Uni Emirat Arab, ARRAHMAHNEWS.COM – Hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab sedang mekar. Demikian diucapkan seorang pejabat senior yang bepergian dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo kepada wartawan bulan lalu. Namun istilah bunga mekar, mungkin terlalu sederhana untuk mengumpamakan apa yang terjadi.
Sejak Kesepakatan Camp David pada 1978, Israel telah “menormalisasi” hubungan dengan Mesir, Yordania (1994), Mauritania (1999), dan yang terbaru, UEA dan Bahrain. Bulan lalu Israel dan Sudan juga menandatangani kesepakatan untuk menormalisasi hubungan. Namun belum pernah proses normalisasi berlangsung secepat ini, dan dijalankan dengan penuh gairah secara timbal balik seperti itu, seperti antara Israel dan UEA. Dan lebih dari itu, UEA tampaknya dalam istilah praktis, sudah melupakan sama sekali keberatan atas pendudukan Israel di tanah Arab.
BACA JUGA:
- Industri Prostitusi, Bagian dari Kesepakatan Normalisasi UEA-Israel
- UU Kontroversial UEA Pasca Normalisasi Perbolehkan Kumpul Kebo Hingga Miras
Emirat bulan lalu menjadi tuan rumah bagi sekelompok pemimpin pemukim Israel dari Tepi Barat, wilayah yang diduduki Israel sejak perang 1967 dengan Yordania, Suriah, dan Mesir. Pada bulan Oktober, mereka juga mengizinkan impor anggur yang diproduksi oleh perusahaan Israel di Dataran Tinggi Golan, yang juga diduduki Israel sejak 1967.
Bahkan UEA bersama AS dan Israel juga akan mendanai sebuah proyek untuk “memodernisasi” pos pemeriksaan Israel di Tepi Barat yang digunakan untuk mengontrol dan memantau pergerakan warga Palestina.
Bulan ini maskapai penerbangan Israel El Al, dan maskapai penerbangan Emirat Etihad, menandatangani nota kesepahaman dan akan memulai penerbangan langsung antara Tel Aviv dan Abu Dhabi awal tahun depan. Maskapai penerbangan murah, flydubai, juga telah memulai layanan komersialnya ke bandara Ben Gurion.
BACA JUGA:
- Surat Kabar Rusia Ungkap Alasan UEA Legalkan Miras dan Kumpul Kebo
- Warga UEA Bebas Masuk Israel Tanpa Visa
Bahkan Etihad ketika merilis iklan untuk penerbangan ke Tel Aviv telah begitu keterlaluan karena menyertakan ilustrasi dengan judul ‘Kuil Kedua’. Kuil Kedua, di Temple Mount Yerusalem, telah dihancurkan oleh Romawi pada tahun 70 Masehi. Sebagai gantinya yang berdiri disana saat ini adalah Haram Al-Sharif! lokasi Kubah Batu dan Masjid Al-Aqsa (situs tersuci ketiga dalam Islam setelah Mekah dan Madinah).
Setelah diserang reaksi kemarahan umat Islam atas iklan tersebut, Etihad segera menghapusnya.
Kemudian, pada 22 November, kabinet Israel meratifikasi pengecualian visa bersama dengan UEA, sesuatu yang merupakan pertama dari jenisnya dengan negara Arab mana pun yang memiliki hubungan dengan rezim Zionis tersebut.
Sekarang bandingkan dengan kasus dua negara pertama yang berdamai dengan Israel: Mesir dan Yordania.
Orang-orang Mesir dan Yordania , beberapa masih memiliki ingatan jelas tentang berbagai perang dengan Israel. Mereka mendekati normalisasi dengan hati-hati atau menolaknya sama sekali.
BACA JUGA:
- Produk Impor Buah dan Sayur Israel Banjiri Supermarket Dubai
- UEA, Bahrain Resmi Tandatangani Kesepakatan Normalisasi dengan Israel
Baru minggu ini, Persatuan Sindikat Artistik Mesir menangguhkan penyanyi dan aktor Mohamed Ramadan setelah aktor tersebut muncul di media sosial saat menghadiri pertemuan di UEA dan berpose dalam sebuah foto dengan atlet dan artis Israel. Ramadan dalam pembelaan dirinya menerangkan bahwa ia tidak tahu dan hanya berfoto dengan penggemar, mengatakan bahwa ia tidak menanyakan kewarganegaraan masing-masing penggemar.Mesir dan Israel menandatangani Kesepakatan Damai Camp David 42 tahun lalu.
