Sukoharjo, ARRAHMAHNEWS.COM – Narasi nyinyir yang dibuat oleh orang-orang yang terendus menginginkan Densus 88 dibubarkan terkait penembakan Amir teroris JI (Jemaah Islamiyah) semakin memanas, komentar-komentar mereka seakan-akan membela sang dokter yang ditembak mati Densus 88, pada kenyataannya dr Sunardi adalah warga yang tidak pernah bayar iuran dan juga eksklusif kepada tetangganya.
Berikut kesaksian dari Ketua RT/RW 3/7 Bangunsari, Gayam, Sukoharjo, Bambang Pujiana mengungkapkan dokter Sunardi merupakan sosok yang tidak pernah berkumpul dengan warga. Sunardi yang juga berprofesi sebagai dokter itu ternyata dikenal sebagai pribadi yang tertutup dan jarang bersosialisasi dengan warga.
BACA JUGA:
- Densus 88 Tembak Mati Seorang Dokter Aktivis HASI dan Amir JI
- Fadli Zon Bubarkan Densus 88, Islah Bahrawi: Mirip Cara Khawarij
Selama menjabat sebagai ketua RT, ia mengaku yang bersangkutan tidak pernah datang dalam pertemuan yang mengundang warga kampung tersebut.
“Sejak saya memang memegang Ketua RT sejak April 2019 sampai saat ini itu saya mengadakan pertemuan dan kegiatan warga tapi Pak Nardi tidak pernah datang dan tidak pernah sosialisasi. Apalagi kerja bakti, tidak sama sekali,” kata dia saat ditemui di kantornya di Sukoharjo, Kamis, 10 Maret 2022.
Ia tidak tahu menahu mengenai alasan ketidakhadiran salah satu warganya itu dalam setiap pertemuan yang digelar di kampung itu. Bahkan jelas dia, Sunardi juga tidak pernah membayar iuran RT seperti pada warga umumnya. “Tidak sama sekali (iuran). Boleh dicek di bendahara saya kalau yang namanya Pak Dokter Sunardi itu iuran, tidak pernah. Padahal iuran di tempat saya itu cuma satu bulan sebanyak Rp 25 ribu setiap tanggal 10,” sebutnya.
BACA JUGA:
- Nyinyir Densus 88, Islah Bahrowi “Semprot Politisi Busuk”
- Begini Cara Salafi Wahabi Ngeles Jika Dihujani Kritik
Sebagai Ketua RT/RW 3/7 Bangunsari, Bambang mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan Sunardi. Meski demikian, ia sering melihat sosok dokter itu ketika sedang menunaikan ibadah shalat di masjid setempat. “Tidak pernah (komunikasi).
Kalau ketemunya dia itu di masjid tempat saya ketika shalat, biasanya saat maghrib dan isya. Saat ketemu juga tidak pernah saling menyapa,” ujar dia. Tidak adanya keinginan untuk bersosialisasi dengan warga, Bambang pun memutuskan untuk tidak memasukkan Sunardi ke dalam WhatsApp grup warga RT setempat. Grup tersebut berfungsi untuk menyampaikan informasi maupun kegiatan yang menyangkut lingkungan tersebut. (ARN)
Artikel ini telah dimuat Viva
