arrahmahnews

Denny Siregar “Sentil” Tempo: Majalah Salah Pasar

Denny Siregar "Sentil" Tempo: Majalah Salah Pasar

Jakarta, ARRAHMAHNEWS.COMPegiat medsos Denny Siregar “Sentil” majalah Tempo yang semakin hari ulasan-ulasannya tidak menarik dan kurang dalam dalam membahas sebuah kasus.

Menurut Denny, saya tuh bingung disentil-sentil terus untuk bahas “Anak pak lurah”. Penasaran saya cari-car berita, siapa sih yang dimaksud anak pak lurah? Oo, saya baru tahu ada isu yang diangkat majalah Tempo tentang keterlibatan Gibran Rakabuming dalam kasus korupsi Bansos Juliari Batubara.

Baca Juga:

Kata Tempo, ada info kalau Gibran dengan kode anak pak Lurah, maksudnya mungkin Jokowi, yang punya akses melibatkan PT Sritex Tbk dalam pengadaan kantong bansos.  PT Sritex tentu membantah ada urusan sama Gibran. Apalagi berita Tempo hanya berdasarkan “Katanya”.

Jadi kocak. Mereka yang bikin berita sendiri, asumsi sendiri, ribut-ribut juga sendiri. Orang lain pada ngakak.

Yang menarik buat saya sebenarnya adalah majalah Tempo ini. Saya dulu pembaca Tempo, bahkan almarhum bapak selalu membundelnya. Asyik memang dibacanya. Tapi itu dulu. Sekarang, Tempo kayak koran gosip pinggir jalan. Berita belum jelas, dimainkan dgn klik bait untuk dapat pelanggan.

Saya orang Marketing, jadi paham bagaimana cara jualan. Kalo saya jual mobil Ferrari, tentu saya akan pasarkan ke kelas yang mampu beli mobilnya, bukan kepada para pedagang kaki lima misalnya. Untuk apa? Mereka tentu gak mau beli.

Nah, majalah Tempo dulu itu begitu. Target pasarnya jelas. Kelas berpendidikan dan punya penghasilan tetap. Harga langganannya aja lumayan. Pemasang iklan juga senang pasang iklan di Tempo, karena pembaca Tempo adalah orang yang bisa beli produk yang mereka iklankan disana.

Baca Juga:

Tempo sekarang bikin ketawa. Target pasarnya orang-orang yang suka berita gosip dan kelas menengah bawah. Mirip koran kuning, yang judulnya bombastis tapi isi beritanya gada mutunya. Lah, siapa yang mau pasang iklan disana? Wong pembacanya gak punya daya beli..

Udah gitu, orang harus berlangganan lagi untuk baca Tempo sekarang. Kalo sasaran pasarnya masih seperti dulu sih, oke aja. Mereka gak masalah keluar uang sekian rupiah untuk langganan.

Lha, pembaca Tempo sekarang -yang banyak kadrunnya- makan aja harus nunggu demo dulu. Gimana bisa langganan?.

Baca Juga:

Jadi akhirnya, boro-boro langganan. Berita Tempo di upload oleh satu orang yang punya duit sedikit, trus disebarkan gratis ke ribuan orang. Bangkrut gak tuh? Baca aja patungan..

Sudah saatnya pemilik Tempo mulai pecatin redaktur-redakturnya. Perjelas lagi segmennya, mau buat majalah utk orang terdidik atau kelas gosip? Mending sekalian Tempo berubah jadi majalah otomotif misalnya, lebih jelas pasarnya daripada kayak begini..

Baca Juga:

Sebagai mantan pecinta Tempo dulu, ini mungkin saran terbaik yang bisa saya berikan. Saya hormat sama om Goenawan Mohammad karena tulisan-tulisannya. Duh, sayang banget kalo orang-orang muda di Tempo sekarang gak punya arah yang jelas.

Kalo gini terus, kelak Tempo akan seperti Nokia. Cuman jadi sejarah. “Dulu pernah ada majalah namanya Tempo. Isinya bagus-bagus. Kakek suka sama ceritanya tentang Johan ma Tante Sonya..”.

Lho, kek ? Itu bukannya Enny Arrow?. (ARN)

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d