Arab Saudi, ARRAHMAHNEWS.COM – Sebuah kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) memperingatkan bahwa Arab Saudi menggunakan “Pelanggaran terkait terorisme” sebagai sarana untuk menghentikan perbedaan pendapat. Kerajaan juga melakukan penahanan sewenang-wenang secara sistematis, serta melakukan penyiksaan terhadap mereka yang dicurigai melakukan apa yang disebut pelanggaran.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada hari Sabtu, Pusat Hak Asasi Manusia Teluk Persia (GCHR) menekankan bahwa tindakan keras terhadap aktivis hak dan perbedaan pendapat telah diintensifkan sejak Mohammed bin Salman menjadi putra mahkota rezim empat tahun lalu.
BACA JUGA:
- Amnesty: Kunjungan Macron ke Saudi untuk Pulihkan Citra MbS
- MbS Rahasiakan Kematian Mantan Putra Mahkota Saudi di Penjara
Laporan berjudul ‘Pola Penyiksaan di Arab Saudi’ tersebut mengambil data dari GCHR sendiri, serta dari studi kasus dan banding mendesak organisasi HAM lainnya, ditambah laporan komprehensif Pelapor Khusus PBB, Komite PBB yang Menentang Penyiksaan, pengacara dan sumber-sumber berita terkemuka.
“Penggunaan penyiksaan sebagai sarana untuk mendapatkan pengakuan (dari tertuduh), dimana (pengakuan terpaksa) ini seringnya digunakan sebagai bukti yang dapat diterima dalam persidangan yang sangat tidak adil, dan untuk menghukum tahanan, telah menjadi bagian intrinsik dari sistem peradilan Saudi,” kata laporan itu, seperti dilansir PressTV.
GCHR lebih lanjut menekankan bahwa pola-pola penyiksaan sangat penting untuk mengkonsolidasikan dan mempertahankan gaya pemerintahan otoriter Arab Saudi, mencatat bahwa beberapa pola utama penyiksaan terjalin erat dengan mesin rezim Riyadh dan peradilannya.
Pola-pola kunci ini, menurut laporan tersebut, adalah penggunaan pelanggaran terkait terorisme sebagai sarana untuk meredam perbedaan pendapat, penahanan sewenang-wenang yang sistematis, penyiksaan terhadap mereka yang dituduh melakukan pelanggaran-pelanggaran ini, penargetan khusus pembela hak perempuan, dan kurangnya pertanggungjawaban bagi mereka yang dituduh melakukan penyiksaan.
“Salah satu indikator yang jelas dari situasi yang memburuk bagi pembela HAM Saudi adalah tindakan keras brutal terhadap pembela hak perempuan, yang semakin menjadi sasaran penahanan, penyiksaan dan pelecehan yudisial sebagai pembalasan terhadap protes damai mereka yang menyerukan agar perempuan diizinkan mengemudi dan untuk mengakhiri sistem kuno perwalian laki-laki,” tambah laporan itu.
BACA JUGA:
- Organisasi HAM Desak Saudi Bebaskan Jurnalis Yaman
- Aktivis HAM Saudi Tewas setelah Dipenjara Hampir 15 Tahun
“Ketergantungan otoritas Saudi pada penahanan sewenang-wenang, penyiksaan dan pelecehan yudisial dalam tindakan keras mereka terhadap masyarakat sipil Saudi secara khusus, menunjukkan sejauh mana penyiksaan telah menjadi kebijakan resmi negara di kerajaan Arab itu,” tambah laporan tersebut menekankan.
Kelompok HAM itu juga mencatat bahwa para korban yang berhasil selamat dari penyiksaan menghadapi hambatan besar dalam mencapai keadilan dan akuntabilitas di tingkat domestik karena ada budaya impunitas yang mengakar dalam struktur rezim.
Bagaimanapun, kelompok HAM itu menekankan bahwa penggunaan yang lebih besar dari potensi jalan hukum seperti yurisdiksi universal dan koordinasi upaya diplomatik untuk menunjukkan ketidaksetujuan masyarakat internasional terhadap catatan hak asasi manusia Arab Saudi yang semakin buruk, adalah sangat penting untuk mengakhiri impunitas dan memastikan pertanggungjawaban atas berbagai penyiksaan di kerajaan Arab itu. (ARN)
