Yordania – Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, memperingatkan Inggris dan Amerika Serikat terhadap “bahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya” yang akan ditimbulkan oleh skema Israel untuk mencaplok bagian-bagian dari wilayah pendudukan Palestina, mendesak masyarakat internasional untuk turun tangan.
Dalam percakapan telepon dengan timpalannya dari Inggris, Dominic Raab, Safadi mengatakan bahwa rencana rezim Tel Aviv untuk memaksakan “kedaulatannya” atas permukiman Tepi Barat dan Lembah Yordania adalah “bahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mengancam peluang perdamaian”.
Baca Juga:
- Pejabat PBB: Ancaman Aneksasi Tepi Barat oleh Israel Pelanggaran Berat Hukum Internasional
- Surat Palestina ke PBB: Israel Manfaatkan Pandemi Corona untuk Aneksasi Tepi Barat
Diplomat top Yordania itu meminta Raab untuk mencegah Israel bergerak maju dengan rencana aneksasi. Ia lebih jauh menekankan pentingnya “campur tangan yang mendesak dan aktif” oleh komunitas internasional untuk “melindungi peluang perdamaian.”
Dalam percakapan terpisah dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Safadi menyatakan oposisi kuat Yordania terhadap upaya Israel untuk mengkonsolidasikan pendudukannya atas tanah Palestina.
Skema aneksasi “merusak semua prospek perdamaian,” katanya.
Kesepakatan yang mendasari pemerintahan koalisi baru Israel, yang dilantik awal bulan ini, memungkinkan rezim itu untuk memulai legislasi aneksasi mulai 1 Juli.
Baca Juga:
- Aneksasi Israel atas Tepi Barat akan Bangkitkan Intifada Seluruh Kawasan
- Pandemi Belum Reda di AS, Pompeo akan Kunjungi Israel Bahas Aneksasi Tepi Barat
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberi Tel Aviv lampu hijau untuk aneksasi dalam “kesepakatan abad ini” yang diproklamirkannya sendiri, yang diresmikan pada bulan Januari dengan tujuan melegitimasi pendudukan Israel dan menggambar ulang peta Timur Tengah.
Kesepakatan kontroversial AS itu menyerukan pembentukan negara Palestina dengan kontrol terbatas atas keamanan dan perbatasannya sendiri. Kesepakatan ini juga melarang pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah air mereka, mengabadikan Yerusalem al-Quds sebagai “ibu kota Israel yang tidak terbagi” dan memungkinkan rezim itu untuk mencaplok permukiman dan Lembah Jordan. (ARN)