Rabu, 14 Februari 2018,
ARRAHMAHNEWS.COM, JAKARTA – Di tengah derasnya arus informasi saat ini, kita harus jeli mencari kebenaran di setiap tumpukan kabar berita. Apalagi di tengah situasi cepatnya sebaran informasi di media sosial saat ini.
Karena tidak semua informasi yang beredar itu valid dan benar. Bisa jadi, kabar yang tersiar itu merupakan informasi sesat yang memang sengaja disebarkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
Baca: Isu Kriminalisasi Ulama Upaya Adu Domba Alumni 212 untuk Kacaukan NKRI
Sejauh ini kita bisa tandai beberapa kelompok yang kerap menyebarkan informasi sesat itu. Juga fitnah dan informasi hoax yang kerap disebarkannya.
Menurut beberapa penelusuran, kelompok umat Islam yang mendukung aksi berjilid 212 terlihat kerap menyebarkan fitnah dan informasi hoax soal kriminalisasi ulama. Salah satunya adalah Ketua Umum Parmusi, H. Usamah Hisyam.
Ia menuduh bahwa kepolisian telah mengkriminalisasi ulama dan meminta Kapolri, Tito Karnavian untuk mundur. Pasalnya, ia sebagai Kapolri gagal menciptakan keamanan bagi umat Islam di Indonesia.
Tuduhan adanya kriminalisasi ulama itu menguat setelah Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab, dinyatakan tersangka dalam kasus chat mesum dengan yang diduga selingkuhannya.
Baca: LSI: Isu Agama dan Buruh China Bisa Runtuhkan Jokowi di Pilpres
Mereka sengaja kerap menggunakan terminologi “kriminalisasi ulama” untuk menyudutkan pihak kepolisian. Padahal bila diteliti dengan seksama, penggiringan opini itu merupakan sebuah penyesatan yang nyata. Karena sebenarnya beberapa ulama yang terjerat kasus hukum itu memang secara obyektif melakukan kesalahan yang melanggar Undang-Undang.
Penindakkan hukum kepada ulama tidak bisa dianggap sebagai teror terhadap umat Islam. Apalagi dianggap sebagai tindakan yang memusuhi terhadap Islam. Hal itu merupakan konsekuensi hukum kepada sejumlah oknum ulama saja.
Demikian pula dengan kasus HRS. Ia dipolisikan karena tindakannya yang memang melanggar hukum. Menurut catatan kepolisian, dirinya dilaporkan tak hanya soal chat mesum saja, tetapi juga memiliki sederetan kasus pelanggaran, seperti sikap intoleran, ujaran kebencian, hasutan di muka umum, tidak menghargai Pancasila dan melecehkan Bhinneka Tunggal Ika.
Untuk itu, polisi dengan obyektif berusaha memeriksa yang bersangkutan. Sekali lagi itu bukan bentuk kriminalisasi atas ulama.
Baca: Isu Penganiayaan Ulama di Pilgub Jabar
Kita harus sadar bahwa Indonesia adalah negara hukum. Maka di negeri ini setiap orang akan diperlakukan sama secara hukum. Tidak ada posisi yang lebih tinggi dan kebal hukum, meskipun bergelar ulama.
Di sisi lain, penindakkan pihak polisi kepada para ulama itu merupakan wujud penegakkan hukum yang tak pandang bulu. Semua itu harus dilakukan agar tatanan sosial yang dibangun benar-benar menciptakan kedamaian di masyarakat.
Juga untuk menyelamatkan warga yang lain agar terhindar dari oknum yang merusak dan memecah belah masyarakat, sebagaimana peran HRS selama ini. Untuk itu kita harus jeli melihat informasi. Tujuannya agar kita tak tertipu dari upaya penggiringan opini yang menggunakan fitnah dan informasi sesat di dunia maya. (ARN)
