Arrahmahnews.com, BEIRUT – Setelah beberapa bulan diam, Sekretaris Jenderal gerakan Hizbullah Lebanon, Sayyed Hassan Nasrallah, memecah kesunyiannya dengan sebuah wawancara TV. Wawancara 3 jam itu disambut reaksi panik dari para pemimpin Israel yang bergegas untuk mengurangi refleksi negatif dari sambutannya pada publik Israel dengan mengatakan bahwa komentarnya adalah perang psikologis, propaganda, dan tidak nyata.
Baca: Wawancara Pertama Sekjen Hizbullah di 2019 akan Digelar Hari Ini
Dalam komentar kepada jaringan berita Al-Mayadeen, Nasrallah memperingatkan bahwa agresi berkelanjutan Israel ke Suriah akan mendorong kawasan itu ke dalam konfrontasi besar-besaran baru. Klaim Tel Aviv tentang penghancuran terowongan Hizbullah ke wilayah Palestina yang diduduki juga menjadi bahan wawancara. Menyoroti bahwa Operasi Perisai Utara Israel untuk menghancurkan terowongan itu tidak ada gunanya, Nasrallah mengatakan bahwa gerakan perlawanan Libanon memiliki rudal dan roket dengan akurasi tepat yang dapat mengenai bagian mana pun dari wilayah yang diduduki Israel.
Sayyid Nasrallah menambahkan bahwa adalah mungkin kapan saja di Suriah para pemimpin Suriah dan poros Perlawanan membuat keputusan untuk menanggapi pelanggaran Israel.
Reaksi Panik Netanyahu
Ketika media secara luas meliput pernyataan Nasrallah di mana ia menyebutkan berbagai kekalahan Israel di lapangan, Perdana Menteri Israel, yang kabinetnya saat ini berada di ambang kehancuran, bergegas membantah dengan mengklaim bahwa pemimpin Hizbullah itu berada dalam kebingungan karena tiga alasan: keberhasilan “luar biasa” dari Operasi Perisai Utara Israel, kesengsaraan keuangan yang dimiliki Hizbullah, dan “kekuatan mematikan” pasukan Israel.
Netanyahu buru-buru membuat klaim bantahan dengan menyebut bahwa operasi baru-baru ini memotong bagian dari pengaruh operasi gerakan perlawanan. Ia juga mengaitkan apa yang disebutnya kekhawatiran kondisi keuangan Hizbullah dengan tekanan AS terhadap Iran sebagai pendukungnya.
Mengapa Netanyahu Panik?
Tampak jelas bahwa reaksi Netanyahu berasal dari kekuatiran yang kuat tentang peringatan Nasrallah perihal kemampuan untuk menargetkan setiap bagian dari wilayah Palestina yang saat ini diduduki Israel. Komentar itu sangat berpengaruh sehingga membuat Netanyahu harus cepat-cepat bergerak untuk membuat klaim tidak berdasar terhadap front Perlawanan. Tapi apa yang membuat PM Israel itu sangat cemas setelah peringatan Hizbullah?
1. Kata-kata Nasrallah selalu diterjemahkan menjadi tindakan
Pernyataan sekretaris jenderal Hizbullah tidak pernah bersifat propaganda. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa ia selalu melakukan apa yang ia janjikan. Pada tahun 2006, tepat sebelum serangan besar-besaran Israel di Libanon, Nasrallah memperingatkan tanggapan keras. Ia kemudian mewujudkan janji itu dengan menembakkan rudal ke wilayah-wilayah pendudukan, bersama dengan para pejuangnya yang menunjukkan perlawanan luar biasa terhadap agresi 33-hari Israel.
Ketika militan dan teroris dukungan asing menyerang Suriah, kepala Hizbullah itu bersumpah untuk bertarung menggunakan kekuatan maksimum melawan para teroris dukungan asing tersebut. Ia melakukannya di Suriah, yang sekaligus juga menjauhkan bahaya dari Lebanon.
Jadi, sekarang saat ia memperingatkan Tel Aviv untuk tidak memicu perang baru di kawasan, dimana hal itu akan menarik respons rudal terhadap kota-kota Israel, ia sedang bersungguh-sungguh.
