arrahmahnews

Kelaparan Akibat Perang, Warga Hajjah, Yaman, Terpaksa Konsumsi Dedaunan

HAJJAH – Banyak keluarga Yaman dilaporkan tidak memiliki lagi bahan makanan apapun sehigga terpaksa memakan dedaunan setelah kampanye pemboman mematikan Arab Saudi pada negara miskin itu mencapai tahap kritis, merusak dan meluluh lantakkan hampir semua lahan pertanian dan peternakan mereka.

The Associated Press melaporkan bahwa orang-orang di distrik Aslam, Provinsi Hajjah, barat laut Yaman terpaksa bertahan hidup dengan mengkonsumsi daun dari pohon anggur lokal, yang dikenal sebagai Halas dalam bahasa Arab atau Daun Lilin Arab, karena kelaparan yang memburuk.

Para ibu, kata laporan itu, memilih daun-daun anggur, kemudian mecuci dan merebusnya menjadi semacam bubur hijau dan asam untuk mencegah kelaparan.

Menurut angka kesehatan setempat, Aslam tercatat sebagai salah satu daerah Hajjah yang mengalami lonjakan anak-anak yang kekurangan gizi tertinggi, dalam 384 kasus yang dirawat pada bulan Januari, meningkat menjadi 1.319 hanya dalam waktu enam bulan.

“Selain itu, pusat kesehatan utama Aslam tidak memiliki dokter anak, listrik, tabung oksigen dan bahan bakar untuk generator,” kata laporan itu.

“Aslam hanyalah gambaran lain dari Somalia,” kata Saleh al Faqih, seorang pekerja di klinik Departemen Kesehatan keliling.

Di desa al-Mashrada, yang terletak di dekat Aslam, ibu dari seorang gadis berusia 7 bulan, Zahra, menderita kekurangan gizi dan sering tidak dapat menyusui bayinya.

“Sejak hari dia lahir, saya belum punya uang untuk membeli susu atau membeli obatnya,” kata ibu yang memberi makan seluruh keluarganya dengan bubur Halas.

“Kami berada di abad ke-21, tetapi ini adalah apa yang terjadi kepada kami akibat perang,” kata Mekkiya Mahdi, kepala pusat kesehatan Aslam.

Setidaknya 20 anak diketahui meninggal karena kelaparan tahun ini di Hajjah.

Walid al-Shamshan, kepala bagian gizi Kementerian Kesehatan di Hajjah, mengatakan provinsi itu telah melihat 17.000 kasus kekurangan gizi akut parah dalam enam bulan pertama tahun 2018, lebih tinggi daripada tahun mana pun yang tercatat.

“Kematian terjadi di desa-desa terpencil di mana orang-orang tidak dapat mencapai unit kesehatan,” kata Shamshan. “Ini kemerosotan yang stabil dan itu menakutkan.” (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca