arrahmahnews

Webinar MUI: Modus Donasi Dalam Pendanaan Teror Saat Pandemi

Jakarta, ARRAHMAHNEWS.COM Jiwa kedermawanan masyarakat Indonesia menempati peringkat teratas di Dunia, menjamur nya lembaga-lembaga dan organisasi pengelola Donasi masyarakat membuat berbagai tindakan kejahatan memanfaatkan dana ini sebagai sumber kegiatan dan penerimaan baik pribadi ataupun organisasi.

Termasuk di dalamnya pendanaan terorisme yang memanfaatkan donasi Infaq, Sedekah dan Sumbangan lainnya baik dengan modus penyelahgunaan ataupun donasi pembiayaan operasional kegiatan organisasi dari sumbangan simpatisan.

BACA JUGA:

Turut hadir dalam kegiatan webinar ini adalah Muhammad Syauqillah (Ketua BPET MUI) sebagai moderator, keynote speaker Dr. Dian Ediana Rae (Kepala PPATK), Prof. KH. Noor Ahmad (Ketua MUI Pusat dan Baznas RI), sambutan: Prof. KH. Cholil Nafis, Ph.D (Dewan pengarah BPET), sedangkan yang menjadi Pembicara antara lain: Dr. Wahid Ridwan (Sekretaris BPET MUI Pusat), Abdur Rouf (Direktur NU Care LazisNU), Sabeth Abilawa (Direktur LazisNU), Garnadi Walanda M.Si (Penulis Buku Pendanaan Terorisme di indonesia), Hendro Fernando (Eks Napiter jaringan MIT).

Dorongan menyumbang atas nama agama, kebencanaan, kemiskinan, ketidakadilan hukum, perubahan iklim, anti korupsi. Hal ini yang membuat lembaga penyalur zakat tumbuh subur di Indonesia

Berikut analisa dari kepala PPATK Dian Ediana Rae, terorisme, melakukan crowd funding (Urun dana/penggalangan) dengan dalih bantuan kemanusiaan melalui media sosial seperti bencana alam, pandemi, santunan kepada keluarga korban.

Webinar MUI: Modus Donasi Dalam Pendanaan Teror Saat Pandemi

Jejak Dana teroris

Tidak adanya transparansi dalam penggunanaan dana bantuan, PPATK menemukan banyak penggunaan diluar yang seharusnya seperti; kepentingan pribadi, investasi dan pendanaan diluar fungsinya.

Dalam UU tentang bantuan sosial, ada poin penting yaitu mengetahui kepada siapa yang kita menyumbang dan dari mana kita mendapat sumbangan.

Webinar MUI: Modus Donasi Dalam Pendanaan Teror Saat Pandemi

Webinar MUI

Prof. KH. Noor Ahmad (Ketua MUI Pusat dan Baznas RI) mengatakan juga bahwa ada jaringan terorisme yang menggunakan lembaga amil zakatt (LAS) untuk pendanaan terorisme, selain itu juga ada beberapa Infaq dan sedekah yang tidak terstruktur menjadi sumber pendanaan. Sehingga kerjasama PPATK dan Baznas juga lembaga lainnya perlu untuk mengawasi pendanaan kepada terorisme.

BACA JUGA:

Prof. KH. Cholil Nafis (Dewan pengarah BPET) juga mengatakan dahulu terorisme mendapatkan pendanaan dari luar negeri, namun saat ini dalam negri melalui crowd funding juga menjadi salah satu sumber.

Perlu adanya proses identifikasi dan pengawasan untuk kotak-kotak amal yang disebar oleh kelembagaan di masyarakat. Namun perlu diperhatikan jangan sampai proses perijinan mempersulit masyarakat untuk berbuat amal.

Perlu adanya upaya sosialisasi kepada masyarakat yang tidak mengetahui penggunaan dananya untuk terorisme ataupun penyalur tidak mengetahui penggunaan dananya.

Menurut Hendro Fernando, Eks Napiter (Terlibat dalam jaringan pendanaan MIT) (saat ini BMI) terlibat dalam pendanaan dari Suriah untuk MIT dan Filipina dari kelompok ISIS. Tugas utama koordinator untuk mengambil dana ke turki secara cash untuk pendanaan kelompok Santoso di gunung.

Sulit untuk mengalirkan dana logistik secara cash, sehingga menggunakan penerima dana lokal sebanyak 10 orang karena jumlah agak banyak.

Selain itu ada juga modus menggunakan cara menukar aset orang indonesia di suriah dengan dana dari kelompok ISIS di Suriah.