Yordania, yang warganya secara keturunan sebagian besar berasal dari Palestina, juga ragu-ragu untuk merangkul Israel.
Sementara itu, Duta Besar Palestina untuk Austria, Salah Abdel Shafi menyebut langkah normalisasi antara negara kaya minyak itu (UEA) dan Israel “mengejutkan.”
“Jika saya membandingkan tingkat normalisasi antara (Mesir dan Yordania) dan UEA, yang dalam waktu singkat sudah [mengadakan] beberapa kunjungan timbal balik, berbagai kesepakatan perdagangan, yang pada dasarnya sudah mencakup semua aspek… itu mengejutkan,” kata Abdel Shafi kepada CNN.
Bulan madu Israel-Emirat memang berlangsung cepat, tetapi perselingkuhan yang awalnya rahasia (diantara mereka) ini menurut beberapa laporan media sudah dimulai pada pertengahan 1990-an.
Terlepas dari manfaat nyata dari hubungan bisnis yang erat antara dua negara kaya, Israel dan UEA juga sama-sama takut akan pengaruh Iran di kawasan.
Pengaruh Iran memang berkembang, terutama sejak koalisi pimpinan AS menggulingkan pemimpin Irak Saddam Hussein pada tahun 2003. Teheran mendukung rezim Bashar Assad di Suriah, Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, dan partai-partai Syiah yang kuat dan pasukan di Irak.
Demikian pula, daun ara persatuan dan solidaritas Arab telah layu dan hilang bertahun-tahun yang lalu. Perjuangan Palestina, yang dulunya sakral, telah dianggap sebagai gangguan, terutama bagi negara-negara Teluk.
BACA JUGA:
- UEA Ancam Tindak Keras Aktivis anti-Israel
- Ali Khamanei: Umat Islam Tak Pernah Terima Penghinaan Normalisasi Israel
Israel, yang pernah menjadi musuh bebuyutan resmi negara-negara Arab, telah mereka gantikan dengan yang lain.
“Baik AS dan Israel ingin negara-negara Arab berpikir bahwa musuh utama mereka adalah Iran,” kata aktivis veteran Palestina dan legislator Mustafa Barghouti, mengomentari normalisasi Emirat-Israel.
UEA, bagaimanapun, menegaskan perjanjian normalisasi dengan Israel akan menguntungkan Palestina. Menteri Luar Negeri Emirat Sheikh Abdullah Bin Zayed mengatakan bahwa Kesepakatan tersebut “akan memungkinkan kami untuk terus mendukung rakyat Palestina, dan mewujudkan harapan mereka untuk sebuah negara merdeka dalam kawasan yang stabil dan makmur.”
Monarki Teluk selalu waspada terhadap orang Palestina. Mereka membutuhkan orang-orang Palestina yang terampil untuk membangun negara mereka dan mendidik anak-anak mereka di tahun-tahun awal ledakan minyak, tetapi tidak pernah nyaman dengan ideologi revolusioner yang dibawa oleh banyak orang Palestina.
Belum lama berlalu saat dunia Arab memiliki sedikit kebulatan suara tentang keunggulan perjuangan Palestina. Liga Arab mendukung prakarsa perdamaian Arab mendiang Raja Saudi Abdullah tahun 2002 yang menawarkan normalisasi penuh hubungan dengan Israel sebagai ganti penarikan Israel dari wilayah-wilayah yang diduduki dalam perang 1967.
Inisiatif itu hampir mati. Dengan Palestina terbagi antara Gaza dibawah Hamas yang terisolasi dan Otoritas Palestina yang menua dan bergantung pada bantuan dengan pengaruh terbatas di beberapa bagian Tepi Barat, keduanya diadu melawan Israel yang telah menikmati, terutama selama empat tahun terakhir, cek kosong dari Washington, sementara dukungan untuk Palestina mungkin tampak seperti pemborosan bagi banyak rezim Arab.
Khawatir terhadap Iran, UEA mengikuti jejak egois Presiden Donald Trump, yang dalam pelantikannya menjelaskan bahwa ia mengutamakan negaranya, Amerika Serikat. Kepentingan pribadi yang sempit telah mengalahkan aliansi dan masalah lama. Hari-hari Trump sebagai presiden tinggal hitungan hari, tetapi doktrinnya telah menemukan lahan subur di Teluk. (ARN)
