arrahmahnews

Ketum Muhammadiyah: Waspada Dai-dai Instan

Ketum Muhammadiyah: Waspada Dai-dai Instan

Masalah itu menurut Haedar diperparah oleh banyaknya dai-dai instan yang bermunculan di masa digital tanpa latar belakang disiplin keilmuan yang jelas.

Jakarta, ARRAHMAHNEWS.COMDi tengah era disrupsi (Disrupsi adalah sebuah lompatan perubahan dari sistem lama ke cara-cara baru) akibat kemajuan teknologi digital, gerakan pencerahan (tanwir) Muhammadiyah dianggap perlu digarap lebih serius.

Masalah itu menurut Haedar diperparah oleh banyaknya dai-dai instan yang bermunculan di masa digital tanpa latar belakang disiplin keilmuan yang jelas.

Digarapnya gerakan tanwir ini utamanya adalah untuk menghadirkan jawaban-jawaban alternatif dan kontekstual agar umat tidak malah terjatuh ke dalam cara yang salah menghadapi era disrupsi.

BACA JUGA:

Dalam forum Digital Society Discussion Series #5 Center of Southeast Asian Social Studies UGM, Sabtu (1/5) Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mencatat bahwa dalam era disrupsi, banyak umat muslim justru terjebak dalam cara yang salah dalam menghadapi era disrupsi.

Ketum Muhammadiyah: Waspada Dai-dai Instan

Ketum Muhammadiyah, Haedar Nasir

Alih-alih menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman menjawab tantangan zaman, sebagian umat malah menjadi resisten dan serba defensif (menutup diri) dari realitas yang ada.

“Karena ada yang melawan dehumanisasi tapi lari pada pemahaman agama yang puritan, lari dari kehidupan. (gejala) Puritan dan anti kehidupan itu juga terjadi pada kehidupan nasional,” ungkap Haedar Nashir.

Masalah itu menurut Haedar diperparah oleh banyaknya dai-dai instan yang bermunculan di masa digital tanpa latar belakang disiplin keilmuan yang jelas.

“Ada dai-dai instan. Agama (Islam) memang demokratis, tapi kan beda kalau orang yang berilmu agama, mendalam dan luas itu tahu batas-batas ketika dia memberi panduan bagi umat. Kalau dai-dai instan kan tidak punya dasar,” kritiknya.

BACA JUGA:

Parahnya, mereka juga tidak berafiliasi dengan organisasi agama yang mapan sehingga seringkali mereka tak segan-segan untuk membuat kontroversi dengan menyampaikan hal-hal yang tidak substantif dan tidak sepatutnya.

“Sekarang banyak dai-dai yang online tapi populer, nah maka buat mereka profesi (dai) itu juga tidak masalah karena mereka terbebas dari tanggungjawab komunitas,” imbuh Haedar.

Masalah-masalah ini menurut Haedar harus dibaca dengan baik oleh pegiat Persyarikatan agar mampu menjaga umat tetap pada pandangan dan nilai-nilai keagamaan yang mencerahkan.

Gerakan pencerahan Muhammadiyah harus dihadirkan untuk memberikan jawaban atas berbagai problem kemanusiaan, problem ekologis, menjunjung keadilan relasi gender baik secara struktural dan kultural.

“Bagaiamana nanti agama hadir di satu pihak sebagai lawan dehumanisasi, tapi di sisi lain juga harus adaptif terhadap relasi sosial yang inklusif, juga adaptif terhadap perubahan yang mengglobal dan kemanusian universal yang menyelamatkan kehidupan,” pesan Haedar. (ARN)

Sumber: Muhammadiyah

IKUTI TELEGRAM ARRAHMAHNEWS

Comments
To Top

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Arrahmahnews

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca