HODEIDA – Abdullah Dhahbash, kakek berusia 50 tahun dari Hodeida Yaman ini harus menyaksikan pembantaian mengerikan dimana 26 cucunya dan 4 Ibu mereka (istri dari anak-anaknya) tewas dalam serangan udara Saudi yang menargetkan kendaraan mereka saat berusaha mengungsi dari zona perang pada Kamis (23/08) lalu.
Sebelumnya, jet-jet Arab Saudi menargetkan rumah Dhahbash di distrik Al-Koei, kota Dreihimi, pada malam hari. Serangan Rabu malam itu menewaskan 4 anggota keluarga termasuk dua cucunya, serta melukai beberapa anggota keluarga. Namun tak cukup sampai disitu, anggota keluarga lain yang memutuskan mengungsi keesokan harinya masih diburu jet koalisi. Akibatnya 24 anak serta 7 orang dewasa termasuk 4 ibu mereka, tewas dihantam bom koalisi.
Baca: UNICEF Kecam Pembantaian Terbaru Saudi Terhadap Puluhan Anak Yaman
Kepada Mint Press News, Abdullah Hassan, saudara dari Abdullah Dhahbash menceritakan kronologi pembantaian mengerikan itu:
“Hampir pukul satu di Rabu malam (sehari setelah Hari Raya Idul Adha), empat serangan menghantam rumah Abdullah Dhahbash, menewaskan empat orang; dua dari mereka adalah anak-anak. Sebagai akibatnya, anggota keluarganya yang lain bersama dengan keluarga saudara laki-lakinya memutuskan untuk melarikan diri di pagi hari, tetapi mereka kemudian menjadi sasaran saat berada hampir 100 meter di luar al-Koie pada pukul 6 pagi. Semua dari mereka tewas.”
“Distrik al-Koie telah terus-menerus menjadi sasaran serangan udara, serangan roket, dan artileri selama dua hari,” ungkap Kolonel Omar al-Hashibari, direktur keamanan untuk Dreihimi.
Ia menambahkan bahwa setelah nasib mengerikan yang diderita oleh keluarga Dhahbash, banyak keluarga lain di daerah itu sekarang tidak dapat melarikan diri karena takut bahwa mereka juga akan ditargetkan karena helikopter Apache koalisi Saudi menargetkan segala sesuatu yang bergerak.”
Tidak Ada Jalan Masuk untuk Ambulans, Tidak Ada Jalan Keluar untuk Warga Sipil
Koalisi Saudi bukan hanya menargetkan warga sipil yang berusaha mengungsi, namun lebih dari itu, jet tempur koalisi juga menyerang bantuan medis dan ambulans yang berusaha memasuki distrik Dreihimi untuk memberikan pertolongan.
“Tiga puluh satu orang tewas dan terluka, kebanyakan anak-anak, dalam dua serangan. Serangan kedua ditujukan kepada ambulans dan awak mereka yang berusaha mencapai lokasi serangan. Ambulans dan tenaga medis masih tidak dapat mencapai daerah itu karena terus-menerus menjadi target serangan udara [koalisi],” ujar Dr. Yussif al-Hadhri, juru bicara Kementerian Kesehatan dan Populasi Yaman, kepada MintPress saat dimintai keterangan mengenai serangan Kamis pagi.
Baca: Analis: Serangan ke Anak-anak bentuk Aksi Teror Saudi untuk Paksa Yaman Menyerah
Jalan dari Dreihimi, yang terletak sekitar 20 km dari kota pelabuhan Laut Merah di Hodeida, sulit dilalui sejak perang dimulai. Namun, kini perjalanan menjadi hampir tidak mungkin karena rentetan serangan udara koalisi yang terus menerus dan tampaknya tak berujung.
Serangan helikopter Apache UEA, anggota utama koalisi Saudi, terus dilancarkan ke gedung-gedung pemerintah, rumah rumah penduduk, pertanian, toko, masjid dan pusat kesehatan di dalam dan di sekitar kota.
Tidak ada koridor kemanusiaan yang memungkinkan warga sipil melarikan diri atau mengizinkan kru ambulans untuk mengangkut mereka yang terluka. Selain itu, koalisi pimpinan Saudi juga memblokir akses internet di seluruh wilayah itu, sehingga hampir tidak mungkin bagi penghuninya untuk menghubungi dunia luar.
“Kami terjebak di rumah kami, kami tidak bisa bergerak kemana-mana. Kota ini terus-menerus menjadi sasaran serangan udara, serangan roket, dan artileri tanpa pandang bulu, ”kata Ali Qassem al-Dreihemi, 50 tahun, kepada MintPress dalam laporan sebelumnya.
Baca: Kecam Pembantaian Saudi atas Anak Yaman, Sekjen PBB Serukan Penyelidikan
Beberapa orang mati kehabisan darah di jalan, dan tidak ada yang berani membantu mereka karena serangan udara dengan sengaja menargetkan pejalan kaki, paramedis, dan warga sipil yang melarikan diri. Beberapa mayat sampai membusuk di jalanan. ”
Ataa, 25 tahun, seorang ayah yang membawa anaknya melarikan diri dari Dreihimi di awal-awal eskalasi, mengatakan kepada MintPress:
“Saya berjalan sendirian sejauh 10 kilometer, bersembunyi di balik dinding dan di bawah pohon untuk menghindari [helikopter] Apache. Anda dapat mendengar anak-anak menangis di dalam rumah mereka saat mereka diserang. Situasinya sangat menakutkan dan tak terlukiskan. ” (ARN)
