Kajian Islam

Suriah Hancur Karena Ulah Hizbut Tahrir dan Kelompok Radikal

Ideologi Pancasila

JAKARTA – Pemerintah sudah mengkaji sebelum membubarkan ormas ini. Kehadiran HTI di Suriah hasilnya negeri ini hancur lebur. Jadi, menurut saya tidak ada artinya ormas ini bagi NKRI.

Seharusnya regulasi di negeri ini harus lebih diperkuat lagi. Tahu membedakan mana prinsip, asas dan dasar. Aspek hukum jangan kalah dengan politik. Sejauh ini, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah ditolak di 21 negara dan Indonesia termasuk negara ke-21 yang menolak. Bagi saya tidak ada untungnya bagi organisasi ini. Pancasila saja mereka tidak akui.

Baca: Politisasi Agama, Cara HTI dan Khawarij Hancurkan Negara

Kelompok ini, tidak layak di negeri ini, pasalnya NKRI dan Pancasila harga mati. Kalau mereka mau merubah konstitusi silahkan beranjak dari Indonesia.

Kita tahu bersama pada tahun 1946, Indonesia hanya ada Jawa, Sumatera dan Madura. Bergabungnya Sulawesi, Kalimantan, Bali, Papua dulunya Irian, Maluku dan Nusa Tenggara merupakan ide yang cemerlang.

Dengan pudarnya pemahaman Pancasila dan UUD 45, tanpa disadari ini berbuntut ke arah gagal paham dan gagal fokus. Setidaknya, di sekolah- sekolah mulai diaplikasikan dan dimantapkan lagi paham pancasila, begitu pula etika, PMP dan PSPB sampai pelajaran Geografi.

Baca: HTI Pakai ‘Agama’ untuk Lawan Pemerintah

Lantaran, ini kunci ampuh menangkal faham radikal dengan cara brainwash hal yang berbaur ideologi Pancasila.

Memang, bangsa terkesan terlalu cepat sekali mengadopsi budaya tanpa berpikir sebab dan akibat seperti apa. Sama sekali kita tidak dangkal akan pemahaman ideologi dan dasar negara baik secara compatibility and sustanaible seperti apa kecocokan dan kelanjutannya?

Ideologi HTI tak cocok di Indonesia, jadi tidak perlu ngotot dan memaksakan kehendak. Bagaimana Khilafah ditegakkan di Indonesia. Di negeri ini bukan hanya ada satu agama, dan semua agama telah berjuang merebut kemerdekaanya.

Baca: Denny Siregar: Kawal Jokowi Berarti Lawan Agenda Kelompok Radikal

Nah! coba pemerintah keras, tegas dan jangan memberi ruang terhadap organisasi ini.

Ide Daulah Islamiyah (Negara Islam) di Indonesia memang sempat muncul saat Kartosuwiryo melakukan pemberontakan DI/TII di masa pasca-kemerdekaan. Belakangan dalam bentuk yang berbeda, ia juga muncul dalam bingkai gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Hanya saja keduanya masih menerapkan atau mengakui batas-batas negara dengan mengganti sistem maupun dasar pemerintahan saja.

Hizbut Tahrir jelas’jelas konstitusinya menggunakan kata “Khilafah” dan “Negara” secara bergantian. Bangsa dalam konsep “negara-bangsa” bagi gerakan ini adalah “Islam” yang wilayahnya dinamakan sebagai dar al-Islam (wilayah Islam) sedangkan di luar itu dinamakan dar al-kufr (wilayah kafir). Di dalam dar al-Islam diterapkan hukum Islam, dan di luarnya masuk kategori hukum orang kafir.

Dan ini tak seirama dengan ideologi bangsa ini. Jadi kalau sudah dibubarkan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Kalau mau negeri ini aman dan nyaman jangan sekali kali menerima aliran yang berhaluan keras dan mengatas-namakan agama. Kerap isu ini digoreng oleh para elitis untuk political group, interest and personal. Negeri ini dibangun bukan dasar khilafah tapi lewat perjuangan para rakyat Indonesia dan peran dari the founding father.

Isu ini memang menjadi political games atau gim politik untuk mendulang suara. Bagi pemilih radikal berbasis agama yang kuat bisa terpengaruh. Dan juga pemilih tradisional-radikal bisa terpengaruh. (ARN/OkeZone)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca