Apakah Putra Mahkota Saudi Mohammed Bin Salman Seorang Zionis?
Arab Saudi – Pekan lalu, seorang Syekh Saudi terkemuka, Mohammed Al-Issa, mengunjungi kamp konsentrasi Auschwitz di Polandia untuk memperingati 75 tahun pembebasannya, yang menandai berakhirnya Holocaust Nazi. Meskipun dia bukan Muslim pertama yang mengunjungi situs yang di klaim sekitar satu juta orang Yahudi terbunuh selama Perang Dunia Kedua itu, namun menurut kantor pers Auschwitz Memorial Centre, Al-Issa adalah pemimpin agama Islam paling senior yang melakukannya.
Mengunjungi Auschwitz bukan masalah bagi seorang Muslim; Islam memerintahkan umat Islam untuk menolak pembunuhan manusia siapapun tanpa alasan, apapun agama mereka. Namun disini Al-Issa adalah sekutu senior Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MbS), yang tampaknya tidak terlalu peduli dengan kesucian hidup manusia, dan kunjungan ke Auschwitz itu memiliki konotasi politik yang sangat jelas di luar konteks Islam manapun.
Dengan mengirim Al-Issa ke kamp Holocaust, Bin Salman ingin menunjukkan dukungannya kepada Israel, yang mengeksploitasi Holocaust untuk tujuan kolonial geopolitik. “Pemerintah Israel memutuskan bahwa hanya mereka saja yang diizinkan untuk menandai peringatan 75 tahun pembebasan Sekutu Auschwitz (di Polandia modern) pada 1945,” tulis wartawan Richard Silverstein baru-baru ini ketika ia mengomentari pertemuan para pemimpin dunia di Yerusalem untuk Acara Holocaust Benjamin Netanyahu.
Baca Juga:
Bin Salman menggunakan Al-Issa untuk tujuan seperti itu, seolah-olah untuk menunjukkan kepercayaan Zionisnya sendiri. Selain itu, ketua Liga Dunia Muslim yang bermarkas di Makkah tersebut juga memimpin upaya pemulihan hubungan dengan Kristen Evangelis di AS, yang teguh mendukung Zionis mendirikan negara Israel. Al-Issa telah menyerukan delegasi antar-agama Muslim-Kristen-Yahudi untuk melakukan perjalanan ke Yerusalem dimana ini nanti akan mewujudkan sebuah Troika Zionis.
Zionisme bukan agama, dan ada banyak Zionis non-Yahudi yang menginginkan atau mendukung pembentukan negara ‘Yahudi’ di wilayah pendudukan Palestina. Definisi Zionisme tidak menyebutkan agama pendukungnya, dan penulis Israel Sheri Oz, hanyalah salah satu penulis yang bersikeras bahwa non-Yahudi dapat menjadi Zionis.
Karena itu, kita tidak perlu kaget melihat seorang pemimpin Muslim Zionis di masa-masa sulit ini. Masuk akal untuk mengatakan bahwa sebagai teman dekat para pemimpin Zionis, kakek dan ayah Bin Salman adalah Zionis. Logika menunjukkan bahwa Bin Salman berasal dari dinasti Zionis.
Ini terbukti dari hubungannya yang erat dengan Zionis dan pendekatan positif terhadap pendudukan Israel dan pembentukan negara Yahudi di Palestina. Ia menyebutnya sebagai “tanah leluhur orang Yahudi”. Ini berarti bahwa ia tidak memiliki masalah dengan pembersihan etnis terhadap hampir 800.000 warga Palestina pada tahun 1948, di mana ribuan orang terbunuh dan rumah mereka dihancurkan untuk mendirikan negara Zionis Israel.
“Klaim ‘Negara Yahudi’ adalah bagaimana Zionisme mencoba untuk menutupi Apartheid intrinsiknya, dibawah kedok ‘penentuan nasib sendiri orang-orang Yahudi’,” tulis blogger Israel Jonathan Ofir di Mondoweiss pada tahun 2018, “dan untuk bangsa Palestina itu berarti perampasan dari mereka”.
Sebagai penguasa de-facto Arab Saudi, Putra Mahkota Bin Salman telah memenjarakan lusinan warga Palestina, termasuk perwakilan Hamas. Dengan melakukan hal itu ia melayani kepentingan Israel. Selain itu, ia menyalahkan bangsa Palestina karena tidak berdamai dengan negara pendudukan (penjajah).
Baca Juga:
Bin Salman “mengecam orang-orang Palestina karena melewatkan kesempatan-kesempatan penting,” tulis Danial Benjamin di majalah Moment. Ia kemudian menyoroti bahwa disini, ayah sang pangeran yaitu Raja Salman, bertugas memainkan peran penyeimbang dengan mengatakan bahwa Arab Saudi “secara permanen berdiri di dekat bangsa Palestina dan hak rakyatnya untuk negara merdeka dengan Yerusalem Timur yang diduduki sebagai ibukotanya”.
Wartawan Israel Barak Ravid dari Channel 13 News Israel melaporkan bahwa pangeran Mahkota Saudi itu, Bin Salman, telah mengatakan:
“Dalam beberapa dekade terakhir kepemimpinan Palestina telah kehilangan satu demi satu kesempatan dan menolak semua proposal perdamaian yang diberikan. Sudah saatnya Palestina menerima proposal dan setuju untuk datang ke meja perundingan atau tutup mulut dan berhenti mengeluh”.
Ucapan mengerikan ini mengingatkan pada kata-kata mantan Menteri Luar Negeri Israel Abba Eban, salah satu pendiri Zionis Israel, bahwa Palestina “tidak pernah melewatkan kesempatan untuk melewatkan kesempatan”.
Baca Juga:
Zionisme Bin Salman juga sangat jelas dalam dukungannya yang berani untuk kesepakatan Presiden AS Donald Trump abad ini, untuk mencapai tujuan Zionis di Palestina dengan mengorbankan hak-hak bangsa Palestina.
Ia berpartisipasi dalam konferensi Bahrain, forum dimana sisi ekonomi dari kesepakatan AS itu diumumkan, dimana ia memberikan “perlindungan kepada beberapa negara Arab lainnya untuk menghadiri acara tersebut dan membuat geram warga Palestina”.
Ketika membahas masalah dukungan Saudi saat ini untuk kebijakan dan praktik Israel terhadap Palestina dengan pejabat Palestina yang kredibel minggu lalu, ia mengatakan kepada saya (penulis) bahwa Otoritas Palestina telah menghubungi Presiden Brasil Jair Bolsonaro untuk memintanya agar tidak memindahkan kedutaan negaranya ke Yerusalem. Tapi apa jawab Presiden Brasil?
“Saudi telah menekan kami untuk memindahkan kedutaan kami ke Yerusalem”, jawab pemimpin Brasil itu. Bukti apa lagi dari Zionisme Mohammed Bin Salman yang kita butuhkan?
Pendiri Museum Friends of Zion adalah Kristen Evangelis Amerika, Mike Evans. Setelah mengunjungi sejumlah Negara Teluk, ia mengatakan bahwa, “Para pemimpin disana lebih pro-Israel daripada banyak orang Yahudi.” yang ia maksud disini secara khusus adalah Putra Mahkota Arab Saudi, dan rekannya di UEA, Mohammed Bin Zayed.
“Semua versi Zionisme mengarah ke akhir reaksioner yang sama dari ekspansionisme yang tak terkendali dan melanjutkan genosida kolonial kepada rakyat Palestina,” ungkap penulis dan fotografer Israel-Amerika Yoav Litvin yang menulis ini untuk Al-Jazeera.
Kita mungkin akan melihat Kedutaan Besar Israel dibuka di Riyadh dalam waktu dekat, dan Kedutaan Besar Saudi di Tel Aviv atau, lebih mungkin, Yerusalem. Apakah Mohammed Bin Salman seorang Zionis? Tidak ada keraguan tentang itu. (Motasem A Dalloul, Penulis adalah koresponden MEMO di Jalur Gaza)
Ikuti Update Berita di Channel Telegram Arrahmahnews
