Jakarta, ARRAHMAHNEWS.COM – Ada satu kalimat menarik yang ditulis oleh seorang ilmuwan Islam abad ke-9 bernama Abu Hanifah Ahmad ad-Dinawari. Ia dikenal sebagai ahli botani pertama yang melakukan observasi secara serius kepada tumbuhan dan tanaman yang lalu ditulis dalam “Kitab al-Nabat”, karyanya yang masyhur.
Dalam salah satu kitabnya yang lain, “Al-Mujalasah wa Jawahir al-Ilm” ia menulis begini: “Jika kamu ingin mengenal lebih jauh tentang seseorang, maka lihatlah bagaimana dia mencintai negaranya.” Yang membuat kalimat ini jadi menarik, ad-Dinawari lahir dari sebuah wilayah bernama Dinawar, yang pernah diluluh-lantakkan oleh bangsa Mongol dan selalu menjadi kecamuk politik di kawasan Arab yang berlangsung hingga sekarang – ad-Dinawari seolah memahami sepenuhnya takdir tanah kelahirannya itu.
BACA JUGA:
- Rekam Jejak Digital Donasi Fadli Zon ke Jaringan Teroris “HASI”
- Sok Sanksi Rusia, PM Inggris Akan Temui MBS untuk Bicarakan Minyak
Bravo bang @IBahrawi jangan kita kasih tempat para teroris di negeri ini. pic.twitter.com/5KXJdCBc4M
— BIBIB KADRUN ..🇮🇩 (@AgoesAguss) March 15, 2022
Kemajemukan bangsa Indonesia adalah keniscayaan, dan Pancasila adalah “melting pot” dari segala perbedaan itu. Siapapun yang ingin merubah bangsa kita dengan sistem Khilafah, apalagi komunisme, tentu saja ingin menggusur Pancasila.
Secara sederhana bisa kita katakan begini: janganlah mengatakan bahwa Anda mencintai Pancasila, membenci komunisme, tapi pada bagian yang lain Anda ingin menegakkan sistem Khilafah – ini kemunafikan. Seperti yang ditulis oleh ad-Dinawari, “mereka, para pengkhianat besar negara yang selalu hidup dalam kepura-puraan.”
.
Bangsa kita sudah terlalu sering dikhianati dari segala arah. Komunisme melalui PKI dan kelompok Islam melalui DI/TII pernah berusaha menikam bangsa kita dari belakang. Kita semua mengalami sejarah yang tidak enak itu.
Ibu Pertiwi seringkali diserang oleh anak-anak yang dilahirkan dari rahimnya sendiri. Ironisnya, semua memang berawal dari hipokrisi dan kepura-puraan akibat menelan buta ideologi politik yang dijejalkan paksa oleh orang luar.
Pancasila dilahirkan untuk melebur segala perbedaan. Ia “produk lokal” yang terbukti masih membentengi kita dari segala upaya perpecahan melalui berbagai racun ideologi impor.
Komunisme sudah sekarat di mana-mana, dan tidak ada satu negarapun yang mau memakai ideologi Khilafah, tapi Pancasila masih berdiri kokoh memayungi kemajemukan kita. (ARN)
Sumber: FB Islah Bahrawi
