mungkin akan diizinkan untuk tetap berkuasa.

Tapi, Apakah Permainan “Tongkat atau Wortel” ini berhasil?

Dalam semua aspeknya, tidak. Dan ini sudah sangat dipahami oleh Hariri sendiri. Hizbullah sangat mengakar dalam semua aspek masyarakat negeri ini. Mereka memiliki partai sipil, dan sebuah pasukan militer yang kapasitasnya sama atau lebih hebat dari angkatan bersenjata nasional sebuah negara. Sementara soal pengalaman, Hizbullah jauh lebih mumpuni, terlebih setelah keterlibatan baru-baru ini dalam konflik Suriah, serta pesiapan terus-menerus untuk perang dengan Israel.

“Hizbullah belum pernah berada dalam konflik terbuka dengan siapa pun dalam politik domestik selama ini,” kata Sarabyev. “Kebijakan internal mereka bernuansa dan seimbang, dan mereka menampilkan diri sebagai penjamin keamanan nasional negara tersebut, dan ancaman tidak langsung dari Riyadh mempermainkan citra tersebut, memberi mereka kartu truf lain.”

Baca: Sekjen Hizbullah: Pengunduran Diri Hariri Terjadi atas Paksaan

Sarabyev menekankan bahwa dengan langkahnya yang semakin ngawur kesana kemari, dan berlalunya waktu, mengubah permainan ini menjadi berbahaya bagi Arab Saudi tanpa memeberi keuntungan yang nyata, tak heran jika Riyadh sekarang mudah sewot, mengklaim bahwa “cukup sudah cukup.” (ARN)

Sumber: Russia Today

Comments
To Top
%d blogger menyukai ini: