Lebanon, ARRAHMAHNEWS.COM – Kelompok anti perang AS, Code Pink, mengecam rencana Pemerintahan Trump untuk segera menerapkan sanksi maksimum atas Lebanon, hanya beberapa saat pasca negara itu ditimpa tragedi ledakan mengerikan. Mereka menggalang petisi untuk mendesak rencana tersebut dibatalkan.
“Orang-orang Lebanon hidup dalam mimpi buruk menyusul ledakan Beirut. Untuk memperburuk keadaan, sekarang AS mengancam sanksi ketika Lebanon sedang berusaha pulih,” bunyi pernyataan organisasi itu dalam postingan twitter mereka pada Sabtu (15/08) dengan lampiran petisi.
BACA JUGA:
- Israel Siap Bantu Lebanon dengan Imbalan Pelucutan Senjata Hizbullah
- Analis: Amerika, Prancis dan Arab Saudi Dalang Krisis di Lebanon
“Katakan pada Setve Mnuccin (Menkeu AS) bahwa sanksi di Lebanon kejam dan tidak manusiawi!” tegas pernyataan itu lebih lanjut.
Disaat kondisi ekonomi dan politik Lebanon semakin parah akibat ledakan sangat mematikan yang terjadi di Pelabuhan Beirut, Pemerintahan Trump berencana untuk memaksakan lebih banyak sanksi terhadap para pengusaha dan politisi negara itu.
The Wall Street Journal melaporkan pada 12 Agustus lalu bahwa pemerintah AS sedang bersiap untuk menjatuhkan sanksi baru “terhadap politisi dan pengusaha terkemuka Lebanon dalam upaya untuk melemahkan pengaruh Hizbullah.”
Surat kabar itu mencatat bahwa ledakan parah yang mempengaruhi seluruh warga Lebanon itu dimanfaatkan Washington untuk mempercepat upaya memasukkan para pemimpin Lebanon yang merupakan aliansi Hizbullah ke dalam daftar hitam.”
Surat kabar itu juga menambahkan bahwa para pejabat AS melihat kekacauan pasca-ledakan sebagai “kesempatan untuk membuat perpecahan antara Hizbullah dan sekutunya sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk menekan kekuatan perlawanan.
Pejabat tinggi AS ingin “menekan penuh Lebanon,” lapor WSJ. Mereka mengutip seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya yang berkomentar, “Saya tidak melihat bagaimana Anda dapat bereaksi terhadap peristiwa semacam ini dengan apapun selain tekanan maksimum”, merujuk pada kampanye “tekanan maksimum” pemerintahan Trump.
BACA JUGA:
Para pejabat senior AS itu berkomentar terus terang bahwa mereka ingin pemerintah Lebanon saat ini diganti dengan rezim “teknokratis” tanpa ada Hizbullah di dalamnya.
Tuntutan ini mengkonfirmasi laporan 2019 di The Grayzone oleh jurnalis Rania Khalek, yang merinci bagaimana LSM yang didukung Barat di Lebanon mengeksploitasi protes anti-korupsi untuk digunakan dalam strategi kepentingan mereka guna menyingkirkan Hizbullah dari koalisi pemerintahan negara itu, dan mengangkat para pejabat boneka yang bersekutu dengan AS, dan ramah terhadap IMF.
The Wall Street Journal juga mengakui bahwa “program sanksi pemerintahan Trump terhadap Hizbullah” telah “merugikan ekonomi” di negara Lebanon.
Dengan tetap memberlakukan sanksi terhadap Lebanon, Washington telah memperjelas bahwa tidak ada masalah mendorong Lebanon lebih dalam ke jurang ekonomi, ke ujung keruntuhan negara, dengan harapan bisa menghancurkan Hizbullah. (ARN)