2. Kekuatan rudal Hizbullah
Bagian lain dari kekhawatiran Israel adalah terkait pengetahuan Tel Aviv tentang kemampuan rudal front Perlawanan di wilayah tersebut.
Pada November 2018 agresi Israel terhadap Jalur Gaza, kabinet Netanyahu tiga hari setelah dimulainya perang mengatakan mereka menerima kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas, kelompok Palestina yang memerintah daerah kantong itu.
Pengumuman gencatan senjata itu menimbulkan kemarahan besar-besaran di dalam rezim Israel dan banyak yang kecewa dengan kekalahan di hadapan kelompok Palestina tersebut. Meskipun Israel membual tentang sistem pertahanan udara Iron Dome “tak terkalahkan” mereka yang dikembangkan secara khusus untuk mengatasi roket yang ditembakkan dari Gaza, selama tiga hari banyak target di kota-kota Israel terkena roket, membuktikan bahwa Iron Dome hanyalah bualan.
Baca: Khawatir Rudal Hizbullah, Israel Minta Prancis Sampaikan Peringatan ke Beirut
Kekuatan rudal Hezbollah memberikan alasan yang sama kepada Israel untuk khawatir, terutama bahwa Hezbollah tentu memiliki kemampuan rudal yang lebih besar dari Hamas.
Institut Yahudi untuk Keamanan Nasional Amerika (JINSA), sebuah think tank pro-Israel yang berbasis di Washington, yang menampung sejumlah mantan komandan militer Amerika, dalam sebuah laporan membahas kemampuan rudal besar Hezbollah, mengatakan,
“Hari ini Hezbollah memiliki daya tembak lebih banyak dari 95 persen militer konvensional dunia serta lebih banyak roket dan rudal daripada gabungan semua anggota NATO Eropa.”
Baca: WOW, Seluruh Wilayah Israel dalam Jangkauan Rudal Hizbullah
Laporan itu menambahkan bahwa Tel Aviv sekarang menghadapi tantangan yang tidak terlihat di bagian lain dunia. Laporan JINSA menambahkan bahwa Hezbollah memiliki antara 120.000 dan 140.000 rudal. Situs web itu menambahkan bahwa jumlah roket dan rudal itu pada 2006 adalah sekitar 10.000 dan sekarang bertambah ke angka yang fantastis terdiri dari sejumlah rudal jarak pendek, rudal jarak menengah, dan ratusan rudal akurasi pinpoint yang akurat.
3. Kelemahan strategis Tel Aviv
Selama beberapa bulan terakhir, masalah yang menunjukkan kelemahan Israel adalah berita tentang penemuan terowongan Israel di selatan wilayah pendudukan dengan Lebanon. Meskipun tentara rezim mengaitkan terowongan itu dengan Hizbullah, gerakan Lebanon secara resmi membantah ada kaitan, tetapi keberadaan struktur bangunan bawah tanah itu, yang beberapa di antaranya dikatakan mampu mengakomodasi kendaraan ringan, lebih dari hal lain menunjukkan kelemahan Israel.
Terowongan itu, berkenaan dengan panjang dan kedalamannya jelas tidak dibangun dalam waktu singkat. Sebaliknya, mereka adalah proyek beberapa tahun. Klaim tentang penemuan terowongan datang saat Tel Aviv berperang dengan Gaza. Netanyahu, yang menjadikan penemuan terowongan ini sebagai pengalihan isu dari menerima gencatan senjata dengan Gaza.
Baca: Ejekan Pedas Sekjen Hizbullah kepada Israel Soal Terowongan Rahasia
Tetapi gencatan senjata ini sendiri mengungkap kenyataan tentang Israel, karena kondisi geografis dan kurangnya kedalaman strategis, Israel tidak dalam posisi untuk bertarung di dua front secara bersamaan. Begitu mereka terlibat dengan Hizbullah, eskalasi tidak akan berhenti di front utara.
Front lain, terutama dari Suriah dan Gaza, bisa segera dibuka melawan Tel Aviv. Dalam situasi seperti itu, rezim Israel sulit bertahan dari serangan mematikan. Jadi, keterlibatan dalam perang multi-front, dari utara, selatan, dan timur, dapat mengakibatkan ancaman serius terhadap keberadaan rezim Israel. (ARN)
