arrahmahnews

Yusuf Muhammad: Fatwa MU Jatim Dapat Hancurkan Keberagaman Bangsa

Fatwa MUI Jatim

Arrahmahnews.com, Surabaya – Pegiat medsos Yusuf Muhammad dalam akun facebooknya membuat sebuah tulisan menarik yang menjelaskan bagaimana Fatwa pelarangan salam agama lain yang dikeluarkan oleh MUI Jawa Timur yang juga didukung oleh MUI pusat adalah fatwa yang dapat menghancurkan bangsa dan untuk memecah belah bangsa, berikut ulasannya:

Lagi-lagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat kontroversi dengan menyatakan haram bagi pejabat muslim yang mengucapkan salam agama lain.

Baca: MUI Jatim Larang Pejabat Ucapkan Salam Agama Lain, Ini Jawaban Tegas Buya Syafii

Saya jadi heran, sudah puluhan tahun saya hidup di Indonesia dan belajar agama, tapi baru-baru ini saja ada hal-hal aneh yang saya temui. Sudah puluhan tahun Islam itu damai dan tumbuh di Indonesia sesuai dengan kultur budaya yang ada, tapi anehnya baru-baru ini Islam seperti ada yang kurang dan ‘nyeleneh’.

Baru-baru ini memang banyak bermunculan ‘makhluk’ yang bebas mengharamkan ini itu saenake lambene. Apapun kalau gak sesuai dengan pemahamannya maka dibid’ahkan dan diharamkan, seakan merekalah makhluk Tuhan yang paling benar.

Saya heran, dasarnya apa MUI mengharamkan pejabat muslim mengucapkan salam agama lain? Adakah pejabat muslim yang mengucapkan salam agama lain ketika acaranya dihadiri oleh umat muslim saja? Misalnya; sholat Jumat, tabligh akbar, maulid Nabi Muhammad SAW dll.

Tentu tidak ada yang ucapkan salam agama lain, akan tetapi beda jika acaranya sifatnya universal atau umum yang dihadiri oleh saudara kita yang menganut agama lain.

Ucapan selamat itu bukan bermakna mempercayai Tuhan selain Allah, akan tetapi itu hanya ucapan sapaan dan doa yang maknanya baik. Tidak ada makna untuk menyekutukan Allah SWT.

Baca: Jika Wali Songo Masih Hidup, Kira-Kira Apa yang Mereka Katakan Soal Fatwa MUI?

Ucapan salam “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh” berasal dari agama Islam yang artinya: semoga Allah SWT melimpahkan keselamatan, rahmat dan keberkahan untukmu/kalian.

Kemudian, “Salam sejahtera bagi kita semua” diucapkan oleh umat Kristen, “Shalom” diucapkan umat Katolik, “Om swastiastu” dari Hindu Bali, “Namo buddhaya” dari Buddha, dan “Salam kebajikan” dari Konghucu. Semua itu baik mendoakan untuk kedamaian dan keselamatan.

Jadi, masalahnya apa kok diharamkan, bahkan sampai katanya Allah murka jika pejabat muslim ucapkan salam agama lain?

Wahai MUI, ketahuilah, sebelum Tengkuzul cs duduk di Lembaga MUI dan fasih mengucapkan “assalamu’alaikum”, umat Yahudi sudah mengucapkan “Shalom Aleichem” yang artinya: damai kiranya menyertaimu, jadi gak usahlah mengharam-haramkan ini itu dan membangun opini seakan Islam itu keras, intoleran dan menakutkan.

Kalau dalilnya memang tidak kuat ya tidak perlu dipaksakan. Apalagi di MUI masih ada Tengkuzul, yang mana tashrifan saja belum benar, katanya: “kafaro-yukaffiru-kufron,” kan itu salah fatal. Malu kami sebagai umat Islam jika orang seperti Tengkuzul masih duduk di MUI dan tak ada satupun petinggi MUI yang bisa menertibkan.

Saya belum membahas soal fitnah yang bejibun disebarkan oleh Tengkuzul di media sosial. Bahkan fitnahnya yang mengatakan ‘pemerintah legalkan zina’ sudah memakan korban dari seorang ustadz di Banyuwangi.

Ampun sudah, sebenarnya MUI ini kerjanya apa? Apa tidak ada hal lain yang lebih penting untuk diurus sehingga ucapan salam agama lain dipermasalahkan?.

Baca: Fatwa MUI Ciderai Kemajemukan dan Keragaman Beragama di Indonesia

Jika MUI belum berani menertibkan Tengkuzul, maka tidak usahlah MUI aneh-aneh haramkan ucapan salam agama lain. Kalau kurang kerjaan, sebaiknya petinggi MUI lainnya ajarin dulu Tengkuzul Tashrifan, setelah itu baru ajak beliau untuk bicara soal “ushul fiqh” dan lainnya yang menjadi ranah MUI.

Saya paham, larangan ucapan salam agama lain ini dikeluarkan oleh MUI Jawa Timur, tapi MUI pusat juga mengaminkan, malah katanya, Allah murka jika muslim ucapkan Salam dan do’a agama lain. Apa benar demikian?

Ah, jangan-jangan itu cuma prasangka mereka saja. Kata Allah dalam hadits qudsi: “Aku berdasar persangkaan hambaKu kepadaKu.”

Sebelumnya, larangan ucapan salam pembuka semua agama bagi pejabat di acara resmi terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori.

Harusnya, mau ada pejabat muslim mengucapkan salam agama lain atau tidak, ya dikembalikan saja kepada pribadi masing-masing dan tidak perlu merasa paling benar, apalagi ada yang mengharamkan. Saya jadi teringat kata Gus Mus:

“Ada orang Islam yang beragamanya selalu marah-marah. Dan dia mengira, kalo dia marah-marah gitu, otomatis Allah juga marah-marah. Allah kok disamakan dengan dirinya, seakan-akan Allah pecicilan seperti dia.”

Perlu diketahui, kita ini hidup di Indonesia, ada berbagai macam agama, adat, budaya dan bahasa. Jadi, kita harus bisa menjaga persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathoniyyah). Masa iya hanya mengucapkan salam agama lain gitu membuat Allah murka ?

Menurut saya, apa yang disampaikan MUI Jatim dan MUI pusat dapat mencederai “ukhuwah wathoniyyah” yang selama ini telah kita dibangun bersama. MUI sepertinya sudah terkontaminasi oleh virus kebencian dan intoleran.

Apa yang difatwakan MUI jatim soal larangan ucapan salam agama lain tentu itu sangat berbahaya, dan dapat memecah belah bangsa. Sungguh miris melihat keberadaan MUI saat ini. Pantas saja Gus Mus pernah bertanya: “MUI itu makhluk apa ?”

Entahlah saya juga tidak tahu MUI itu makhluk apa, yang jelas, di sana ada banyak makhluknya. Ada makhluk yang suka bikin hoaks, ada makhluk tukang korup, ada makhluk tukang berbuat asusila, mesum dan masih banyak lagi makhluk lainnya.

“Gus, Kalau yang suka pakai sorban dan jubah putih, trus nyinyir 24 jam di twitter itu makhluk apa?”

“Itu makhluk Kadrun!”. (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca