Arrahmahnews.com, JAKARTA – Entah ini fenomena yang positif, atau justru sebaliknya yang terjadi di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini. Mengingat sejak 2014 lalu masyarakat Indonesia dari level atas hingga terbawah sontak hobby membahas politik dengan versinya masing-masing.
Semula ini terasa menjadi kabar baik, karena terkesan seolah masyarakat mulai melek politik, hingga tak selalu menganggap bahwa politik itu kotor dan hanya bicara kekuasaan semata. Namun nyatanya tidak seperti itu. Benar, animo dan angka partisipasi masyarakat meningkat drastis, tapi praktiknya justru ada yang membuat miris dan meresahkan.
Baca: Surat Terbuka Neziten ‘Semprot’ Fadli Zon
Betapa tidak, gegap gempita panggung politik di Indonesia malah membuahkan polarisasi atau perpecahan sikap yang begitu tajam, hingga banyak yang membuat pernyataan yang tak berbasis data dan menyesatkan. Ironisnya hal itu dilakukan oleh banyak elite politik, yang dampaknya menciptakan logika terbalik di tengah-tengah masyarakat luas. Bahkan ada tokoh agama yang seharusnya bersikap netral dan bisa jadi penengah, nyatanya malah sibuk membela kelompok tertentu dengan ceramah dan cuitan yang meresahkan.
Karenanya tak heran pula bila di akar rumput terbawa meleset logika berfikirnya. Tak sedikit yang kemudian lebih percaya kepada berita hoax, ketimbang fakta yang berdasarkan realita yang didukung dengan data yang valid.
Baca: Wahabi Aktor Sektarianisme di Indonesia
Hal ini diperparah dengan moda politik identitas dan sektarianisme yang diusung, yakni isu SARA, khususnya agama dijadikan sebagai kendaraan politik, sehingga masyarakat Indonesia yang agamis dan primordialistik lebih mudah digiring dengan opini-opini sesat yang seolah semua itu demi keyakinan agama, ulama, dan ijtima.
Buah dari itu semua, saat ini masyarakat lebih dipertontonkan oleh banyaknya anak bangsa yang sedang ‘Sakau Politik,’ ketimbang ajakan bersatu dalam membangun. Hingga pada akhirnya politik itu masih seperti dulu, dimana politisi lebih mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompoknya, ketimbang kepentingan bangsa dan negaranya.
Baca: BNPT: Tujuan Radikalisme-Terorisme Ingin Ganti Pancasila dan Dirikan Khilafah
“Inilah catatan sebuah negeri yang reformasinya kebablasan dan melahirkan demokrasi tak beretika, seolah semua bebas bicara, para politisi berebut kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, tapi maju tak siap kalah, ketika menang jadi serakah. Tak bisa memberikan pendidikan politik yang baik, sok membela rakyat, padahal hanya para delusi pencipta para pencaci maki”. Mesake bangsaku. (ARN)
Sumber: Akun Facebook Wahyu Sutono
