Sanksi Bodoh AS ke Venezuela, Maduro: Pompeo Idiot
Venezuela, ARRAHMAHNEWS.COM – Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengatakan bahwa AS telah memberlakukan apa yang disebutnya sebagai “Sanksi bodoh” pada perusahaan Venezuela yang membantu pemilihan parlemen negara itu.
Pompeo memberlakukan “Sanksi bodoh seperti dirinya yang idiot, ditengah perjalanannya keluar (Gedung Putih), terhadap perusahaan dan pengusaha yang membuat mesin agar rakyat Venezuela dapat memilih,” kata Maduro.
BACA JUGA:
- Iran, Venezuela Sama-sama Lawan Hegemoni dan Sanksi Kejam AS
- Venezuela Gagalkan Rencana AS Ledakkan Fasilitas Minyak
Pada hari Jumat, para pejabat Amerika Serikat mengatakan bahwa Ex-Cle C.A., anak perusahaan Venezuela dari sebuah perusahaan dengan nama serupa di Argentina, memiliki “kontrak jutaan dolar” dengan pemerintah Maduro.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengklaim bahwa perusahaan tersebut membeli mesin pemungutan suara China yang digunakan dalam memanipulasi proses pemilihan.
Pompeo mengatakan bahwa ketergantungan Maduro pada Ex-Cle C.A. dan perusahaan China CEIEC “Untuk mencurangi proses pemilihan seharusnya meyakinkan bahwa pemilihan legislatif 6 Desember itu curang dan tidak mencerminkan keinginan rakyat Venezuela.
Presiden Maduro mengecam pernyataan Pompeo itu sebagai memalukan.
Aliansi yang dekat dengan Maduro menang telak dalam pemilu Venezuela, yang kemudian lagi-lagi oleh Washington telah dituding berjalan curang.
BACA JUGA:
- Bloomberg: Iran Kirim Armada Minyak Terbesar ke Venezuela
- AS Kirim Kapal Perang ke Venezuela, Beranikah Amerika Sita Kapal Tanker Iran?
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah melancarkan kampanye sanksi dan langkah-langkah diplomatik dalam upaya untuk menggulingkan Maduro. Pemerintahan Trump bahkan berulang kali mengancam akan menggunakan kekuatan militer untuk menggulingkan pemerintahan Maduro.
Maduro mengungkap pekan lalu bahwa ada upaya pembunuhan terhadapnya pada hari pemilihan parlemen, yang dimenangkan oleh partai sosialis yang berkuasa dengan telak.
Pemilihan diadakan pada 6 Desember. Presiden Venezuela mengatakan bahwa pemimpin negara tetangga Kolombia terlibat dalam plot tersebut, menuduh Presiden Ivan Duque memainkan “peran dalam rencana untuk mengatur pembunuhan saya”. (ARN)