Ada intimidasi kepada keluarga yang ditinggalkan oleh keluarga yang masuk penjara dan mengikuti program pemerintah.

Sabeth Abilawa (Direktur LazisNU) menyatakan bahwa dorongan menyumbang atas nama agama, kebencanaan, kemiskinan, ketidakadilan hukum, perubahan iklim, anti korupsi. Hal ini yang membuat lembaga penyalur zakat tumbuh subur di Indonesia.

BACA JUGA:

Narasi Inklusif dalam Fundraising: toleran, sensitifitas kepada korban, sensitifitas anak dibawah umur, tidak provokatif. Karena banyaknya aksi-aksi provokatif oleh lembaga yang tradisional dan illegal menggunakan narasi yang menyedihkan, berdarah-darah dan menjual penderitaan. Perlu adanya narasi-narasi pilatropis yang membawa kebahagiaan dalam memberikan sumbangan.

Perlu adanya pengecekan terhadap mitra kepada lembaga lokal di wilayah target penyaluran dana. Dapat menggunakan daftar lembaga teroris di BNPT atau bekerja sama dengan kemenlu untuk melakukan pengecekan.

Perlu adanya revisi UU no. 9 tahun 1961 tentang pengumpulan uang dan barang, denda dan rentang waktu sudah tidak sesuai dengan kondisi terkini.

Perlu adanya rating kepada lembaga filantropi sehingga masyarakat dapat mengarahkan kepada lembaga-lembaga legal.

Sosialisasi lebih luas DTTOT kepada lembaga-lembaga filantropi agar tidak terjebak kepada penyalur yang menyalahgunakan.

Abdul Rouf dari LAZISNU juga ikut berkomentar sebelumnya sumbangan dengan tujuan untuk keagamaan sebesar 20% untuk motivasi berdonasi dari total sample namun pasca covid terjadi perubahan hingga berada pada 12%. Kebanyakan dari para pendonasi tidak mengenal betul individu atau organisasi yang menyalurkan bantuan.

Kesamaan nilai yang disampaikan dalam kampanye menjadi faktor utama dalam menentukan keinginan/keputusan berdonasi pada suatu lembaga atau individu.

Pendanaan kegiatan terorisme tidak lepas dari paham radikalisme, yang dimanfaatkan oleh kelompok untuk membentuk visi/tujuan bersama untuk membentuk Khilafah. Visi ini lah yang memberikan motivasi kepada simpatisan untuk membantu melalui pendanaan kepada kelompok. Visi dan tujuan dari penyelenggara donasi perlu dipastikan tidak bertujuan untuk mendirikan lembaga atau terlibat dalam aksi terorisme.

BACA JUGA:

Pendanaan kelompok teror secara proses meliputi: pengumpulan dana (donasi anggota kelompok, pribadi, hasil usaha/bisnis, dan donasi masyarakat umum seperti kotak amal dll), pemindahan dana (tunai, perbankan, transfer non bank), dan penggunaan dana (pembelian senjata dan bahan peledak, mobilisasi anggota teror dan pengiriman FTF, pelatihan perang dan teror, membangun jaringan dan kerjasama (lokal, regional dan internasional).

Merebaknya donasi digital karena tidak adanya regulasi yang mengatur, sehingga banyak kasus-kasus dimana terindikasi terlibat dalam pendanaan teror karena tidak adanya regulasi yang dapat mengikat para penyelenggara donasi.

Donasi dalam bentuk cryptocurrency perlu dipantau karena trend diluar negeri saat ini mulai banyak terjadi, tidak menutup kemungkinan juga terjadi di Indonesia.

Donasi untuk terorisme sangat mudah dilakukan namun sulit di pantau karena bersifat terselebung dalam narasi untuk keagamaan yang disalah gunakan sehingga masyarakat banyak tidak mengetahui penggunaannya.

Hal ini dapat merugikan kedepannya, karena dasar dari kegiatan filantropi adalah kepercayaan sehingga kasus-kasus terjadinya penyalahgunaan dapat berakibat pada menurunnya kepercayaan kepada lembaga filantropi legal.

Kebutuhan akan edukasi masyarakat yang ingin berdonasi untuk mengetahui profil lembaga yang mengumpulkan donasi-sedekah-zakatnya menjadi urgensi yang perlu dijawab oleh pemerintah dan lembaga seperti MUI.

Penguatan terhadap regulasi yang ada melalui perpres atau peraturan setingkatnya perlu dilakukan segera karena UU yang ada (UU PUB, UU Zakat dan UU Wakaf) masih saling tumpang tindih dan sudah tidak dapat mengikuti kondisi saat ini.

