arrahmahnews

Menag Fachrul Razi: Tidak Menguntungkan, Sistem Khilafah Musuh Semua Negara

Arrahmahnews.com, Jakarta – Menag Fachrul Razi berbicara soal sistem khilafah. Dia menganggap sistem khilafah lebih banyak mudaratnya (red: tidak menguntungkan atau merugikan). Dan anggap saja dia jadi musuh semua negara.

“Saya sudah mulai lakukan secara tegas kita katakan khilafah tidak boleh ada di Indonesia. Memang kalau ngomong khilafah ini kan kalau dilihat dari aspek-aspek Alquran atau hadis-hadis dan lain sebagainya memang kontroversial,” kata Menag dalam sambutannya di Lokakarya Peran dan Fungsi Imam Masjid di Hotel Best Western, Mangga Dua Selatan, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).

Baca: Menag Fachrul Razi Berang Kepada Para Penceramah yang Bodohi Umat

Menag mengatakan pemerintah saat ini solid melawan radikalisme. Menag juga akan aktif memberi masukan soal gerakan pro-khilafah.

“Dan mungkin nanti aparat hukum yang akan mengeluarkan keputusan,” ujarnya menyambung soal tindakan memerangi radikalisme pro-khilafah.

Fachrul berharap imam-imam masjid sejalan dengan pemerintah. Dia meminta tak ada perdebatan soal khilafah.

“Kalau diperdebatkan tidak akan ada kesepakatannya, tapi buat kita kemudaratannya lebih banyak daripada manfaatnya,” ujarnya.

Baca: WOW! Menag Fachrul Razi Soal Ormas Radikal: Kalau Nggak Bisa Diajak Diskusi, CORET

“Dimana di muka bumi ini yang sekarang sudah negaranya nation state, negara berdaulat, pasti tidak akan ada yang menerima khilafah. Dianggap saja dia jadi musuh semua negara,” imbuhnya.

Menurut cendikiawan muda NU Nadirsyah Hosen bahkan membuat sebuah tulisan yang menyatakan Istilah Khilafah Tidak Ada dalam Alquran.

Jadi, sekali lagi menjadi jelas bahwa penggunaan kata khalifah dalam al-Qur’an digunakan merujuk ke Nabi Adam dan Nabi Dawud, bukan merujuk kepada khalifah sepeninggal Nabi Muhammad. Tidak ditemukan istilah Khilafah dalam al-Qur’an. Maka kita sebaiknya jangan mengklaim sebuah istilah seolah ada dalam al-Qur’an padahal tidak ada sama sekali. Begitu pula istilah Khalifatullah fil ardh, yang penggunaannya sangat politis dilakukan oleh Abbasiyah untuk memperkuat legitimasi kekuasaan mereka.

Lantas apa bedanya khalifah dengan khilafah? Khilafah belakangan ini telah menjadi sebuah istilah yang bermakna sistem pemerintahan. Pemerintahan Khilafah ini sudah bubar sejak tahun 1924. Maka tepat kita katakan “Islam Yes, Khilafah No”. Bukan saja kita bilang No karena sudah bubar, dan digantikan oleh negara-bangsa, tapi juga istilah Khilafah tidak ada dalam al-Qur’an. Istilahnya saja tidak ada, apalagi bentuk dan sistem pemerintahan yang baku juga tidak terdapat penjelasannya di dalam al-Qur’an.

Baca: Ninoy Karundeng: Agama Senjata Khilafah Acak-acak Indonesia

Bisakah seorang menjadi Khalifah tanpa ada Khilafah? Bisa. Kenapa tidak? Bukankah kita semua sebagai anak cucu Nabi Adam adalah pewaris dan pengelola bumi? Ini khalifah dalam pengertian Qur’an, bukan dalam konteks sistem Khilafah ala HTI.

Bisakah pemimpin sekarang kita sebut sebagai Khalifah meskipun tidak ada khilafah? Bisa, mengapa tidak? Bukankah Nabi Dawud menjadi Khalifah padahal beliau Raja Bani Israil? Kata kuncinya, seperti dijelaskan di atas, adalah keadilan. Sesiapa pemimpin yang adil, bisa kita anggap sebagai Khalifah seperti Nabi Dawud.

Bisakah ada khalifah tanpa khilafah? Bisa, mengapa tidak? Bani Umayyah, Abbasiyah dan Utsmani itu berdasarkan kerajaan, diwariskan turun temurun. Ini bertentangan dengan konsep yang dijalankan Khulafa ar-Rasyidin. Tapi toh namanya juga disebut sebagai Khalifah. Artinya pada titik ini cuma sebutan gelar belaka untuk kepala negara, sementara esensinya sudah hilang.

Jadi jangan dikacaukan antara istilah khalifah dalam al-Qur’an dengan istilah khilafah (sistem pemerintahan) yang tidak ada dalam al-Qur’an.

Bagaimana dengan di kitab fiqh? Pembahasan di kitab fiqh itu dalam konteks kewajiban mengangkat pemimpin (Imam atau khalifah), bukan kewajiban menegakkan sistem khilafah. Sampai di titik ini kerancuan semakin parah: seolah wajib mendirikan sistem khilafah. Padahal yang wajib itu memilih pemimpin. (ARN)

Comments
To Top
%d blogger menyukai ini: