Arrahmahnews.com, Jakarta – Momen Idul Qurban yang sudah di depan mata adalah waktu paling tepat bagi lembaga donasi untuk meraup dana masyarakat secara besar-besaran. Dari selebaran, spanduk, baliho hingga iklan di berbagai media menawarkan banyak kemudahan berqurban layaknya belanja online di aplikasi. Antusias masyarakat meningkat drastis seiring panggilan kepedulian atas nama agama.
Lembaga donasi mendadak menjelma menjadi “calo” hewan qurban. Kita tak harus repot memilih hewan qurban berikut penyembelihan hingga penyalurannya. Semua kebutuhan beramal kita tersedia dalam satu “aplikasi” bernama lembaga donasi.
Baca: ANEH! Hilangkan Jejak ‘Donasi ke ACT’, Bukalapak Bantah Dukung Teroris
Lantas muncul pertanyaan, apakah lembaga donasi tersebut melakukan pelayanan dengan cuma-cuma? Tentunya tidak jika kita peka pada peluang bisnis yang terbuka lebar. Pasang spanduk baliho dan iklan tidak ada yang gratis. Tulisan pencitraan di media tentang profil lembaga donasi tentu ada biayanya. Menjadikan seekor kambing hidup menjadi potongan daging di kantong plastik, pasti butuh biaya. Menyalurkan bahan makanan sumber kolesterol kepada penyukanya tentu butuh sarana juga.
Darimana itu semua didapat? Kitalah para peserta donasi yang membayarnya semua. Entah bagaimana lembaga tersebut menemukan rumus matematika, menjadikan seekor sapi dibandrol harga 40 juta sejatinya hanya berupa sapi senilai 30 juta. Selisih angka 10 juta menjadi hak prerogatif sang lembaga “calo”.
Baca: Dahono Prasetyo Tuntut Transparasi Lembaga Donasi
Tidak perlu berhitung dikalikan berapa hewan hingga mendapat keuntungan dalam bisnis musiman tersebut. Namun itulah bisnis, selalu berhitung keuntungan sebisa mungkin. Masyarakat yang ikhlas di calo-in, dan lembaga donasi yang cerdik melihat peluang, menjadikan sistem kontrol menjadi sesuatu hal yang tabu.
Lebih celaka lagi, kita sering ditawarkan donasi qurban untuk disalurkan ke negeri nun jauh disana. Dengan bantuan Photoshop untuk mengeksplorasi wajah kesedihan anak-anak dan rakyat kelaparan kedalam selembar baliho, empati kita mendadak terbang jauh ke seberang. Sementara di sekeliling kita masih banyak kesedihan serupa yang juga butuh uluran tangan.
Baca: Sekjen Alsyami Komentari Perselingkuhan ‘Bukalapak dan ACT’ Soal Donasi Suriah
Kita kadang suka bermimpi menjadi besar di mata orang lain. Sibuk mengkais rejeki di kampung sendiri, namun menebar sedekahnya di kampung seberang. Itukah yang sedang terjadi??. (ARN)
Penulis: Abu Nawas