BACA JUGA:

Garnadi Walanda (Penulis buku Pendanaan terorisme di Indonesia) menyatakan

banyak lembaga yang rentan untuk disalah gunakan oleh kelompok teror karena secara posisi berada diwilayah rawan konflik dan bergerak dibidang jasa. Beberapa kasus di Dunia menunjukan aliran dana terorisme melalui jaringan kelembagaan bantuan dan kegiatan sosial. Di indonesia sendiri kasus BMA dengan ribuan kotak amal yang tersebar di beberapa kota membuka informasi baru dalam modus pendanaan melalui lembaga amal dan bantuan sosial untuk kegiatan terorisme.

Efek jera dari penyalahgunaan hingga saat ini belum jelas dan tidak mencakup beberapa kegiatan terselubung. Sehingga banyak lembaga-lembaga baik yang bersifat ilegal amupun legal secara mudah dan masif menjalankan kegiatan usaha yang bersifat profesional dan dikelola secara profesional layaknya korporasi umum untuk membiayai operasional kelompok teror.

Masyarakat harus mampu membedakan dan mengidentifikasi korporasi legal dan ilegal yang memiliki potensi menyalahgunaan kepada aksi terorisme. Sehingga perlu kehadiran PPATK dan lembaga verifikator yang rutin memberikan informasi kepada publik.

Contoh pada kasus pendanaan JAD, ajakan berinfaq di sebarkan melalui iklan di website milik kelompok dan penyebaran kotak infaq di rumah makan, toko-toko, akun media sosial, telegram dan facebook.

Pengelolaan dana digunakan untuk gaji pengurus, biaya sewa kantor, biaya besuk ikhwan, biaya keluarga mujahidin, kunjungan pengurus organisasi induk, biaya pribadi pengurus, biaya fasilitas dan tempat tinggal, serta pembelian senjata dan bahan peledak. Dana yang terkumpul juga digunakan untuk pendanaan aksi serangan 5 November 2016, serangan 3 desember 2016 dan rencana bombunuh diri Istana Negara Desember 2016.

Penggalangan dan pengunaan memang digunakan untuk kepentingan organsiasi. Proses ini dilakukan secara profesional seperti dalam proses pendanaan kegiatan operasional organisasi profeional umumnya. Hal ini ditunjang dengan anggota kelompok yang memiliki latar belakang profesional.

Perlu ada perbaikan baik UU dan fatwa MUI untuk mencegah penyalahgunaan untuk kegiatan terorisme. Selain itu perbaikan dan penguatan koordinasi dalam penegakan hukum melalui pertukaran informasi yang juga melibatkan lembaga-lembaga non-pemerintah untuk bersama mengawasi aliran pendanaan dan kegiatan kelompok terorisme.

Dr. Wahid Ridwan (Sekretaris BPET MUI Pusat) menyatakan bahwa aspek pendanaan dan ideologi berada pada level yang sama.

BACA JUGA:

Perkembangan toleransi dan aspek-aspek emosional berperan sangat tinggi dalam mempengaruhi perkembangan pada keterlibatan pada terorisme. Peningkatan pada aspek ini juga akan meningktakan level dari keterlibatan masyarakat kepada kelompok dan aksi terorisme. Berdonasi sangat dipengaruhi dari aspek ideologi dari individu itu sendiri.

Beberapa undang-undang yang mengacu pada aturan internasional tentang terorisme dan aparat penegak hukum sudah berkoordinasi dengan lembaga internasional dalam upaya melawan terorisme. Namun pada trend global banyak bentuk upaya pendanaan yang dapat dicurigai juga telah terjadi di Indonesia. Penemuan penyalahgunaan lembaga donasi masyarakat menajdi temuan baru yang perlu didalami sebagai modus pendanaan organisasi teror saat ini.

Sosialisasi melalui dakwah kepada masyarakat umum tentang bagaimana metode filantropi dan lembaga filantropi yang memiliki legal dan dapat diaudit menjadi tanggung jawab dan tantangan yang harus segera dijawab.

Pemerintah bersama dengan lembaga-lembaga filantropi harus menciptakan sistem donasi yang berorientasi outcome bagi para penerima manfaat. Sistem hendaknya berdasarkan Causal Loop Diagram (CLD) yang secara terus menerus dalam skema viral sustainability. Hal ini harus disertai transparansi kepada publik yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. (ARN)

IKUTI TELEGRAM ARRAHMAHNEWS

Comments
To Top
%d blogger menyukai ini: