Arrahmahnews.com TEHRAN – Mohsen Rezaei, seorang komandan senior dari Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran, memperingatkan Angkatan Laut AS untuk menjaga kapal-kapalnya, termasuk kapal induk, jauh dari kapal-kapal cepat IRGC di perairan Teluk.
“Tuan Trump, katakan pada kapal perang Anda untuk tidak lewat dekat kapal Pengawal Revolusi Islam Iran”, kantor berita ISNA mengutip Rezaei yang mengatakan pada hari Selasa.
Pernyataan itu muncul sehari setelah Washington menunjuk IRGC sebagai organisasi teroris, yang digambarkan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sebagai langkah yang berakar pada “dendam” Amerika terhadap IRGC.
“IRGC adalah garda terdepan baik dalam menghadapi musuh di perbatasan [Iran] dan bahkan beberapa ribu kilometer jauhnya [di Suriah] serta di medan perang politik melawan musuh”, Khamenei menegaskan.
Baca: Pompeo Samakan Jenderal Soleimani dengan Pemimpin ISIS Al-Baghdadi.
Merujuk pada langkah AS yang memasukkan IRGC ke dalam daftar hitam, Khamenei mengatakan bahwa “kejahatan semacam itu tidak akan mengarah ke mana pun” dan bahwa “dengan tipu daya akan kembali ke diri mereka sendiri, musuh-musuh Republik Islam – seperti Trump dan para idiot […] di pemerintah AS – sedang bergerak ke kehancuran”.
Kepala IRGC Mohammad Ali Jafari, pada gilirannya, menolak pelabelan Washington, yang katanya “cukup menggelikan karena Pengawal Revolusi ada di hati rakyat”.
Jafari juga berjanji bahwa “Pengawal Revolusi akan meningkatkan kemampuan defensif dan ofensif di tahun mendatang”.
Sebelumnya, Dewan Keamanan Tertinggi Iran dilaporkan menunjuk CENTCOM dan pasukan terkait sebagai organisasi teroris.
“Sebagai tindakan pembalasan terhadap keputusan ilegal AS [yang mengakui IRGC sebagai organisasi teroris], Iran menyatakan rezim AS sebagai ‘negara yang mendukung terorisme’, CENTCOM dan pasukan yang terkait dengannya sebagai ‘kelompok teroris'”, pernyataan dewan keamanan, yang dikutip oleh outlet media pemerintah Republik Islam Iran Broadcasting.
Hubungan AS-Iran runtuh ke level terendahnya dalam beberapa dasawarsa sejak Mei lalu, ketika pemerintahan Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015, yang juga dikenal sebagai JCPOA. [ARN]
