Iran, ARRAHMAHNEWS.COM – Di tengah kampanye tekanan yang meningkat terhadap negara mereka, Presiden Iran Ebrahim Raeisi pada hari Rabu mengatakan kepada mitranya dari Rusia bahwa kerja sama antara negara-negara merdeka dapat menetralisir tekanan yang diberikan oleh Barat.
Raeisi dan Vladimir Putin dalam percakapan telepon membahas berbagai masalah bilateral, regional dan global, dan menegaskan kembali komitmen mereka untuk meningkatkan hubungan.
Selama percakapan mereka, Raeisi menekankan bahwa “kerja sama dan koordinasi antara negara-negara merdeka dalam mengejar kepentingan kolektif di tingkat regional dan internasional akan menetralisir tekanan serta gerakan aktor internasional lainnya.”
“Republik Islam Iran, terlepas dari perkembangan internasional, berusaha untuk memperdalam dan menstabilkan hubungan yang komprehensif dengan negara-negara merdeka,” kata presiden Iran tersebut sebagaimana diumumkan kantornya.
BACA JUGA:
- Di PBB, Rusia-China Kompak Tuding AS Picu Ketegangan Semenanjung Korea
- Ayatollah Khamenei: Normalisasi Tidak Hasilkan Apapun Selain Eksploitasi Oleh Zionis
Ia mengatakan meskipun ada tekanan yang dipimpin AS terhadap Teheran atas program nuklir damainya, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah dalam banyak kesempatan menegaskan bahwa tidak ada penyimpangan dalam kegiatan nuklir Iran.
“Kami telah memenuhi komitmen kami di bawah kesepakatan [Iran], dan sekarang saatnya bagi Amerika Serikat untuk membuat keputusan,” kata Raeisi.
Kepala eksekutif Iran mengacu pada keragu-raguan Washington tentang apakah mereka berusaha untuk bergabung kembali dengan perjanjian multilateral dengan Iran, yang juga dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA).
BACA JUGA:
- Putin ke Raisi: Dukungan Moskow-Tehran Bantu Suriah Atasi Terorisme Internasional
- Raisi ke Putin: Iran Sangat Serius soal Penghapusan Sanksi
Sejak April tahun lalu, Iran dan Rusia, di samping empat negara lain, telah terlibat dalam negosiasi maraton di Wina untuk membawa AS kembali ke perjanjian penting tersebut.
Pada Mei 2018, mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya keluar dari kesepakatan dalam langkah sepihak, dan menerapkan kembali sanksi keras sebagai bagian dari kampanye tekanan maksimum terhadap Republik Islam dengan dalih memaksa Iran merundingkan “kesepakatan yang lebih baik (menurut AS).”
Joe Biden, yang berkuasa awal tahun lalu, telah berjanji untuk membalikkan tindakan keras yang diambil oleh pendahulunya yang megalomaniak, tetapi Biden mengingkari janji dan mengikuti warisan Trump, menyebabkan jalan buntu dalam negosiasi Wina. (ARN)
Sumber: Press TV
