TEHRAN, ARRAHMAHNEWS.COM – Iran dan Irak pernah berperang selama delapan tahun antara 1980 dan 1988.
Irak menginvasi Iran untuk merebut provinsi kaya minyak Khuzestan setelah Revolusi Iran 1979. Perang ini menewaskan 1,2 juta orang, yang mencakup penggunaan senjata kimia oleh Irak terhadap pasukan dan warga sipil Iran.
Presiden AS Donald Trump bahkan ancaman yang lebih besar dan lebih berbahaya bagi Iran daripada Saddam Hussein, kata juru bicara pemerintah Ali Rabiei.
Baca:
- VIDEO Detik-detik Jatuhnya Pesawat Militer Ukraina
- Pertama Kalinya Tel Aviv Akui Keberadaan Tahanan ISIS Asal Israel di Irak Utara
“Beberapa elit politik di berbagai tingkatan tidak percaya bahwa saat ini Trump lebih kejam dan brutal daripada Saddam, membahayakan nyawa, kesehatan, dan mata pencaharian warga Iran,” kata Rabiei, pernyataannya dikutip oleh Iranian Student News Agency.
“Jika Saddam ingin merebut Khuzestan dan Khorramshahr, bahkan dengan kata-katanya sendiri, setidaknya Arvand Rud [Sungai] dari Iran. Hari ini, Trump sedang berusaha untuk memecah dan membabat Iran, untuk mengalahkan semangat nasional dan identitas masyarakat Iran,” tambahnya.
Meskipun pemerintah Saddam Hussein mengancam akan menghancurkan desa-desa dan kota-kota Iran, hari ini Trump mengancam akan menghancurkan pusat budaya dan peradaban negara itu, ujar Rabiei, mengingat ancaman kontroversial Trump pada awal tahun ini yang akan menyerang “52 situs Iran,” termasuk “beberapa tempat yang sangat sensitif dan penting bagi Iran” di tengah ketegangan Iran-AS setelah pembunuhan atas Komandan Pasukan Quds Qasem Soleimani.
“Rezim Saddam menargetkan orang-orang kami dengan roket dan bom … dan hari ini Trump telah menargetkan kesehatan, kehidupan, dan mata pencaharian orang-orang dengan pemboman melalui sanksi ekonomi dan pembunuhan,” lanjut juru bicara itu.
Rabiei mengingatkan bahwa sama seperti Saddam Hussein merobek Perjanjian Aljazair tahun 1975 tentang penyelesaian setiap sengketa perbatasan antara Iran dan Irak pada bulan September 1980 beberapa hari sebelum meluncurkan perang terhadap Iran. Demikian pula, pada tahun 2018, “Trump melakukan hal yang sama yakni menarik diri dari perjanjian nuklir atau yang dikenal dengan Rencana Aksi Komprehensif Bersama(JCPOA).”
Baca: Shamkani: Perlawanan Aktif Kunci Utama Kalahkan Blokade Ekonomi
Rabiei juga menuduh pemerintahan Trump membunuh Soleimani karena kekalahan kampanyenya dalam mendukung teroris Daesh (ISIS), sama seperti Iran menuduh Irak menargetkan Komandan Pasukan Darat Iran-Irak Ali Sayad Shirazi, yang dibunuh oleh Baghdad.
Rabiei mengemukakan bahwa selama Perang Iran-Irak, garis depan berada di medan perang, hari ini garis depan adalah perang melawan terorisme ekonomi dan perang ekonomi.
Juru bicara tersebut menekankan bahwa Iran “tidak akan pernah menyerah” pada intimidasi atau paksaan AS, dan cepat atau lambat, akan membuat Amerika bertekuk lutut. (ARN)