Arab Saudi

Kisah dari Balik Reruntuhan Sana’a

SANA’A – Sinar Matahari pagi yang berbaur dengan birunya langit cerah, membingkai distrik komersial Al Tahir di sini dalam cahaya mewah yang berkilauan. Menjelang tengah hari, gambaran kisah kehidupan seperti lukisan di mural Diego Rivera mulai membentang. Jalanan Al Qasr mulai ramai dengan mobil, truk kurir dan sepeda, sementara para pejalan kaki keluar-masuk toko barang-barang, kafe, dan apotek yang berdiri di bawah bayang-bayang istana presiden

Seorang pengendara mobil, Ibrahim Abdulkareem, mengendarai motornya menuju rumah sakit. Istrinya yang terluka parah dalam serangan udara Saudi yang menghancurkan rumah dan membunuh putra berusia dua tahun mereka, dijadwalkan untuk menjalani operasi lagi.

Baca: Saudi Serang Istana Kepresidenan di Ibukota Yaman

Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun dengan rambut hitam tebal, Amin Al Wazi, duduk lesu dan bersila sambil bersandar di dinding, berharap mendapatkan beberapa dolar dengan menawarkan penggunaan timbangan digital birunya. Anak itu telah menjadi salah satu pemandangan di jalan ini selama berbulan-bulan, sejak keluarganya tiba di ibu kota setelah melarikan diri dari serangan udara Saudi di Yaman barat.

Tiba-tiba, desingan keras pesawat menembus dengung Al Tahir yang sibuk, diikuti oleh ledakan yang memekakkan telinga, dan kemudian disusul ledakan lain beberapa menit kemudian. Ketika akhirnya asap hitam tebal mulai menghilang, Abdulkareem yang berusaha bangkit dari kendaraanya menemukan bahwa jalanan yang teratur sudah berubah menjadi pemandangan yang mengerikan, seperti penggambaran Dante (mengenai neraka).

Wilayah seluas sekitar lima lapangan sepak bola penuh debu tebal, napas terasa tercekik, toko-toko membara, hancur lebur, jasad-jasad hangus terkubur di bawah tumpukan puing-puing. Erangan dan jeritan memilukan memenuhi udara bagai sebuah paduan suara kesedihan dan rasa sakit.

“Jangan berkumpul!” paramedis yang bergegas ke tempat kejadian memperingatkan masyarakat agar tidak terjebak dalam taktik serangan ganda Saudi, yang dilakukan untuk menimbulkan kerusakan maksimum. “Pesawat Saudi akan datang dan kembali menyerang.

Abdulkareem mengabaikan nasihat mereka dan dengan susah payah ia memanjat dari mobilnya, bergegas untuk membantu.

“Jangan khawatir, anda akan baik-baik saja!” Ia meyakinkan korban pertama yang ditolongnya, seorang pria tua yang terduduk di tumpukan logam bengkok dan kaca pecah. Kakinya terputus dalam ledakan itu, dan Abdulkareem berharap bahwa kebohongannya akan memberikan kepada orang tua sekarat itu sedikit rasa nyaman di saat-saat terakhir. Ia membantu pekerja penyelamat memasukkannya ke ambulans di mana pria itu kemudian menarik napas terakhir.

Di seberang jalan, orang-orang menarik tubuh tak bernyawa Al Wazi dari tumpukan puing-puing. “Itu dia,” teriak seorang penjaga toko, wajahnya ditutupi jelaga dan debu. “Ini adalah anak timbangan digital! dia meninggal!”

Anak laki-laki dan timbangannya itu seolah sudah menjadi bagian dari jalanan Al Qasr sejak ia dan keluarganya pindah ke sini beberapa bulan lalu dari Yaman barat setelah serangan udara Saudi di pesta pernikahan Yaman menewaskan lebih dari 85 warga sipil, termasuk ayahnya.

