SA’ADA – Perban yang melilit kepala Mokhtar al-Jaradi masih terlihat basah oleh darah. Ada luka dan beberapa goresan di lengan dan wajahnya. Tapi yang paling terlihat adalah kesedihan mendalam yang terpatri dalam mata coklat gelapnya, seolah benar-benar menceritakan tentang pembantaian yang terjadi di Yaman utara pekan lalu.
Dalam video yang beredar, anak berusia delapan tahun itu terlihat begitu riang, tertawa dan bermain dengan sekelompok teman di bus sekolah saat dalam perjalanan berlibur mengunjungi tempat-tempat bersejarah Yaman.
Beberapa anak laki-laki yang lebih besar masuk belakangan karena mereka nantinya berdiri sementara yang lebih kecil duduk berdesak-desakan di beberapa kursi yang tersedia. Mokhtar mengatakan pagi itu 50 anak-anak yang ikut naik ke bus tampak sangat gembira dan bersemangat.
Baca: Anak-Anak Yaman Ikut Gali Kuburan untuk Temannya yang Dibom Saudi
Video yang diambil oleh salah satu anak laki-laki di bus, Osama al-Hamran memang menunjukkan anak-anak itu tampak bersemangat dalam perjalanan tersebut. Dalam satu klip, anak-anak terlihat membaca ayat-ayat dari Al-Qur’an. Di tempat lain, mereka tampak tersenyum dan tertawa.
Ketika bus itu melaju, terdengar teriakan gembira anak-anak ketika berbelok melewati jalan-jalan yang berdebu dan berlubang-lubang di provinsi Saada.
Setelah berhenti di sebuah pemakaman pahlawan, bus itu seharusnya membawa para penumpang ciliknya ke kota Saada untuk berkunjung ke masjid al-Hadi, Masjid berusia 9 abad dan merupakan sebuah situs bersejarah yang dihormati oleh orang-orang Yaman.
Baca: Aktivis: Anak-Anak Yaman Korban Utama Kejahatan Perang Saudi
Tapi anak-anak itu tidak pernah sampai ke Masjid tersebut…..
Apa yang diingat Mokhtar berikutnya adalah ledakan keras, warna merah dan oranye terang, lalu pemandangan mengerikan tubuh kawan-kawannya yang hangus.
“Aku melihat ledakan itu, lalu telingaku mulai berdenging,” katanya kepada Al Jazeera. Matanya berkaca-kaca. “Aku melihat darah, lalu asap. Dan begitu aku melihat teman-temanku sekarat, aku mulai menangis.”
Mokhtar kehilangan teman-temannya dalam serangan udara 9 Agustus, yang menewaskan 40 anak ketika mereka berhenti untuk makan di Dahyan.
Sebelas orang yang kala itu berada di dekat bus juga tewas dalam serangan tersebut. Serangan yang mengirimkan gelombang kejut ke seluruh negeri, bahkan dunia.
Protes besar meletus di ibukota, Sanaa, dan di tempat lain. Surat kabar setempat menyebut serangan itu sebagai salah satu hari terburuk dalam perang tiga tahun Yaman.
Saya sedang menunggu putra saya membaik, dan begitu kondisinya membaik, saya akan membalas dendam pada orang-orang Saudi,” kata ayah Mokhtar. “Kami tidak akan pernah meninggalkan Saada.”
Dekat dengannya, putranya berjongkok di dekat lokasi bom, masih dihantui oleh ingatan akan serangan itu.
“Ayah mengatakan dia akan membelikanku mainan dan membelikanku tas sekolah baru. Tapi aku tidak ingin tas sekolah baru. Aku benci tas sekolah,” kata Mokhtar.
“Aku tidak ingin pergi ke mana pun di dekat bus. Aku benci bus, aku benci sekolah dan aku tidak bisa tidur. Aku melihat teman-teman dalam mimpiku, memohon padaku untuk menyelamatkan mereka.
“Jadi, mulai sekarang, aku akan tinggal di rumah.” (ARN)
