arrahmahnews

Jokowi Dikeroyok Koruptor, Teroris Hingga Kelompok Khilafah yang Berkolaborasi dengan OPM

Jokowi bersama Rakyat Papua

Arrahmahnews.com, Jakarta – Jokowi Dikeroyok Koruptor, Teroris, Khilafah yang gabung OPM, ujar pegiat medsos Ninoy Karundeng di akun facebooknya. Lantas kenapa meraka berkolaborasi untuk menjatuhkan Jokowi? simak ulasannya:

Ya. Jokowi dikeroyok oleh koruptor, para teroris, eks HTI di Papua, khilafah yang telah bergabung dengan OPM – yang sangat militan. Ideologi yang tidak menyambung disatukan oleh tujuannya adalah merusak Indonesia. Untuk kepentingan ekonomi. Akhirnya, Jokowi itu sendirian. Kasus Papua memilukan.

Benar. Hanya Jokowi yang bisa meredam. Sepanjang sejarah baru Acub Zaenal dan Jokowi yang berbuat untuk Papua. (Dia tak akan ikuti jebakan Fadli Zon dan kamu Kampret agar Jokowi ke Papua saat ini. Jokowi Presiden RI. Bukan kroco pilek seperti Zonk, atau Kampret.)

Baca: Upaya CIA “Hancurkan” Jokowi (Part 1)

Padahal bahaya menganga mengancam Papua. Kenapa? Teroris khilafah mulai bergabung dengan pemberontak Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sekali lagi. Semua kelompok kanan bergabung. HTI, khilafah, penjual senjata, koruptor, semua bermain.

Munculnya Jokowi merusak kepentingan para begundal. Kekalahan Pilpres 2019 merupakan langkah sementera mundur HTI dan khilafah yang menunggangi Prabowo.

Padahal, sebenarnya yang dibutuhkan rakyat Papua adalah keadilan. Nyatanya duit Otonomi Khusus tidak sampai ke rakyat Papua. Isu rasisme digunakan untuk menutupi Dana Otonomi Khusus hilang. Rakyat Papua harusnya bisa menerima uang Rp 17,5 juta per orang.

Wajar Rakyat Papua marah. Namun, ketika kemarahan rakyat mereda, yang tersisa Gubernur dan pejabat Papua terpojok. Yang dibakar pun gedung DPRD, gedung MRP (Majelis Rakyat Papua) kantor pejabat yang terkenal galak ke Pusat, perantara aspirasi. Namun, rakyat tetap tidak menerima duit Otsus.

Baca: Upaya CIA “Hancurkan” Jokowi (Part 2)

KIP (Kartu Indonesia Pintar), PKH (Program Keluarga Harapan), beasiswa khusus anak-anak Papua, pembangunan infrastruktur secara langsung mengurangi peran ‘perantara’ para pejabat Papua. Hilang peran untuk mengelola dan menilep duit besar. Juga BBM Satu Harga merusak bisnis pejabat yang mencekik rakyat Papua.

Belum lagi masalah keamanan. Banyak yang berkepentingan. Campur baur. Yang jelas tak menguntungkan rakyat Papua. Dari mulai Gereja, ASN, pejabat Papua, LSM, dsb. Benny Wenda di luar negeri. Bahkan oknum TNI pun ditangkap karena menjual amunisi ke OPM. Mengenaskan.

Tak heran pengkhianat negara bermain, semacam Tri Susanti (caleg Gagal Gerindra), Sayang (Ketua Perindo Sorong), Veronica Koman (provokator). Mereka bersekutu dengan pemilik modal rezim Orde Baru. Mereka akan terus bekerja untuk menggiring disintegrasi Indonesia.

Baca: Tri Susanti dan SA Provokator Tersangka Kasus Rasial Mahasiswa Papua Resmi Ditahan Polisi

Maka Papua meledak. Pelaku rasisme lambat ditindak. Tri Susanti lambat dicokok. Vero pun demikian. Setelah bakar-bakaran, bukan sejak video beredar Tri Susanti dicokok. Bukan segera. Setelah Manokwari. Jayapura. Sorong. Paniai. Bahkan Fakfak yang dikira steril dari gerakan khilafah yang menunggangi kasus Papua.

Hanya sedikit yang paham, di Papua banyak pemberontak OPM mulai bergabung dengan teroris pengikut khilafah. Militansi Papua plus khilafah ini sangat membahayakan. Papua dan NKRI dalam bahaya.

Puncak dahsyat ‘kesalahan’ Jokowi adalah merebut Freeport. Bancakan Orde Baru itu disikat habis oleh Jokowi. Meski sebenarnya seluruh bisnis masih dikendalikan oleh anasir Orba di level dari hulu sampai hilir, namun terjadi perubahan ‘nilai’ dollar dan rupiah. Tidak bisa lagi seperti sebelum di tangan sepenuhnya Freeport. Orang-orang LSM pun tercekik oleh kebijakan Jokowi. Daya tawar untuk ‘unsur’ dan ‘atas nama’ keamanan hilang. OPM yang dulu sering mendapat upeti, kesulitan nanti sejak 2021. Seret uang.

Baca: Ninoy Karundeng: Gus Dur dan Jokowi Ksatria Papua

Dalam kondisi seperti ini, gerakan HTI dan khilafah secara masif masuk ke Bumi Papua. Kegerahan Gereja hanya sebatas gereja. Karena dana Timur Tengah begitu masif masuk Papua. Bahkan pembangunan lembaga pendidikan di kantonng-kantong Kristen tak bisa dihentikan. Karena sejatinya orang Papua sangat toleran. Ini pintu masuk mereka. Mereka memanfaatkan kebaikan, kearifan rakyat Papua sebagai alat masuk teroris, khilafah, koruptor, merusak Papua.

Dan itu dikendalikan dari Jawa. Tri Susanti, Vero, Ginting, dan lain-lain. Bahkan asrama mahasiswa Papua di luar Papua adalah tempat persemaian anti NKRI, jadi simpatisan OPM. Harus dibersihkan. Dari luar negeri menyebut satu dedengkot: Benny Wenda. Proxinya para bule kere dan LSM, Australia, Inggris, Jerman, AS. Anehnya, imigrasi Indonesia dikibuli para perusuh Aussie – dikiran festival budaya Papua.

Baca: Polri Temukan Keterlibatan Pihak Asing Soal Kerusuhan di Papua

Maka Jokowi diam. Menahan diri. Konsolidasi masalah. Dia juga mampu membungkus yang dia tahu. Ada strategi di dalam diamnya. Namun dia adalah Panglima Tertinggi TNI, Presiden RI, Kepala Pemerintahan, yang berkuasa membuat kebijakan.

Kata-katanya menentukan hitam putihnya Papua. Hancur atau aman. Jokowi adalah Bung Karno kecil. Gus Dur dalam bidang infrastruktur untuk Papua. Dan, dia SENDIRIAN. Untuk Papua dia berbuat. Sendirian. (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca