Jakarta, ARRAHMAHNEWS.COM – Islah Bahrawi dalam akun Instagramnya menyatakan bahwa “Agama dalam Kepala Serigala” tulisan ini untuk mengenang tragedi sadis Bom Bali 1 dan 2.
Islah, Oktober adalah salah satu bulan kelabu dalam sejarah kelam terorisme di Indonesia. Pada 12 Oktober 2002 dan 1 Oktober 2005, sekumpulan manusia membawa panji agama dalam lumur darah, menyandingkan takbir dengan kejahatan-kejahatan getir. Mereka meyakini tapak keimanan harus diperkuat dengan pembunuhan massal, agar dunia bersih dan semua “Orang kafir” dikalahkan.
BACA JUGA:
- Islah Bahrawi: Politisasi Islam Jurus Teroris Pikat Rakyat
- Islah Bahlawi: Strategi Licik Teroris dan Manipulator Agama
Dalam banyak kesempatan saya seringkali bercerita soal peristiwa ini, tapi seringkali lupa mengenang waktunya.
Hingga kemarin saya diingatkan oleh salah satu keluarga korban yang kehilangan ibu kandung dan keponakannya dalam ledakan Bom Bali ke-2. Keduanya wafat menjadi korban tak berdosa bersama 24 orang lainnya. Inilah rangkaian peristiwa yang membuat kita tersadar bahwa sekelompok manusia tidak selalu berwujud manusia.
Ternyata banyak manusia yang menempatkan kebesaran Tuhan di dalam kepalanya yang lalu berimajinasi bahwa dirinya juga merasa besar dalam kerdilnya – “Terror in the mind of god”, kata Mark Juergensmeyer. Pemikiran ini tidak hanya menjangkiti pemeluk Islam, tapi menyeruak dalam agama apapun. Kristen, Yahudi, Hindu, Buddha dan juga pemeluk agama lainnya ternyata mempunyai kurva yang sama.
Tuhan dan pembunuhan. Selalu muncul dalam penerjemahan pemeluk agama-agama di mana tumpahan darah bernilai mutlak dalam menegakkan identitas teologisnya. Sebagian manusia merasa mendapat mandat untuk menjadi “tentara tuhan” dengan menghakimi dan meringkus pintu-pintu pertobatan. Takdir keimanan yang plastis, di tangan sebagian manusia menjadi pedang baja berlumur darah. Mereka menempatkan Tuhan dan agama sebagai identitas horor yang mengerikan.
BACA JUGA:
- Waspada! Proyek Berkedok Agama Kelompok Khilafah di TNI
- Khawarij Cikal Bakal Kelompok Pemberontak Pemerintah dan Khalifah Berkedok Agama
Keimanan. Sebuah proses kognitif yang kadang menjadi benda abstrak yang hilang; harus ditelisik dan dicari. Setiap perjalanan hidup manusia sejatinya adalah ruang konduksi dengan segala misterinya dalam menemukan Tuhan. Dan para pembunuh yang mengatasnamakan Tuhan itu pada dasarnya adalah mereka yang belum menemukan Sang Maha Cahaya – sehingga dalam gulita mereka kemudian menuhankan dirinya. (ARN)
Semoga Tuhan selalu menempatkan para korban aksi teror dalam limpahan kasih sayangNya. Lahumul Fatikhah.
IKUTI TELEGRAM ARRAHMAHNEWS
