Jakarta, ARRAHMAHNEWS.COM – Ketua Umum ormas Islam PBNU KH Said Aqil Siradj menyampaikan strategi untuk menghabisi jaringan terorisme.
Kiai Said menyebut memberantas jaringan terorisme dilakukan dari benihnya atau pintu masuknya ajaran ekstremisme, yaitu ajaran Wahabi.
BACA JUGA:
- Pelaku Bom Gereja Katedral Makassar Beraliran Wahabi
- Ustad Hasyim Yahya Sebut Islam yang Baik Adalah yang Jadi Teroris dan Densus 88 Musuh Islam
Hal itu senada dengan pernyataan Mufti Al-Azhar Mesir “Jika dunia benar-benar ingin memusnahkan sumber terorisme, maka kita harus menindak tegas ideologi Wahabisme karena itu adalah sumber fitnah dan perselisihan.”
“Ini artinya, kalau kita benar-benar sepakat, benar-benar kita satu barisan ingin menghabisi jaringan terorisme, benihnya dong yang harus dihadapi. Benihnya, pintu masuknya yang harus kita habisi. Apa? Wahabi, ajaran Wahabi itu adalah pintu masuk terorisme,” ujar Kiai Said saat webinar dengan tema ‘Mencegah Radikalisme dan Terorisme untuk Melahirkan Keharmonisan Sosial’ yang disiarkan di YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama, Selasa (30/3/2021).
Kiai Said menegaskan ajaran Wahabi bukan terorisme, tetapi pintu masuk terorisme. Sebab, ajarannya dianggap ajaran ekstremisme.
“Ajaran Wahabi bukan terorisme, bukan, Wahabi bukan terorisme, tapi pintu masuk. Kalau udah Wahabi ‘ini musyrik, ini bid’ah, ini sesat, ini nggak boleh, ini kafir, itu langsung satu langkah lagi, satu step lagi sudah halal darahnya boleh dibunuh’. Jadi benih pintu masuk terorisme adalah Wahabi dan Salafi. Wahabi dan salafi adalah ajaran ekstrem”, ujarnya.
BACA JUGA:
- Syaikh Azhar: Ideologi Wahabi adalah Ular Beracun dalam Islam
- Kenapa Semua Serangan Bom Bunuh Diri Pelakunya Wahabi?
Kemudian, Said Aqil juga meminta agar ajaran agama di perguruan tinggi bagi jurusan selain agama Islam mengutamakan pembahasan terkait akidah, syariat, dan akhlak. Serta diperbanyak penjelasan terkait akhlakul karimah, misalnya menolong sesama, menghormati orang tua, membantu orang lagi susah, silaturahmi, menghormati tamu dan tetangga, menengok orang sakit, menengok orang sedang berduka karena kematian, tidak boleh dengki, tak boleh hasut, tidak boleh adu domba, hoax.
“Jadi, kalau pelajaran agama disampaikan di fakultas yang bukan (jurusan) agama kemudian terulang-ulang ‘neraka, surga, kafir, sesat, musyrik, bid’ah, neraka surga’. Wah, radikal semua itu, itu bagian fakultas yang memperdalam akidah, yang memperdalam syariah”, ujarnya.
“Kalau di fakultas umum cukup hanya mengenal hanya mengajak meyakini itu yang ditekankan adalah akhlakul karimah, menghindari radikalisme yang tumbuh di perguruan tinggi jurusan teknik atau yang bukan jurusan agama. Ini yang saya lihat kurikulum yang harus dijalankan di perkuliahan mata kuliah agama di perguruan tinggi yang bukan jurusan agama Islam”, imbuhnya. (ARN)
IKUTI TELEGRAM ARRAHMAHNEWS
