Yaman, ARRAHMAHNEWS.COM – Mantan utusan PBB untuk Yaman dan Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jamal ben Omar menegaskan kembali bahwa perang yang dideklarasikan oleh koalisi agresi Saudi-Amerika di Yaman pada Maret 2015 terjadi pada saat para pihak di dalam Yaman telah mencapai konsensus tentang bentuk kekuasaan eksekutif, legislatif, dan pengaturan Keamanan. Jadwal untuk proses transisi, dan kesepakatan juga sudah dibahas.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di majalah Newsweek, Jamal ben Omar membenarkan bahwa Resolusi Dewan Keamanan 2216 diadopsi untuk menutupi kekejaman yang menyusul, dengan mencatat bahwa itu adalah resolusi yang dirancang oleh Saudi, dan dengan cepat dibawa oleh Amerika Serikat, Inggris dan Prancis ke sebuah dewan yang seharusnya peduli dengan memastikan perdamaian dan keamanan internasional.
BACA JUGA:
- UEA Hindari Pertempuran Lawan Houthi di Yaman
- Kemendagri Yaman Ungkap Detail Operasi Keamanan Khusus di Ma’rib
Ben Omar menegaskan bahwa pihak-pihak Barat yang membawa Resolusi 2216 ke Dewan Keamanan mengetahui bahwa permintaan agar Ansarullah, yang mendapat dukungan dari sebagian besar rakyat, untuk menyerah kepada pemerintah yang tinggal di sebuah hotel di Riyadh adalah tidak realistis atau dapat diterima.
Tetapi itu tidak terlalu penting bagi mereka karena mereka yakin Rusia akan memblokir keputusan tersebut, dan mereka salah perhitungan! Moskow, yang memiliki peluang juga untuk mendapatkan keuntungan dari kesepakatan perdagangan dengan Arab Saudi, abstain dari pemungutan suara, menghilangkan satu-satunya hambatan untuk mengadopsi resolusi tersebut.
Ben Omar menambahkan: Ironisnya, keputusan yang tidak praktis ini masih merupakan kerangka kerja untuk semua proses mediasi yang diawasi oleh PBB, “mediasi gagal sebagaimana dibuktikan dengan enam tahun perang ini.”
Ben Omar menyerukan untuk mempromosikan resolusi baru di Dewan Keamanan, yang memberikan kerangka kerja berbeda untuk proses negosiasi yang luas dan komprehensif yang mencakup tempat duduk untuk semua pihak Yaman, termasuk aktor sipil yang menjauhkan diri dari pertempuran, dan kerangka kerja ini harus mencakup Ansharullah, “Houthi.”
“Meskipun setelah miliaran penjualan senjata ke negara-negara koalisi yang dipimpin Saudi, Houthi masih menguasai setengah dari negara itu dan terus mengalami kemajuan dari waktu ke waktu,” kata Ben Omar.
Ben Omar menekankan bahwa “Bangsa Yaman harus diberi kesempatan untuk dengan bebas memutuskan masa depan mereka tanpa campur tangan atau paksaan dari kekuatan luar.” (ARN)
IKUTI TELEGRAM ARRAHMAHNEWS