Baca: HRW Desak PBB Jatuhkan Sanksi pada Putra Mahkota Saudi atas Kejahatan Perang

Tidak perduli hujan atau cerah, dinginnya musim dingin, atau panas yang membakar dari musim panas Yaman, ia selalu ada di sana untuk memperoleh sedikit penghasilan guna menghidupi diri dan keluarganya. Para penjaga toko di dekatnya tercekat penuh kemarahan saat jasadnya ditemukan, mereka mengutuk orang-orang Saudi yang menuduh Houthi sebagai proksi saingan historis kerajaan, Iran.

“Dia bukan ahli Iran,” teriak Ali Ahmed, pemilik restoran terdekat (menunjuk jasad al-Wazi). Melompati dengan susah payah meja putih plastik terbalik dan ubin-ubin biru pecah, ia mendekati jasad Al-Wazi. “Dia adalah seorang anak muda, dia bukan pemimpin Houthi. Apakah kita membawa platform rudal balistik? Apakah warga sipil dihitung sebagai Garda Revolusi Iran atau Hizbullah?” ujarnya dalam kemarahan.

Baca: Saudi Terus Targetkan Sasaran Sipil di Berbagai Provinsi Yaman

Sejak perang ini dimulai pada tahun 2015, serangan udara Saudi di negara kecil di Laut Merah ini hampir dapat diprediksi bagai air pasang. Dan, dikombinasikan dengan blokade yang mencekik pelabuhan Yaman, anak-anak di sini lebih mungkin meninggal sebelum ulang tahun ke-18 mereka daripada di tempat lain di dunia.

Pada bulan November 2017, Save the Children memperkirakan bahwa sebanyak 130 anak meninggal setiap hari di Yaman, dan lebih dari 50.000 anak meninggal selama perang.

Pada bulan Desember 2016, UNICEF melaporkan bahwa seorang anak meninggal setiap 10 menit dari penyakit yang dapat dicegah seperti diare, malnutrisi dan infeksi saluran pernafasan. Laporan bencana dan laporan darurat LSM LSM yang berbasis di Inggris menyebutkan jumlah kematian yang dapat dicegah mencapai 10.000 jiwa.

Baca: Catherine Shakdam: PBB Terlibat Kejahatan Perang Kotor Saudi di Yaman

Semua itu, kata orang Yaman, bukan suatu kebetulan. Diabaikan oleh media Barat dan tidak terlihat oleh seluruh dunia. Saudi mematuhi hanya sedikit aturan perang dalam upaya mereka untuk melakukan pembersihan etnis dari bangsa yang berjumlah sekitar 27 juta orang ini, dan memuluskan jalan bagi kekuatan Barat untuk merebut kendali atas sumber daya mineralnya dan pelabuhannya yang merupakan pintu gerbang ke dunia Arab, Eropa dan Asia

Berbicara pada konferensi pers di Jenewa, Ravina Shamdasani, juru bicara Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa bulan April kemarin telah menjadi bulan paling mematikan tahun ini, dengan peningkatan tajam dalam korban sipil di Yaman.

PBB menegaskan serangan itu semakin hari semakin menargetkan daerah-daerah padat penduduk, seperti yang terjadi di sini, di Sana’a, menyasar lingkungan istana kepresidenan.

Serangan udara Saudi juga menimbulkan pertanyaan tentang apakah Saudi mematuhi prinsip hukum tanggapan proporsional atau melanggarnya, sebagaimana pelanggaran yang begitu sering dilakukan Israel dengan penggunaan drone canggih dan persenjataan lain untuk membalas Palestina karena telah meluncurkan roket era Perang Dunia I, yang banyak di antaranya mendarat tanpa menimbulkan bahaya (bagi Israel).

Serangan udara di sini, yang menewaskan Amin Al Wazi, juga menyebabkan sembilan warga sipil tewas dan 82 lainnya luka-luka, tetapi itu seolah menjadi hal biasa-biasa saja bagi semua orang kecuali mereka yang harus hidup melaluinya. (ARN)

Diterjemahkan dari artikel Ahmed AbdulKareem, seorang wartawan yang meliput perang di Yaman untuk MintPress News, YemenExtra, dan media lokal Yaman.

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca