arrahmahnews

Kupas Tuntas Deklarasi Yerusalem Al-Quds Sebagai Ibukota Israel (Bagian 1)

Selasa, 19 Desember 2017

ARRAHMAHNEWS.COM, YERUSALEM – Dalam setiap kebijakan luar negerinya, para zionis selalu menyertakan tiga motif. Selain ekspansi wilayah mengikuti ‘semangat’ Israel Raya yang bercita-cita membangun negara Israel dengan wilayah dari Mesir hingga Irak, para zionis selalu mempertimbangkan faktor ‘pengorbanan darah’. Ini adalah manifestasi dari kepercayaan kuno penyembah setan ‘Kaballa’.

Inilah mengapa dunia, terutama sejak berkuasanya para zionis neo-konservatif dan neo-liberalis di Amerika hingga turunannya regim Salmanis di Saudi, terus-menerus dilanda konflik-konflik berdarah dengan ummat Islam sebagai korban terbesarnya. Jutaan warga sipil tak berdosa di negara-negara Timur Tengah tewas sejak Amerika menyerang Irak tahun 1990 hingga konflik Suriah dan Yaman saat ini.

Dan terakhir adalah motif ekonomi. Analis politik dan wartawan senior Wayne Madsen dan tulisannya di situs Strategic Culture, 11 Desember lalu secara detil mengungkapkan motif motif di balik Amerika atas Jerussalem sebagai ibukota Israel.

Menurut Madsen, keputusan itu berdasar pada ‘politik religius’ yang dijalankan oleh Penasihat Presiden sekaligus menantu Donald Trump, Jared Kushner. Kushner yang dikenal dekat dengan PM Israel Binyamin Netanyahu dan pengusaha zionis Sheldon Adelson itu telah membentuk tim penyusun kebijakan Timur Tengah yang benar-benar pro-Israel, yaitu Dubes AS untuk Israel David Friedman dan ‘Utusan Khusus untuk Perundingan Internsional’ Jason Greenblatt.

Friedman adalah mantan pengacara di kantor pengacara pembela Donald Trump, Kasowitz, Benson, Torres & Friedman. Sementara Greenblatt adalah ‘chief legal officer’ untuk organisasi bisnis Donald Trump.

“Kushner, seorang yahudi orthodok, bersama dengan Friedman dan Greenblatt, mewakili para kabal zionis garis keras yang menolak adanya negara Palestina dan mendukung solusi satu negara sekuler Israel dimana warga Palestina hanya menjadi warga negara kelas dua. Berkaitan dengan Netanyahu dan Adelson, ada motif-motif rahasia lainnya di balik pengakuan Jerusalem sebagai ibukota Israel,” tulis Madsen.

Pada 2009 para penyidik federal (FBI) menangkap sekelompok rabi Yahudi-Suriah di New Jersey dan New York yang menggelar aksi-aksi pengalangan dana bagi partai Binyamin Netanyahu, partai ultra-Orthodox Shas. Hubungan antara para rabbi yahudi di Amerika dengan regim korup Netanyahu menjadi dasar dari kebijakan ekspansi pemukiman yahudi di Jerussalem Timur, wilayah milik Palestina yang diduduki Israel. PBB tidak pernah mengakui Jerussalem Timur sebagai wilayah Israel dan Palestina menganggapnya sebagai ibukotanya yang syah.

Penyandang dana utama pembangunan pemukiman illegal yahudi di Jerussalem Timur adalah bandar judi Irving Moskowitz. Pendukung kuat neo-conservatifme Amerika, Moskowitz turut mendanai organisasi-organisasi pro-Israel seperti Hudson Institute, Jewish Institute for National Security Affairs (JINSA), American Enterprise Institute, dan Center for Security Policy (CSP). Frank Gaffney, seorang pengidap Islamophobe dan mantan penasihat kampanye Donald Trump, adalah pemimpin CSP.

Moskowitz telah membeli tanah-tanah milik warga Arabs, kebanyakan di Jerusalem Timur dengan cara ancaman dan intimidasi, dan mengubahnya menjadi kota eksklusif bagi warga Yahudi. Namun yang lebih mengkhawatirkan proses perdamaian Palestina-Israel adalah bahwa Moskowitz juga mendanai gerakan Ateret Cohanim yang bercita-cita merobohkan Masjidil Haram dan menggantinya dengan Kuil Yahudi.

Di antara langkah kontroversial Moskowitz adalah pembelian Hotel Shepherd, yang berada di atas tempat bersejarah Mount Scopus. Secara legal hotel ini adalah milik dinasti Hashemite penguasa Yordania. Namun sejak tahun 1967 dirampas Israel setelah Perang 6 Hari yang memalukan bangsa-bangsa Arab. Hotel ini menjadi pertikaian sengit antara pemerintahan Barack Obama yang menentang rencana Netanyahu untuk mengubahnya menjadi apartemen bagi warga yahudi.

Pada tanggal 27 Juli lalu, editorial Jerusalem Post menyatakan: “Faktanya adalah sementara yahudi Amerika seperti Irving Moskowitz bisa membeli tanah di Jerussalem Timur, warga Palestina sendiri tidak bisa membeli tanah di Jerussalem Barat, karena Israel Lands Administration (BPN Israel), hanya akan menyetujui kontrak jual-beli dengan warga negara Israel saja.” Bersambung.. [ARN]

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca