arrahmahnews

Ninoy Karundeng: Lagi-lagi PKS Khianati Prabowo

Ninoy Karundeng: Lagi-lagi PKS Khianati Prabowo

Arrahmahnews.com, Jakarta – Kejadian pilpres 2014 terulang lagi, PKS Khianati Prabowo. Ninoy Karundeng memberikan sebuah ulasan menarik terkait hal ini.

Bijak. Prabowo lempar handuk. Di tengah bau anyir darah tewasnya perusuh yang sia-sia. Di tengah penangkapan terhadap pendukung Prabowo kelas atas seperti Eggi Sudjana, Kivlan Zen, dan Soenarto, dan ratusan pendukung kelas teri yang ditangkap sebagai perusuh. Maka pertarungan Pilpres 2019 telah selesai.

Bukti Hukum Narasi Omong Kosong

Apalagi Mahkamah Konstitusi (MK) diserang dengan gaya pendukung Prabowo oleh Bambang Widjojanto sebagai lembaga pengadil Mahkamah Kalkulator. Tentu mereka bersikap. Sedang Prabowo diarahkan oleh Tim Kuasa Hukum yang bermasalah itu dengan janji-janji narasi palsu. Oh Prabowo. Bukti hukum PHPU (perselisihan hasil pemungutan suara) bentuknya adalah narasi omong kosong.

Baca: Yusuf Muhammad: Prabowo ‘Masuk Perangkap’ Politik PKS

Persis sama dengan ketika Prabowo dibohongi oleh PKS untuk maju ke MK pada 2014. Kini hal sama terjadi dengan rayahan duit Hasyim keluar banyak. Karena makin lama sidang di MK maka makin banyak duit keluar dari kocek Prabowo dan Sandi. Apalagi bohir pendana kampanye di luar Prabosan sendiri, seperti Cendana, Demokrat, kalangan pengumpul dana kampanye seperti PKS, HTI, khilafah atas nama agama sudah menarik diri.

Sidang MK Alot

Diperkirakan MK pun bisa terpecah. Tidak bulat. Sebagian anggota MK melihat bukti-bukti dan dalil kualitatif dan kuantitatif tidak memenuhi syarat. MK menilai bukti-bukti itu tidak memenuhi syarat untuk disidangkan lebih lanjut untuk pembuktian.

Pasalnya, semua bukti dan narasi omong kosong Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi itu tidak layak disidangkan dalam perselisihan hasil pemungutan suara (PHPU) yang berpotensi mengubah suara.

Sisi lain hakim MK melihat perlunya sidang panjang lebar. Untuk kepentingan gaya-gayaan seperti pada 2014, dengan bukti omong kosong. Terjadi dissenting opinion dalam sidang penetapan putusan sela. Harapan pendukung Prabowo agar Anwar Usman memimpin gerakan unlawful decision seperti kelakuan Hakim Sarpin.

Baca: Surat Terbuka ‘Super Pedas’ Rudi S. Kamri Buat Prabowo ‘Jangan Jadi Pecundang’

(Pidato pelantikan Ketua MK Anwar Usman dianggap sebagai representasi kalangan Islam karena pidato pelantikannya yang menyebutkan kata innalillahi wainna ilaihi rojiun.) Padahal Usman adalah Hakim yang adil dan nasionalis-religius.

MK yang sekarang ini bukanlah MK yang isinya koruptor semacam Akil Mochtar atau politisi PAN Patrialis Akbar. Para hakim MK saat ini memiliki integritas tinggi yang tidak bisa dibeli. (Namun, karena delusi, para pendukung Prabowo pun mengharapkan keajaiban. Narasi omong kosong Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana tentang diskualifikasi Jokowi-Ma’ruf Amin dianggap Prabowo-Sandi sebagai bualan di siang bolong. Prabowo-Sandi goyah.)

Prabowo Lempar Handuk

Ibarat ayam betina, Prabowo telah berkokok. Dia menyampaikan pelemparan handuk putih. Alasan pertama adalah kaki tangan kasir bohir demo Habil Marati dan pengorganisasi demo Kivlan Zen telah ditangkap.

Alasan kedua sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) pun akan berakhir lebih cepat, duit tak akan keluar banyak untuk Tim Kuasa Hukumnya yang bermasalah. Bambang Widjojanto adalah aktor pelatih saksi palsu. Denny Indrayana adalah tersangka kasus Payment Gateway yang sedang butuh duit banget.

Maka, malam ini Selasa (11/06/2019) serta-merta Prabowo menyampaikan permohonan kepada para pengikut khilafah-nya, HTI-nya, PKS-nya, FPI-nya, dan para perusuh yang sudah mendapatkan penangguhan tahanan, untuk tidak datang ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca: Tiru Erdogan, PKS Khianati KMP dan Prabowo

Alasan Prabowo di Twitter Gerindra itu mengada-ada. Bohong. Bukan karena perjuangan harus ada strategi. Bukan. Yang benar adalah karena pendana sudah bubar. Bohir sudah kocar-kacir. Habil Marati yang menjadi kasir rencana pembunuhan pun tidak akan menggelontorkan uang. Unsur Cendana pun mikir panjang karena ketegasan merangsek Kivlan Zen dan Soenarko adalah peringatan tegas dari Jokowi dan Polri.

Gatot Nurmantyo pun mengisyaratkan agar Prabowo dan penegak hukum membangun kesejukan. Prabowo kehilangan dukungan para purnawan kelas Prabowo. Ya sekelas Yohanes Prabowo. Limbung. Kehilangan darah. Di tengah kekuatan hukum dan politik Jokowi tak tertandingi.

Konektivitas Kerusuhan dan Ambulans Gerindra

Kesaksian para eksekutor yang bermufakat jahat tidak bisa lagi dihindari. Rencana pembunuhan ini bermotifkan pada ketidakpuasan terhadap hasil Pilpres 2019. Kivlan Zen dan Soenarko adalah jelas pendukung Prabowo. Kivlan jelas memerintahkan pembunuhan. Tidak bisa disangkal.

Fakta konektivitas seperti ini, jika ditarik terus garisnya akan mengarah kepada aktor intelektual. Aktor intelektual ini ingin agar terjadi kerusuhan, chaos, yang sudah dibangun bersamaan dengan demo-demo. Demo dibagi dua. Demo damai sebagai alibi untuk menutupi kerusuhan yang dibangun.

Konektivitas fakta ambulans Gerindra digunakan untuk memasok perusuh, mengangkut batu, menyebarkan uang demo, menjadi titik yang tak terhindarkan bagi Gerindra tersangkut dengan kerusuhan.

Bahkan komporan Prabowo berbelasungkawa atas tewasnya perusuh dan Anies Baswedan yang mengangkat-angkat mayat perusuh pun menjadi bagian dari fakta pemelintiran atas tewasnya para perusuh. Perusuh hendak dijadikan martir. Gerindra ingin tewasnya perusuh diselidiki. Padahal mereka adalah para perusuh bayaran terencana. Polri pun membuktikan jahitan peristiwa itu secara pelan nan pasti.

Baca: Ninoy Karundeng: Jokowi Hancurkan Operasi Busuk Gerombolan Khilafah, Teroris dan Prabowo

Strategi komprehensif Jokowi dengan memainkan kartu halus as sungguh efektif. Jepitan politik dan jeratan hukum terhadap Kivlan Zen dan Soenarko dilakukan. Eggi Sudjana dan kawan-kawan akan dicokok. Bahkan Amien Rais, Permadi, Lieus Sungkharisma dan siapapun yang terlibat akan dibabat habis. Tidak ada yang bebas di muka hukum.

Maka Prabowo pun lempar handuk, menyerah kalah. Sidang di MK pun tampaknya akan berakhir pada 14 Juni 2019 pada saat putusan sela diambil. Jika pun menunggu selama 14 hari lagi, yakni tanggal 28 Juni 2019, sidang MK akan diwarnai pembantaian hukum dan mempermalukan Prabowo-Sandi sendiri. Dan, tetap Jokowi, as the winner takes all. Dengan korban politik seperti Kivlan Zen, Soenarto, dan Eggi Sudjana. Langkah bijak Prabowo. (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca